D10. Hanya Status

258 18 0
                                        

Gara menutup kembali pintu kayu berwarna cokelat gelap sambil menenteng nike hitam di tangan kanannya. Dengan ransel yang masih menempel di kedua pundaknya, Gara berjalan perlahan menuju rak sepatu yang terletak di kamar gudang, sebelah dapur.

Semenjak Gara mengutarakan niatnya untuk ngekos lagi, semenjak itulah Lika tidak pernah meresponnya sama sekali. Setelah perdebatan kecil itu, Lika memutuskan untuk pulang ke Bandung pada siang harinya. Hingga sampai saat ini Gara dan Lika tidak melakukan kontak apapun meskipun Gara sudah mengiriminya pesan berisikan permohonan maafnya ke ponsel Lika. 

Gara tidak tahu Lika ada dimana sekarang. Setelah menunggu hampir setengah jam sambil tidak berhenti menghubungi Lika di teras, Gara memutuskan untuk masuk ke rumah menggunakan kunci cadangan yang kebetulan dibawanya hari ini.

Gara tahu Lika kecewa dengan keputusannya yang tetap pindah dari rumah orangtua Lika dan ngekos tanpa ada kata setuju darinya. Tapi Gara tidak punya pilihan lain. Gara tetap memilih untuk kembali tinggal di kosan lamanya untuk mempermudah Gara melakukan pekerjaan barunya. Ya, tadi malam Gara baru saja menandatangani kontrak dengan mitranya untuk melakukan pekerjaan ketiganya.

Mengambil sebuah pekerjaan tambahan lagi tentu saja bukan merupakan keinginannya. Semuanya Gara lakukan untuk membantu kehidupan ekonomi keluarganya. Seminggu sebelum Gara mengutarakan maksudnya kepada Lika, Gara mendapat kabar jika ibunya mendapatkan pemutusan hubungan kerja dari perusahaan yang sudah memperkerjakan ibunya selama puluhan tahun. Gara tahu hanya dia satu-satunya jawaban untuk menyekolahkan ketiga adiknya yang sedang berkuliah di saat ibunya sudah tidak bekerja dan ayahnya sudah pensiun.

Gara tidak ingin Lika tahu mengenai kondisi keuangan keluarganya. Meskipun menyandang status sebagai suami istri namun Gara tidak mau merepotkan Lika dengan ikut memikirkan dan membantu keluarganya. Cukup Gara saja yang dibuat pusing.

Gara menghabiskan pagi ini dengan sarapan yang dibelinya di depan kompleks perumahan sebelum akhirnya tertidur. Gara belum sempat tidur tadi malam. Setelah menyelesaikan lemburnya, Gara bergegas ke Bandung dengan jadwal pertama keberangkatan travel Jakarta-Bandung hari ini.

Gara terbangun saat waktunya makan siang. Desahan pelan terdengar dari mulut Gara saat membuka pintu kulkas untuk mengambil bahan untuk makan siangnya. Hanya ada telur dan sosis di dalam kulkas satu pintunya itu. Sepertinya Lika memang tidak mengharapkan kepulangan Gara kali ini.

Dengan menu nasi dan telur mata sapi kecap, Gara mengisi perutnya. Mengisi tenaga untuk membereskan rumahnya yang terlihat berantakan. Gara tidak tahu sesibuk apa Lika selama ini hingga tidak sempat membereskan rumah. Gara tidak pernah mempermasalahkan kesibukan Lika. Namun jika kesibukan itu menganggu tugas Lika sebagai ibu rumah tangga, Gara tidak akan segan untuk menegurnya nanti.

Menyapu, membersihkan debu yang menempel di perabotan, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring cukup menyita waktu Gara. Tak terasa matahari sudah terbenam saat Gara menyelesaikan semuanya dan bersiap untuk mandi, membersihkan semua kotoran yang menempel di tubuhnya.

Waktu menunjukkan pukul 10.30 saat terakhir kali Gara melirik jam dinding yang tergantung tepat di atas layar televisi. Lika belum juga menampakkan wajahnya. Gara yang awalnya berniat untuk menunggu Lika menyerah dengan kantuknya dan tertidur di atas tempat tidur mereka.

***

Lika memijit pelan pundaknya secara bergantian setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamunya. Diliriknya sekilas jam yang melingkar di tangan kirinya. 11.30.

Hari ini Lika akan absen untuk menjaga Egi. Egi sendiri yang lebih memaksa Lika untuk pulang ke rumah dan beristirahat dengan normal meskipun Lika juga memaksa Egi untuk dapat menginap di rumah sakit hari ini. Ancaman tidak boleh datang lagi besok jika Lika tidak pulang akhirnya menjadi senjata ampuh untuk memulangkan Lika.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang