D20. Asing

281 21 0
                                    

"Untuk apa kamu kesini?"

Hardikan dan suara itu sukses menghentikan kedua kaki Lika untuk melangkah. Tanpa harus mendongakkan kepala tertunduk, yang dilakukannya untuk menyamarkan diri, Lika sudah tahu pemilik suara itu.

Hanya Lika tidak menduga bahwa langkahnya akan terhenti bahkan sebelum dirinya bisa melewati pintu masuk kafe di hadapannya. Kafe dimana acara syukuran wisuda Anggraeni diselenggarakan malam ini.

Beberapa langkah dari tempatnya kini berdiri, tepat di depan pintu masuk, Zoana dan Andini berdiri. Menusukkan tatapan setajam elang kepada mangsa, tepat ke arahnya.

"Aku cuma mau mengucapkan selamat dan memberikan kado ini ke Rae, Bu. Setelah itu aku janji aku akan langsung pulang." Jelas Lika dengan nada membujuk. Berharap Zoana mengizinkannya masuk ke dalam meskipun hanya sebentar.

"Titip ke saya saja, mbak." Jawab Andini.

Lika mengalihkan tatapannya kepada Andini. Mengagumi sejenak penampilan Andini. Gadis itu terlihat semakin dewasa dan anggun dalam balutan kebaya kutu-baru berwarna senada dengan yang dikenakan Zoana. Lika tebak warna itu juga yang Anggraeni gunakan dalam acara wisudanya. Lika pastikan Anggraeni akan terlihat semakin cantik saja.

"Kamu nggak perlu menemui Anggraeni. Dia sedang sibuk menemui teman dan keluarga kami."

"Kalau begitu, boleh kalau aku pamit dulu sama ayah, Bu?" Seakan belum mau berhenti, Lika terus berusaha mengeluarkan kalimat yang ada di kepalanya agar diperbolehkan masuk. Lika tidak ingin perjalanannya berakhir sia-sia.

Butuh berjam-jam untuk dirinya memutuskan untuk berani datang kesini. Itupun dengan tambahan dukungan dari Rae. Setidaknya Lika tidak perlu kebingungan nanti saat harus menjawab pertanyaan Gara mengenai kemeriahan syukuran wisuda Anggraeni.

"Enggak perlu!" Jawaban berbentuk bentakan itu mengagetkan Lika seperti petir di hari yang cerah, "Sikap keras kepala kamu yang seperti ini yang membuat saya semakin membenci kamu."

"Dini minta mbak pulang saja daripada membuat ibu semakin marah melihat mbak." Pinta Andini, seraya mengelus perlahan punggung Zoana.

Lika menatap Zoana dan Andini bergantian. Andini sibuk menenangkan ibunya sedangkan Zoana mengernyit jijik padanya seperti melihat tumpukan sampah bau di pinggir jalan. Menyerah karena tidak tahu harus berkata apa lagi, Lika menganggukkan kepalanya, mengiyakan permintaan Andini.

"Mbak titip ya, Din." Lika menyodorkan kado berbalut kertas kado batik berhiaskan pita kecil di bagian tengahnya kepada Andini. Kado yang berisi peralatan make-up untuk Anggraeni memang sudah Lika persiapkan dari Bandung tanpa tahu dirinya tidak diizinkan Zoana untuk menemui Anggraeni.

"Bu, saya pulang dulu. Tolong sampaikan salam saya sama ayah dan Rae, Bu."

Baik Zoana maupun Andini, keduanya membungkam mulutnya. Lika membalikkan tubuhnya. Dalam hatinya, berharap Zoana berkenan menyampaikan pesannya meskipun hanya berupa salam kepada Andri dan Anggraeni.

Berjalan beberapa langkah, Lika menengok kembali ke belakang. Disana Zoana masih berdiri dengan berkacak pinggang bersama Andini yang fokus memperhatikan kado di tangannya.

Hatinya terasa sesak. Entah sampai kapan dirinya akan kuat menghadapi sikap tidak suka dari mertuanya sendiri? Wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.

Lika selalu berusaha untuk menjadi menantu yang diidamkan Zoana namun selama itulah hanya penolakan yang Lika terima.

***

Lika membuka sempurna matanya saat mendengar pintu ditutup. Saat akan menegakkan posisinya, Lika melihat Gara, masih dengan pakaian kantornya, melintasi tempat tidur dengan menggendong ransel di pundaknya.

distanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang