"Udah?"
Satu kata berbentuk kalimat tanya membuat Lika menolehkan kepalanya ke sebelah kiri tubuhnya. Sesil, yang entah sejak kapan, duduk di sebelahnya sambil sesekali merapikan rambutnya yang berterbangan ditiup angin laut. Ajakan orangtua mereka ternyata serius, membuat Anita, Ardi, Sesil dan keluarganya, serta Lika dan Gara kini sudah berada di sebuah boat yang akan membawa mereka ke Pulau Tidung untuk berlibur.
Lika menguncir ulang rambutnya yang sudah berantakan terkena angin sebelum menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Sesil.
"Kalian beneran ingin menunda dek?"
Lika memutar bola matanya. Moodnya sedikit jelek semenjak mendapat penolakan halus Gara tadi malam sehingga membuatnya ingin menghindari pembahasan mengenai Gara, "Gue udah pernah cerita sama lo kan kak? Lo lupa?" tanyanya dengan nada malas.
"Enggak lupa. Gue nanya karena cuma ingin mastiin alasan kalian masih sama atau enggak."
"Masih sama, kak." Lika menatap Gara yang sedang menggendong Nathan di ujung dek boat.
"Gue lihat Gara dekat dengan Nathan. Gue sempat mikir kalau kalian batal untuk menunda karena kedekatan Gara dan Nathan." Kedua pasang mata mereka masih terpaku kepada Gara dan Nathan yang masih berdiri di ujung dek. Gara terlihat menunjuk-nunjuk sesuatu di depannya dengan mulut berkomat-kamit. Sedangkan Nathan hanya mengangguk-angguk seakan mengerti apa yang dikatakan oleh Gara. Lika yakin jika ada orang yang tidak mengenal Gara melihat kedekatan itu, mereka akan mengira Gara adalah ayah dari anak di gendongannya.
Lika mengangkat bahunya, tidak tahu. Di kepalanya masih mengingat bagaimana malunya Lika karena sudah mengatakan salah satu hal utama yang menjadi isi kesepakatan mereka. Walaupun Gara sudah resmi menjadi suaminya dan seharusnya menganggap itu sebagai hal yang wajar, namun kenyataannya tetap saja Lika malu.
"Mama."
Lika menengadahkan kepalanya yang beberapa saat lalu tertunduk. Entah sejak kapan Nathan dan Gara sudah berada di depan Lika dan Sesil. Padahal hanya beberapa menit yang lalu keduanya masih berada di ujung dek."Hai, sayang." Sesil menarik Nathan dari gendongan Gara. Menggendongnya.
"Kak, tadi Nathan bilang ke saya kalau dia sedikit pusing. Mungkin dia mabuk laut, Kak." Gara menjelaskan dengan nada sopannya.
"Iya, sayang?" Sesil menatap wajah Nathan yang mendadak lebih pucat. Nathan mengangguk lemah di gendongan Sesil. Sesil lalu membawanya menjauh lalu duduk di antara orangtuanya dan Bayu, berjarak beberapa kursi dari Lika duduk saat ini.
"Ka?" panggil Gara saat melihat Sesil dan Nathan sudah duduk di antara orangtua Lika dan Bayu.
"Ya?" jawabnya dengan datar tanpa menolehkan kepalanya.
"Nanti disana aku akan beli pengaman. Kalau kamu mau kita bisa melakukannya malam ini." ucap Gara tepat di telinga Lika, memastikan agar tidak ada yang mendengar perkataannya.
Ucapan Gara sontak membuat Lika menolehkan kepalanya, menatap Gara yang sedang tersenyum canggung kepadanya sambil sesekali menggaruk tengkuknya yang Lika yakin tidak gatal.
Astaga Gara, Lika mendesah nafas panjang seraya membatin. Angin ombak yang mengenai dirinya tidak mampu meredakan panas di kedua pipi Lika setelah mendengar kalimat Gara barusan.
***
Saat ini Lika sudah berada lagi di rumahnya dengan Gara di Bandung. Liburan tiga hari dua malam bersama dengan keluarganya dan Gara memang membuat hatinya senang. Lika tiba di rumah dengan tangan yang tidak kosong. Sebuah kertas berisi rancangan kafe mereka, hasil tangan Bayu, terbentang di meja ruang tamu. Lika sedang mempelajari rancangan itu sambil sesekali tersenyum puas.

KAMU SEDANG MEMBACA
distance
ChickLitDistance /'distans/ noun an amount of space between two things or people; verb make (someone or something) far off or remote in postion or nature. Ketika kata setia tidak hanya sekedar diucapkan di mulut saja melainkan juga menepatinya...