9. What If I...

12.8K 1.1K 54
                                    

Rei tengah menyantap bento yang ia beli di kantin siang itu. Alika tengah sibuk berlatih dengan klub Volley sekolahnya yang akan bertanding minggu depan. Alika merupakan pemain inti dan mau tidak mau, Alika harus giat berlatih meskipun di jam istirahat.

Sudah dua hari berlalu sejak kekacauan yang terjadi di kantin antara Rika dan Alika, dan sudah dua hari juga Mike sibuk mencari keberadaan Rika di setiap istirahat yang sepertinya menurut hasil pendengaran diam-diam Rei yang selalu memasang tampang tak acuh begitu Mike kembali dari hasil pencariannya, Rika sudah tidak masuk sekolah sejak menghilang di istirahat kedua hari itu.

Mike menghampiri Rei yang tengah duduk menyantap bentonya sendiri di kantin dengan tidak bersemangat dan menghela nafas panjang duduk di hadapannya.

Rei bisa menebak kalau hasil pencarian Mike adalah sama seperti hari sebelumnya melalui gelagat Mike yang tidak bersemangat. Namun Rei tetap menanyakan hal yang sama kepada Mike, "Ketemu?"

Mike menggeleng pelan. "Ketua kelasnya bilang kalau Rika izin sakit juga hari ini." Gumam Mike, terdengar nada cemas di dalamnya. "Rei, apa tidak sebaiknya kita menjenguk Rika? Kau tahu.... Aku tidak mungkin pergi sendiri ke rumah Rika. Tapi kalau bersamamu, bukankah itu akan terlihat normal?"

Rei menaikkan alisnya tinggi, ia tentu tahu kalau apa yang dikatakan Mike benar, tapi bukankah itu berarti Rei harus menjadi obat nyamuk untuk kedua orang itu! Dan juga apa yang harus dilakukan Rei selama mereka berdua berdekatan nanti?

"Bagaimana? Kau mau?" tanya Mike meminta pendapat Rei.

"A...." ponsel di saku Rei bergetar tepat sebelum Rei menolak tawaran Mike. Dan untuk pertama kalinya, Rei merasa lega melihat nama kakeknya muncul dilayar ponselnya. Dengan cepat Rei menjawab panggilan itu.

"Kek?"

"Kau tidak memberitahu ku kalau Rika-chan sedang sakit!!!!" Suara kakek memekik dan sarat sarat emosi terdengar disetiap katanya. Rei terpaksa menjauhkan ponselnya sesaat.

"Kakek...." Rei melirik kearah Mike yang melihatnya dengan tatapan bingung sebelum kemudian mengubah bahasanya menjadi bahasa Jepang agar Mike tidak tahu percakapan yang sedang terjadi. "Pasti Kakeknya yang memberi tahu ya?"

"Tentu saja! Aku merasa seperti kakek yang tidak peduli pada keadaan cucu menantuku sendiri!" Geram kakek di seberang sana.

Rei memutar otaknya untuk mencari alasan yang masuk akal. Ia sendiri bahkan tidak tahu keadaan Rika sebelum Mike kembali tadi. Meskipun terakhir kali ia melihat Rika dua hari yang lalu, wajah Rika terlihat sedikit pucat. "Aku..."

"Kau juga tidak sekalipun menjenguk Rika, bukan? Bahkan saat Rika pulang tiba-tiba kau juga tidak mengantarnya kerumah! Kau adalah tunangannya, Rei! Kau seharusnya..."

"Wow.. Kek, tenang! Tarik nafasmu." Potong Rei cepat begitu ia bisa membaca kearah mana Kakeknya akan mengomel. Rei yakin kalau ia berkata jujur bahwa dirinya juga sama tidak tahunya seperti Kakek, Kakek Rei pasti akan mengomel lebih panjang. "Aku... Hanya tidak mau kau khawatir mengenai kesehatannya." Kilah Rei.

"Kenapa aku tidak boleh mengkhawatirkan kesehatan cucu menantuku? Lagipula kenapa kau tidak sekalipun menjenguknya? Kau adalah calon dokter, Rei! Apa kau sama sekali tidak khawatir dengan kesehatan calon Istrimu?"

Pertanyaan Kakek yang membombardir di telinga Rei mulai menyulut kesabarannya. Terlebih kakek berulang kali mengulang kata cucu menantu dan juga calon istri. Demi Tuhan, Kami hanya bersandiwara!

"Dia memintaku untuk tidak datang." Bohong Rei, ia sengaja tidak menyebutkan nama Rika secara gamblang agar sahabat di depannya tidak tahu kalau ia sedang membahas mengenai Rika.

She's (Not) My FianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang