D18. Fiona's Wedding

259 23 0
                                    

Suara alarm membuka paksa kedua mata Lika. Sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, tangannya meraba ponsel, yang jika didengar dari suara alarmnya, tergeletak di sisi kiri bantal yang digunakannya.

Pukul 04.28. Hembusan nafas kelegaan terdengar bersamaan dengan ponsel yang Lika letakkan di meja standlamp. Lega karena Lika bisa bangun setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjikannya dengan Lala, gadis muda yang ditunjuk Fiona sebagai orang yang bertanggung jawab mempercantik para bridesmaids-nya. Lega karena Lika tidak perlu mendengar kultum subuh Rahayu mengenai kedudukan Lika sebagai seorang istri yang seharusnya bangun lebih pagi dari Gara.

Hening mendominasi ruangan berukuran 10x8 m ini. Saat tahu Gara menyusulnya kesini, Lika segera melakukan upgrade ke kamar yang lebih besar daripada kamar yang sebelumnya sudah dibooking Fiona untuk dirinya sendiri.

Lika lalu mengarahkan pandangannya kepada Gara. Meski dengan sinar lampu standlamp yang seadanya, Lika masih bisa melihat wajah Gara dengan sangat jelas. Tidak terlihat lebih dari dua bulan, wajah itu kini terlihat sedikit tirus. Tanda Gara tidak memperhatikan tubuhnya dengan baik.

Andai saja Gara tidak memilih untuk langsung tidur tadi malam dan Lika sudah melihat perubahan di wajah itu, tanpa diminta Lika akan memarahi Gara hingga Gara berjanji akan mengembalikan bentuk wajah Gara seperti semula. Lika memang tidak pernah bercanda dengan kesehatan Gara. Apalagi saat ini keduanya sedang menjalani long-distance-relationship, ingin rasanya Lika tahu mengenai keadaan Gara setiap jamnya.

Erangan pelan tiba-tiba tertangkap di gendang telinga Lika. Membuyarkan tatapan penuh kerinduan Lika yang ditujukan kepada sosok yang mengerang barusan. Kernyitan di wajahnya memaksa Lika untuk segera membangunkan Gara meskipun gurat lelah kurang istirahat tercetak jelas disana.

"Gar, Gara." Lika menepuk pelan lengan Gara, "Bangun."

Tidak perlu menunggu lama untuk Gara merasa terganggu dengan tepukan itu, "Lika?" Suara Gara terdengar sedikit serak saat memanggil nama Lika.

"Mimpi buruk?" Lika mengelus pelan rambut Gara. Nada khawatir jelas terselip di pertanyaanya barusan.

Enggan menjawab pertanyaan Lika, Gara meluruskan posisi tidurnya. Bukan lagi kedua mata Lika yang ditatapnya, melainkan langit-langit kamar tak bermotif yang mereka tempati saat ini.

Tatapannya kosong. Pikirannya mengembara memutar mimpi yang dialaminya barusan. Tebakan Lika benar. Lika pergi dari sisinya jelas bukanlah termasuk mimpi yang baik untuk Gara.

"Gara, kamu mimpi buruk?" Lika mengulangi pertanyaannya. Berharap kali ini Gara menjawab untuk menghilangkan kekhawatiran yang menyerangnya saat ini.

"Jam berapa sekarang?" Tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

"Setengah lima."

"Tumben kamu sudah bangun."

Lika terkekeh pelan. Menutupi alasan sebenarnya mengapa kejadian langka ini bisa terjadi. Lika tidak bisa tidur dengan nyenyak. Beberapa kali dirinya harus rela terbangun dan memikirkan penyelesaian atas salah paham yang terjadi tadi malam. Berbeda dengan Gara yang terlihat lelap sekali.

"Lalika." Panggil Gara, memecah keheningan yang tercipta sejenak diantara mereka.

"Ya?"

Jika tidak ada kejadian semalam, Lika yakin mulutnya tidak akan berhenti sedetik setelah Gara menemuinya. Menanyakan kemana saja Gara saat tidak membalas semua pesannya, bagaimana pekerjaannya. Semuanya Lika ingin tahu. Sayangnya, kejadian bersama Egi telah berhasil membuat semua pertanyaan itu tertahan di ujung lidahnya.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang