"hai Balqis" ucapnya menyapaku
"hai Faris" dia kembali berucap menyapa Faris.
Hadirnya membuat ku membisu, menunduk tak ingin lagi melihat wajahnya."hai" ucap Faris
"boleh aku duduk di sini?"tanyanya
Aku terbelalak di dalam tundukanku, perlahan aku mendongak ke arah Faris dan mengisyaratkan agar dia menolak namun di salah artikan oleh Faris.
"boleh silahkan saja"Aku memukul keningku dan Faris menatapku mengisyaratkan 'kenapa?' aku membalas dengan gelengan kepala.
Tak lama pesanan makan kami pun tiba kami tuh aku sama Faris yah...!! Suasana di antara kami bertiga sangat sunyi hanya suara sendok, garpu, dan piring saja yg menjadi musik pengiring, oh...my...kenapa suasana nya awkward 😫
"hm...balqis permainan akan segera di mulai"ucapnya.
Aku terbelalak mendengar penuturannya, Faris menatap aku dan dia bergantian.
Dia berdiri dan berbisik.
"siap siap, gua akan selalu berada di ruangan yang sama dengan lu" ucapnya berbisik padaku."gua cabut, by Faris, dah Balqis" dengan nada penekanan saat menyebut namaku.
Dia berlalu dan Faris mendekatkan wajahnya dengan wajah ku.
"apa?"tanyaku"siapa dia?" tanyanya dengan tatapan membunuh...oh....allah...apa aku punya salah padanya tatapannya menyeramkan.
"dia?" tanyaku lagi
"iyah, mengapa dia ngomong begitu?"
Aku ga bisa bilang padanya, walaupun aku tau dia pasti tau apa yang terjadi nanti."dia Raihan, waktu SMP sampai SMA dia selalu sekelas denganku"
"lalu apa hubungannya dengan 'permainan akan segera di mulai'?"
"ah cepat habiskan makanannya Mi nanti dingin ga enak loh"
"hm..."kini kami makan namun tetap dalam keadaan hening.....😔
"udah?" tanyanya, aku menatapnya
"ya?"tanyaku
"kamu udah selesai makannya? Pulang yu!"
"ah...iyah" aku berdiri dan menyejajarkan langkah kaki ku dengannya sesekali aku mendongak untuk mmelihat wajahnya, beberapa kali ku tengok dia menundukkan kepalaku dengan tangannya
"jangan liatin wajah ku terus, nanti kamu naksir lagi" ucapnya
"dih siapa yang mau naksir sama cowo so kecakepan, dan kasar kaya kamu ini" astagfirullah kata kata itu yang keluar dari mulutku.
"okay, liat ajah nanti" balasnya
"apa aku sedang di ancam?" tanyaku menghentikan langkah dan menatapnya, dia yang sudah berada sedikit lebih jauh dari ku pun berbalik dan diam di hadapan ku.
'Pukk..puk...'
Dia menepuk pelan kepalaku yang di tutupi khimar"bukan ko, bukan ancaman hanya harapan" ucapnya dan berlalu lagi di hadapan ku.
Harapan?harapan apa sih yang dia maksud?
"maksudnya apa? Hei Mi....Faris.....FARIS NAUFAL ILMI" ucapku sedikit berteriak namun tak dia hiraukan dia terus berjalan sambil melambaikan tangan, aku pun berlari ke arahnya yang sudah sampai di mobilnya.
'hosh....hosh...'napas ku ter-engah engah.
"cape?" tanyanya
"banget" keluh ku
"kasian" ucapnya.
Hanya itu? Mataku terbelalak"hanya itu?" tanyaku
"ya, kau ingin yang lebih?"
Oow, gawat
"ga" ucapku cukup jelas bukan
"oh okay, tadinya aku mau ngasih minum tapi kamu tolak mentah mentah yah jadi...."
Aku salah buru buru ku tarik omongan ku tadi
"aku mau""mau jadi istri ku?" godanya membuat ku meledak
"ish.....ga deh makasih" ucapku
"haha......yaudah sih kalau ga mau jadi istri aku mah yah...nih minumnya"
Dia melempar satu botol air putih padaku langsung ku tangkap dan tersenyum padanya.
"apa senyum senyum?! Ayo pulang!!" ucapnya sedikit ketus, aku mengangguk dan masuk kedalam mobilnya.Apa aku salah liat...apa memang warna kulit wajahnya Faris kini berubah sedikit memerah.
"Mi kamu kenapa? Ko wajahmu kaya yang blushing gitu?"
"ah engga ko" ucapnya lalu melajukan mobilnya untuk mengantar ku pulang.
'penolakan itu kenapa serasa manis ya? mungkin di sertai senyum yang kamu kasih ke aku, atau aku yang amat sangat menyukaimu?' batin Faris
===sekian dulu 😊===
Assalammu'alaikum😊
Apa kabar?? 😊
Author kabarnya baikko..😊
Apa ga ada yang nanya? 😯
Maaf deh...oh iyah ada yang penasaran dengan siapa itu "DIA"? tunggu di part berikutnya yah..😉Makasih...😘
Wasalammu'alaikum 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Dari Hati Yang Terpilih (tamat)
SpiritualHatiku telah memilihmu untuk menjadi penyempurna imanku, tapi hatimu telah memilihkannya untukku. Apa hati ku akan bisa menerimanya? Terlalu sulit untuk melupakan apa yang telah ku pilih untuk akhirnya ku tinggalkan