D8. Am I Wrong?

255 17 0
                                    

Hari Sabtu ini adalah sabtu ketiga Gara tidak bisa pulang ke rumah dengan alasan yang sama. Pekerjaan. Baru saja Gara menyelesaikan satu proyek, proyek lainnya datang, mengharuskan Gara untuk datang lokasi proyek setiap hari. Tak terkecuali hari Sabtu.

Say thank you to technology. Komunikasi Lika dan Gara tetap berjalan lancar meskipun mereka hanya dapat saling menyapa ketika Gara atau Lika memiliki waktu luang dibatasi layar di jemari mereka.

Minggu pertama dan kedua bisa dilewati Lika dengan baik. Lika tidak bisa berbangga diri karena hal itu tidak lepas dari kesibukannya akan kafe. Mengambil perhatian dan melupakan Gara sejenak.

Semenjak hari Selasa minggu ketiga rasa rindu Lika akan sosok Gara sudah tidak dapat terbendung. Video call tidak dapat menggantikan rasanya bertemu Gara secara langsung. Lika menyerah.

Saat ini Lika sudah berada di salah satu travel menuju Jakarta tepat setelah siaran hari ini berakhir. Lika sengaja tidak memberi tahu Egi atau Davian bahwa dirinya besok tidak akan datang siaran. Lika memutuskan bahwa dirinya akan bolos saja dengan alasan sakit.

"Hai, Ma." sapa Lika saat pintu rumah sudah terbuka, menampilkan Anita dengan daster batiknya. Meskipun membalas sapaan Lika dengan senyuman, tidak bisa menutupi wajah Anita yang terlihat lelah dengan kantung di kedua matanya.

Sepengetahuan Lika, belakangan ini, EO yang Anita miliki memang sedang kebanjiran job. Membuat Anita harus merelakan waktu tidurnya.

"Kenapa mama yang bukain pintu? Bukannya ada Bik Rini yang bisa bukain." protes Lika sebelum memeluk Anita sekilas, mencium pipi kiri dan kanan secara bergantian.

"Kamu ini." Anita menjawil hidung Lika, "Memang salah kalau seorang mama yang senang anaknya pulang membukakan pintu? Mama kan kangen kamu."

Lika terkekeh, "Enggak salah dong, mamaku sayang." Lika menutup pintu sebelum meletakkan kedua tangannya di pundak Anita, memijitnya pelan, mencoba melepaskan sedikit rasa lelah Anita, "Papa udah tidur, Ma?"

"Sudah." Anita berjalan perlahan dengan kedua tangan Lika yang masih memijit pelan pundaknya, "Gara belum pulang, Ka. Kamu udah kasih tahu dia kalau kamu kesini?"

"Belum, Ma." Lika melepaskan kedua tangannya dari pundak Anita, tangan kirinya lalu beralih mengandeng lengan kanan Anita, menuntun Anita menuju kamarnya, yang berada bersebelahan dengan ruang tamu, "Mama tidur ya. Lika aja yang bukain pintu untuk Gara." tambah Lika saat keduanya sudah berada di depan kamar Anita.

"Ya sudah." Anita mengelus rambut Lika, "Bilang ke Gara untuk langsung istirahat. Belakangan ini mama lihat dia lembur terus."

Anggukan dari kepala Lika mengiringi Anita masuk ke dalam kamarnya. Tepat saat pintu kamar ditutup, Lika mendaratkan tubuhnya di sofa. Menunggu Gara meskipun sebenarnya kedua mata Lika kompak mengajaknya untuk tidur sejak turun dari travel tadi.

Hampir dua jam Lika duduk di sofa saat suara mesin sepeda motor yang dikenalinya terdengar memasuki garasi. Kedua mata Lika yang hampir tertutup rapat beberapa menit lalu,  mendadak terbuka lebar saat sadar Gara sudah pulang. Lika begegas membuka pintu rumahnya,  menyaksikan Gara yang sedang turun dari motornya, detik demi detik.

"Kerjaannya belum selesai, Gar?" pertanyaan itu dilontarkan Lika saat melihat Gara masih berkutat dengan ponselnya. Beberapa menit sudah berlalu sejak Gara turun dari motornya, namun sepertinya ponselnya memiliki daya tarik sangat besar hingga membuat Gara lupa mematikan mesin motornya dan tidak menyadari keberadaan Lika.

"Lika?" Gara memicingkan matanya,  menatap sosok yang berdiri bersidekap di dekat pintu masuk. Tak ada balasan dari sosok itu, membuatnya mematikan mesin motornya dan bergegas mendekatinya, "Kamu kesini?"

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang