D19. Untold

253 22 0
                                    

"Kamu harus pulang sekarang juga, Gar?"

Mood Lika mendadak berubah. Jika awalnya Lika sangat menantikan momen berfoto bersama pengantin, saat ini sebaliknya. Dengan ekspresi seadanya Lika tertangkap kamera fotografer bersama bridemaids lainnya. Segera setelah semuanya selesai, Lika segera menyusul Gara ke kamar.

"Iya."

Lika mendongakkan kepalanya. Ekspresinya pasrah, menyaksikan kedua tangan Gara yang melipat pakaiannya sendiri sebelum memasukkan pakaian itu ke dalam ransel.

"Ada masalah di kerjaan?" Lika bertanya untuk mencari pembelaan agar dirinya tidak membenci Gara. Setidaknya jika alasan kepulangan Gara adalah karena pekerjaan Gara, Lika akan berusaha memahaminya. Lagi.

Anggukan di kepala Gara membuat Lika mendesahkan nafas panjang. Kini saat untuk hatinya meredam segala kekesalan yang tertumpuk sejak tadi. 

Gara pulang karena ada masalah di pekerjaannya, desisnya dalam hati.

"Gar, pulangnya enggak bisa ditunda sebentar aja?" Desisan itu ternyata tidak bisa mensugesti dirinya untuk menerima kepulangan Gara. Dengan gerakan cepat, Lika memeluk tubuh Gara dari belakang.

Gara sedikit kaget dengan gerakan Lika. Kedua tangannya mendadak berhenti di udara. Gerakan tiba-tiba seperti yang Lika lakukan barusan bukan kali pertama bagi mereka berdua.

Pada awal pernikahan, mereka sering melakukannya. Di saat Gara sedang memasakkan makanan kesukaan Lika di dapur, saat tidur bersama di tempat tidur.

Bahkan tadi pagi Gara hampir saja lepas kendali untuk menyentuh tubuh Lika. Guyuran air hangat berhasil menyelematkannya untuk tidak mengingkari perkatannya sendiri. Tapi entah mengapa saat ini Gara merasa asing dengan sentuhan dari Lika.

"Sebentar saja." Jawab Gara setelah beberapa saat terdiam menatap tangan Lika yang melingkari pinggangnya.

Lika mengangguk girang. Di pikirannya terlintas berbagai cara untuk menahan Gara lebih lama.

"Bagaimana pekerjaan kamu? Lancar?" Tangan Lika mengenggam lengan Gara erat, membimbing Gara untuk kembali duduk di tepi ranjang. "Kamu lagi ngurusin kasus apa?"

"Sengketa tanah."

"I'm listening."

Adalah kode untuk Gara menjelaskan kepada Lika perkataan Gara sebelumnya. Lika sudah menggunakan kode seperti ini sejak dirinya dan Gara berpacaran.

"Kamu tahu perusahaan New-Calaska?"

Lika mengangguk. Siapa yang tidak tahu perusahaan New-Calaska? Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang perkebunan itu memang belakangan ini sering disebut di berbagai media terkait prestasi dan keburukannya.

"New-Calaska menggusur pemukiman penduduk sebuah desa di Pekanbaru. Mereka mengklaim bahwa tanah itu sudah mereka beli tapi penduduk merasa tidak pernah menjual tanah mereka."

Kening Lika berkerut, "Tumben law firm tempat kamu bekerja mengambil kasus seperti ini. Setahu aku, kalian hanya menangani kasus-kasus perusahaan besar saja".

"Bukan law firm. Hanya aku, Akira, Dias dan Beni." Genggaman tangan Lika sontak mengendur saat Gara mengucapkan nama Akira, namun sepertinya Gara tidak memperhatikannya dan terus melanjutkan ceritanya.

"Awalnya hanya aku yang tertarik untuk membantu mereka. Tapi kasus itu terlalu besar untuk ditangani sendiri. Ketika aku meminta pendapat Akira, dia ternyata mau ikut bergabung. Dengan bujukan Akira, Dias dan Beni juga bergabung.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang