D14. Hari Penebusan

225 20 0
                                    

"Ibu pesan apa ke kamu?"

Setelah beberapa menit memilih kata apa yang akan diucapkannya untuk mewakili berbagai pikiran di kepalanya, akhirnya pertanyaan itulah yang keluar dari mulut Gara. Gara benar-benar harus memutar otaknya untuk mengeluarkan kata yang tepat saat ini. Gara tidak ingin Lika salah paham dengan kata yang diucapkannya.

"Aku harus jaga kesehatan kamu." Jawab Lika berbohong tanpa menghentikan langkah kakinya menuju dapur untuk membersihkan piring-piring kotor sisa makan malam mereka berempat.

"Jangan bohong, Ka. Aku tahu Ibu pesan supaya kamu jangan hamil dulu."

Lika menghentikan langkahnya tepat setelah Gara menyelesaikan kalimatnya. Tubuhnya berbalik menghadap Gara yang masih berdiri kaku di dekat pintu masuk, "Kalau udah tahu kenapa masih nanya?" Tanyanya dengan tatapan sinis.

Gara berjalan perlahan, mempersempit jarak yang tercipta di antara mereka berdua, "Kamu tidak perlu memikirkan omongan ibu tadi, Ka. Kita bisa punya anak sesuai dengan kemauan kita. Tanpa meminta persetujuan ibu."

Bola mata Lika berputar malas. "Kemauan kita itu sesuai dengan kesepakatan yang kamu ajukan dan terpaksa aku terima itu, Gar?" Lika mendekap kedua tangannya di dada. Nafasnya naik turun tanda dirinya sedang menahan emosi yang muncul tiba-tiba saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut Gara.

Lika tahu jika Gara memang tidak pernah membahas dan meminta persetujuan Zoana mengenai kapan mereka akan mempunyai anak namun pada kenyataannya setiap kelakuan Gara kepada dirinya adalah cerminan bahwa Gara melakukan keinginan Zoana untuk menunda memiliki anak. Tentu saja Lika menjadi kesal terhadap Gara. Sering sekali perkataan dan perbuatannya tidak sesuai.

Sudah pasti Lika telah melanggar salah satu isi kesepakatan mereka namun anehnya Lika tidak merasa bersalah dan menyesal sama sekali karena sudah membahas kesepakatan lisan yang jika Lika pikir-pikir adalah kesepakatan yang bodoh. Yang lebih bodoh adalah dirinya yang mau saja mengiyakannya.

Gara terdiam. Mulutnya mendadak tidak bisa digerakkan mendengar pertanyaan Lika yang menusuk tepat sasaran.

Merasa Gara tidak akan membalas perkataannya Lika memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Namun baru saja akan melangkah, sebuah tangan Gara mencengkram lengannya, "Kamu kenapa, Ka?"

Bukan nada suara tinggi yang Gara keluarkan saat menanyakan hal itu melainkan nada lembut yang membuat Lika hampir saja luluh. Jujur saja, sudah lama sekali Lika tidak mendengarkan nada suara Gara seperti barusan. Suara favoritnya yang selalu Gara lontarkan untuk meredakan emosi Lika.

Dengan pelan Lika melepaskan cengkraman tangan Gara di lengannya. Lika tidak boleh berlama-lama di hadapan Gara. Pikirannya harus ditenangkan terlebih dahulu, "Aku mau tidur."

Belum sempat Gara akan menangkap lengan Lika lagi, Lika sudah berjalan tergesa menuju kamarnya, "Jangan lari, Lalika! Kita perlu menyelesaikan masalah ini." Teriakan Gara terdengar di sela langkah kaki Lika.

Tidak ada respon dari Lika. Jika Gara adalah tipe orang yang tidak suka menunda dalam menyelesaikan masalah maka Lika sebaliknya. Lika memilih untuk hilang sejenak.  Menenangkan pikiran masing-masing sebelum mencari penyelesaiannya.

Gara menatap punggung Lika yang hilang di balik tembok dengan pikiran bingung. Bingung mengapa Lika tiba-tiba membahas hal yang mereka sepakati tidak akan dibahas hingga mereka sepakat untuk membahasnya. Ada dua kemungkinan terlintas di pikirannya. Pertama, kemungkinan Lika sedang kesal karena mendapat tekanan terus dari ibunya atau kedua kemungkinan Lika sudah tidak sabar memiliki anak bersama Gara.

Jika memang kemungkinan kedua adalah alasan mengapa Lika bersikap seperti itu maka Gara akan mencari pusing untuk mencari penyelesaiannya. Memilih mendengarkan siapa. Ibunya atau Lika, dua wanita yang sangat dicintainya dan Gara tidak bisa memilih salah satunya.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang