Perkataan Akira saat bertemu dengannya tadi malam membuat Lika tidak bisa tidur dengan nyenyak hingga dua malam berikutnya. Pendiriannya goyah. Obrolannya bersama Akira membawa perkataan Gara saat mereka melakukan konsultasi pertama terus berputar seperti kaset rusak di kepalanya.
Apa yang aku katakan pada malam itu semuanya tidak ada yang benar. Aku mengatakan itu hanya untuk membuat ibu tidak mencampuri kehidupan kita.
Apakah Gara dan Akira berkata jujur? Apakah ini bukan termasuk rencana keduanya untuk membohongi Lika? Lalu mengapa Gara menyebut kejadian di malam tahun baru itu sebagai kesalahan?
***
"Ka, kalau kamu mengizinkan, ayah dan ibu berencana menginap nanti malam."
Pagi itu, setelah beberapa bulan tinggal bersama, Lika dan Gara duduk berhadapan di meja makan. Mendapati Lika duduk di kursi favoritnya sembari menunggu Gara menghabiskan sarapannya, memunculkan senyuman yang tak sedetikpun menghilang dari wajahnya.
Meskipun saat ini, tak ada satu kata yang keluar dari mulut keduanya.
"Terserah. Ini rumah kamu juga." Jawab Lika sedatar mungkin.
Pagi ini Lika sengaja bergabung dengan Gara di meja makan. Selain karena Lika mencuri dengar sambungan telepon Gara dan Zoana tadi malam, Lika juga sedang mencari tahu apa keinginan hatinya. Sejak menghabiskan malam bercerita bersama Akira, Lika terus mengingat Gara di setiap detik dalam hidupnya. Membuatnya tidak fokus dan profesional dalam melakukan pekerjaannya.
"Kamu mau sarapan? Aku masakin makanan kesukaan kamu."
Lika menganggukkan kepalanya sekali. Alasan terbesar lainnya Lika ada di depan Gara adalah karena lidahnya rindu mencecap masakan buatan Gara.
Lika tahu Gara selalu memasakkan makanan kesukaannya setiap pagi. Lika juga tahu kalau makanan itu selalu masuk ke tempat sampah setiap malam karena tidak disentuh sedikitpun olehnya. Pagi ini Lika sedang tidak ingin mengulangi kesalahan itu.
"Kalau kamu suka, kamu bisa habiskan sarapannya. Aku sengaja memasak itu untuk kamu." Gara menambahkan sambil menunjuk ke arah kompor.
"Iya."
"Aku berangkat kerja dulu." Gara beranjak dari kursinya setelah meneguk habis susu di gelasnya.
Meski hanya beberapa kata, Gara senang karena Lika tidak menjauhinya lagi. Selama ini, saat Gara akan membuka mulutnya, Lika langsung lari, masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu. Mau kemana?" Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Lika, setelah melewati berbagai pertentangan di hati dan pikirannya.
"Aku mau berangkat kerja, Ka." Gara tersenyum di akhir kalimatnya.
"Kerja dimana?"
"Law firm di jalan Surapati, Ka. Aku bekerja disana semenjak aku tinggal di Bandung."
"Kamu kenapa resign?"
"Aku resign karena tidak mau menjalani long distance relationship lagi dengan kamu, Ka. Aku rasa aku tidak bisa seperti pasangan lain yang bisa menjalani hubungan jarak jauh seperti itu."
Senyum itu lagi. Senyum yang dulu Gara berikan untuknya kini muncul lagi. Apakah Lika rela jika senyum itu hadir bukan untuk dirinya lagi?
Melihat Lika yang terlalu sibuk dengan pikirannya, Gara maju mendekati Lika. Dielusnya pelan mahkota hitam Lika sebelum sebuah kecupan singkat mendarat di puncak kepalanya.
"Aku berangkat dulu." Gara berjalan menjauh dari Lika yang masih tertegun mendapat perlakuan manis Gara. Perlakuan itu membuat perasaan rindunya meluap sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
distance
ChickLitDistance /'distans/ noun an amount of space between two things or people; verb make (someone or something) far off or remote in postion or nature. Ketika kata setia tidak hanya sekedar diucapkan di mulut saja melainkan juga menepatinya...