It's not the same,
No, it's never the same
If you don't feel it too.
If you meet me halfway,
If you would meet me halfway,
It could be the same for you.
- Realize, Colbie Caillat***
Rei menatap ponselnya dengan mata lelah. Berpuluh-puluh pesan ia kirim pada Rika, tidak satupun balasan yang ia dapat.
Aku sudah melakukan hal yang benar, bukan? Aku sudah mengatakan kalau kami masih bertunangan, kan? Aku bahkan sudah mengatakan keseluruh siswa-siswi kalau aku dan Alika sudah berakhir. Tapi kenapa...
Setelah pernyataan itu, tidak ada respon apapun yang di dapatkan Rei selain kekecewaan yang terlihat jelas di mata gadis itu.
Tidak ada keterkejutan seakan gadis itu sudah tahu sebelumnya akan apa yang akan ia katakan.
Bahkan ketika Rei mendekatkan diri kearah gadis yang ternyata telah menangis itu, menarik gadis itu kedalam pelukannya, tidak ada kalimat bantahan atau usaha untuk membuat Rei menjauh. Tubuh gadis itu seakan tidak bertulang.
Lemah... lelah... pasrah.
"Kali ini, bukan karena ancaman Kakek. Tapi karena aku memang menginginkan pertunangan ini."
Kalimat itu yang Rei bisikkan ditelinga Rika sebelum gadis itu sesengukan di dadanya dan membalas pelukannya.
Tapi hanya itu.
Hanya pelukan itu dan segalanya kembali berbeda.
Gadis itu seakan tidak berjiwa. Yang tersisa hanya raganya. Bahkan ketika Rei menawari untuk mengantarnya pulang, Gadis itu hanya diam sepanjang jalan dan turun begitu sampai. Meski Rei bertanya atau mengajaknya bicara, Rei seperti bicara pada patung.
Namun sekali lagi, dimana letak kesalahan Rei?
Apa ia terlalu memaksa? Memaksakan kehendak untuk mengungkapkan sebuah fakta?
*
Menyerah tidak pernah menjadi sebuah pilihan. Setidaknya tidak bagi Rei.
Pagi-pagi sekali Rei sudah menyambangi rumah Rika dengan seragam olah raganya untuk mengajak gadis itu pergi bersama. Jarak 2x lebih jauhpun sanggup ditempuhnya meski ia harus bangun lebih pagi disaat ia sulit tidur semalam.
"Ohayo, Ojii-san!" Sapa Rei begitu Kakek Rika membukakan pintu di hadapannya.
"Oh, Ohayo, Rei! Ayo masuk." Ajak Kakek Rika yang memberikan senyum ramah kepadanya.
"Aku ingin menjemput Rika, Kek. Apa Rika sudah si-"
Wajah kakek Rika berubah menjadi senyuman miring sebelum menyela ucapan Rei. "Rika... sedang tidak enak badan, Rei. Jadi dia tidak masuk sekolah hari ini. Kakek sudah mengabari Mike mengenai itu."
Senyum di wajah Rei juga menghilang. Apa karena Rika sakit? Bersamaan dengan deklarasinya kemarin? Atau karena Rika ingin menghindari dirinya? Atau karena kakek yang sudah lebih dulu mengabari Mike?
"Kakek tidak tahu kau akan kemari, karena beberapa hari belakangan, Mike yang terus menjemput Rika, jadi Kakek memberitahu Mike agar ia tidak perlu kemari." Seakan bisa membaca kekecewaan di wajah Rei, Kakek Rika menjelaskan cepat alasannya menghubungi Mike daripada Rei.
Rei mengangguk maklum. Meski hatinya masih terasa ada sebuah batu ganjalan.
"Tapi, Rei... Apa kemarin terjadi sesuatu? Rika terlihat murung dan dia bahkan tidak menyentuh makan malamnya." Mata tua Kakek Rika menatap pemuda di hadapannya dengan tatapan cemas. "Rika tidak mengatakan apapun ketika Kakek bertanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
She's (Not) My Fiancee
Teen FictionChapter di PRIVATE Acak! Ketika Cinta dan penyesalan datang secara bersamaan. Dan kata 'memiliki' bukan lagi menjadi sebuah Jaminan. Hingga Berjuang dan Tidak menyerah bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. You never know how much you lov...