D24. Gugatan

465 28 0
                                    

"Lika, kamu kemana saja selama sebulan ini? Aku sudah mencari kamu ke rumah dan garuda. Aku juga sudah bertanya sama mama dan teman kamu mengenai keberadaan kamu dan tidak ada satu pun yang mau memberitahu kamu ada dimana."

Lika yang baru saja membuka pintu rumah saat itu hanya diam sambil terus melangkahkan kaki ke dalam rumah. Tujuannya pulang ke rumah hanya satu. Lika mau menyicil sedikit demi sedikit segala barangnya yang tertinggal agar dirinya tidak terlalu kerepotan saat pengadilan mengabulkan gugatan perceraiannya nanti.

"Lika! Jawab pertanyaan aku." Nada suara Gara meninggi. Tangannya menarik paksa Lika hingga dalam sekali sentakan tubuh Lika kini berbalik dan berhadapan dengan Gara. Lika menatap raut wajah Gara. Nafasnya tidak teratur. Rahangnya mengetat bersamaan dengan genggaman tangannya di lengan Lika.

"Apartemen kak Egi. Aku menyewa kamar di apartemen kak Egi." Terpaksa, Lika menjawab pertanyaan Gara. Lika takut sesuatu yang lebih buruk akan menimpanya jika Lika masih bersikeras untuk tidak menjawab pertanyaan Gara.

"Kita harus bicara, Lalika."

"Bukannya yang sedang kita lakukan saat ini disebut bicara?"

Lika melihat Gara melepaskan cengkramannya di lengan Lika. Kesempatan itu langsunh Lika manfaatkan untuk menjauhkan tubuhnya dari Gara. Dengan gerakan terburu-buru, dibukanya lemari untuk mengambil baju yang diperlukannya.

"Kenapa kamu menggugat cerai aku, Lika?" Suara Gara mendadak menjadi pelan dan lirih. Lika bahkan menolehkan kepalanya, memastikan apakah suara itu memang berasal dari mulut Gara.

"Kenapa kamu masih bertanya? Bukannya ini yang Ibu inginkan dari pernikahan kita? Selama ini kamu selalu mengikuti semua perkataan Ibu. Jadi, aku pikir kamu juga akan mengikuti keinginan Ibu yang ini."

Gara menengadahkan kepalanya, ,melihat Lika yang masih sibuk mengeluarkan pakaiannya dari lemari, "Ibu pernah menyuruh kamu untuk menggugat cerai aku?"

"Enggak." Tanpa menoleh, Lika menjawab.

"Lalu kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?"

Lika terdiam di tempatnya. Tangannya masih sibuk memasukkan pakaian ke ransel secara sembarangan, "Aku dengar pembicaraan kamu dan Ibu." Desisnya, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

Telinga Lika menangkap desahan nafas berat dari mulut Gara, "Aku tidak tahu sampai mana kamu mendengar percakapan aku dengan Ibu. Tapi aku bisa beranggapan kalau percakapan itu mendorong kamu untuk mengugat cerai aku. Lika, ada yang harus aku jelaskan." Gara berdiri dari tempatnya lalu berjalan mendekati Lika.

"Enggak. Kamu enggak perlu menjelaskan apapun." Lika berjalan mundur. Otaknya menolak untuk disentuh atau bahkan hanya berdiri berdekatan dengan Gara. Ingatan akan malam penuh kesalahan menurut Gara berputar di kepalanya, "Simpan saja semua penjelasan kamu untuk persidangan nanti, Gar. Aku pergi."

"Aku tidak mau bercerai dengan kamu, Lika." Teriak Gara dengan penuh penekanan.

Lika tertawa tanpa suara mengingat kejadian itu. Sama sekali Lika tidak menduga bahwa dirinya akan bertemu dengan Gara hari itu. Padahal Lika sudah sengaja untuk pulang ke rumah pada hari kerja agar dirinya tidak bertemu dengan Gara. Hatinya belum siap. Kini Lika juga menganggap malam itu sebagai suatu kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi. Lika memberikan tubuhnya untuk seseorang yang tidak mencintainya sama sekali.

Bertemu dan berbicara dengan Gara hanya akan membuat Lika merasakan perasan asam di atas lukanya. Hingga detik ini, Lika masih tidak percaya hubungan yang sudah dijalaninya selama 5 tahun akan berakhir seperti ini.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang