D22. Kesalahan

390 31 6
                                        

Harum masakan menguar ke udara bertepatan dengan jemari Lika membuka pengait styrofoam berisi makanan di hadapannya. Hati-hati agar tidak tumpah, Lika menuangkan satu persatu makanan ke piring yang tersedia di meja makan.

Suasana rumah Lika malam ini tidak akan terasa seperti malam biasanya karena sebentar lagi tamu yang terdiri dari rekan kerja Gara akan datang bertamu dan menginap. Ada pertemuan kerja yang harus Gara hadiri bersama rekannya besok di Bandung.

"Halo semuanya." Sapa Lika riang saat membukakan pintu untuk Gara dan rekan kerjanya.

"Halo, Lalika." Balas suara bass laki-laki berkacamata yang berdiri paling dekat dengan pintu. Kalau Lika tidak salah ingat namanya Dias.

Lika bisa dikatakan jarang mengobrol atau sekedar ikut berkumpul dengan teman-teman Gara sejak mereka berpacaran hingga menikah saat ini. Bagaimana bisa mengenal rekan kerja Gara jika Lika dan Gara lebih banyak menghabiskan waktu di kota berbeda. Itulah sebabnya Lika tidak terlalu hapal dengan nama dan wajah teman-teman Gara.

"Lama nggak ketemu, Lika semakin geulis aja ya, Gar." Laki-laki paling tinggi ikut sumbang suara. Namanya, Beni.

"Sorry nih kalau kita ganggu elo, Lik." Sambung laki-laki kurus yang terakhir. Dia Niko. Setahu Lika, Niko adalah pemilik law firm dimana Gara bekerja selama ini.

Lika mengedarkan senyumannya. Menatap satu persatu rekan kerja Gara, "Enggak kok. Kalian nggak ganggu sama sekali. Silahkan masuk." Lika menggeser tubuhnya. Bergantian, Gara, Dias, Beni dan Niko berjalan melewatinya sambil melemparkan senyum ke Lika.

"Sehat, Ka?" Satu-satunya wanita di rombongan tamu Gara malam ini tidak ingin ketinggalan mengeluarkan suaranya.

"Sehat. Kak Akira?"

"Sedikit flu." Jawab Akira lalu terbatuk pelan, "Aku masuk ya."

Lika mengangguk. Langsung saja Lika mengarahkan rombongan yang terlihat kelaparan itu ke meja makan. Terbukti, setelah Lika mempersilahkan mereka untuk makan, rekan kerja Gara segera mengambil piring dan menyendokkan nasi serta lauk ke piring masing-masing.

"Bagaimana? Makanannya enak?" Lika bertanya setelah membiarkan kelimanya memasukkan beberapa suap makanan ke mulut.

"Enak pakai banget." Jawab Dias dengan mulut penuhnya.

"Lo beli dimana, Lik?"

Lika mengarahkan kepalanya ke Beni, "Makan di rumah saya, Ben."

"Rumah makan yang kamu katakan kemarin, Ka?"

"Iya, Gar."

"Tahu tempat itu darimana, Lik?"

"Iseng-iseng nyoba tempat baru, Yas." Lika menggeser dua piring berisi cumi saus padang dan tongseng sapi ke tengah meja makan, "Ayo ditambah makannya. Habisin. Jangan malu-malu kalau disini."

Dias mengacungkan jempolnya saat Niko, Beni dan Akira tersenyum mengangguk untuk menjawab tawaran Lika.

"Tambah lagi fillet ayam kecap manisnya, Gar. Aku sengaja beli lebih banyak untuk kamu." Bisik Lika yang hanya ditanggapi anggukan kepala Gara.

"Gara benar ya, Ben. Lika paling bisa diandalkan kalau mau tahu tempat makan yang enak di Bandung." Puji Dias.

Lika menundukkan kepala sebelum matanya melirik Gara yang sedang mengunyah makanan di mulutnya. Perasaan senang hinggap di hatinya saat tahu Gara masih membahas hal baik mengenai dirinya di lingkungan kerjanya. 

Sudah hampir dua jam setelah keenamnya duduk di meja makan namun tanda-tanda makan malam itu akan berakhir belum juga terlihat. Hal itu bisa terjadi karena kelimanya, minus Lika,terlibat perdebatan panjang mengenai siapa yang menambahkan racun sianida ke dalam minuman kopi.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang