Rei tiba dalam 45 menit. Ia tidak tahu sudah berapa lampu merah yang ia terobos, bahkan ia tidak tahu berapa kecepatan mobilnya. Yang ada di benaknya hanya Rika, Rika dan Rika.
Pintu rumah Rika di ketuk secara brutal oleh Rei. Pelayan rumah itu yang kebetulan masih berada disana juga tergopoh-gopoh untuk membuka pintu karena diburui oleh ketukan Rei.
"Bi, Rika dimana?" Tanya Rei begitu wanita paruh baya yang masih belum sadar dari rasa terkejutnya membuka pintu.
"Di atas, Tuan. Di kamar nona Rika." Jawabnya terbata. Masih tercetak jelas wajah kepanikan di wajahnya.
Tanpa menunggu dipersilahkan masuk, Rei langsung menerobos kedalam dan menuju ke lantai dua.
"Rik-" panggilannya dilanjutkan saat ia membuka pintu. Karena ternyata suara derit pintu yang tiba-tiba terbuka cukup mengejutkan Rika, dan Rika sudah menoleh dengan wajah penuh airmata dan khawatir.
"R-rei..." isaknya terbata. "O-ojiichan... ojiichan tidak mau bangun..."
Barulah mata Rei melihat laki-laki paruh baya yang seumuran dengan kakeknya, terbaring di atas kasur Rika.
Rei bergerak mendekat kearah Kakek Rika dan menyentuh pergelangan tangannya untuk mencari denyut nadi yang berdenyut lemah
Rei menghela nafas dan ia melakukan prosedur kecil yang ia sempat pelajari dari kakek dan juga ayahnya untuk menangani keadaan seperti ini."Kakekmu tidak apa-apa. Kakek hanya pingsan, mungkin kelelahan. Tapi untuk lebih pastinya, kita bawa ke rumah sakit saja. Kebetulan Papa sedang praktek hari ini." Rei melihat kearah Rika yang masih terisak memanggili Kakeknya meski sudah ia jelaskan kalau keadaan Kakeknya tidak sedang dalam bahaya.
Hati Rei juga pedih melihat Rika terisak seperti itu. Ia ingin menyeka air mata Rika dan memeluknya, tapi ia ragu.
Akhirnya yang ia lakukan selanjutnya adalah membopong tubuh Kakek Rika untuk dibawa bersamanya ke rumah sakit.
Rika terkejut melihat Rei kuat membopong tubuh kakeknya. Namun kemudian ia tersadar kalau Rei bermaksud membawa kakeknya ke Rumah sakit sekarang juga.
Dengan langkah lemas, Rika mengikuti punggung Rei yang sudah lebih dulu jalan di depannya.
***
Rika duduk kursi yang tersedia di samping ruang rawat kakeknya ketika Rei keluar dari ruangan itu setelah memastikan kalau Kakek Rika sudah baik-baik saja.
Seperti katanya, Kakek Rika terlalu banyak pikiran dan kelelahan hingga ia kehilangan kesadaran. Kakeknya hanya butuh istirahat dan pengamatan yang akan Ayahnya lakukan di rumah sakit.
Rei menghela nafas sambil menutup pintu di belakangnya, kemudian menatap Rika yang bahunya bergetar.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Rika sama sekali tidak menghentikan tangisnya. Bahkan saat Ayah Rei mengatakan keadaan Kakeknya, Rika juga tidak menghentikan tangisnya.
Kali ini Rei menatap Rika dengan tatapan menahan. Ia ingin mendekati Rika, memeluk gadis itu, menenangkan tangis gadis itu, tapi ia sudah berjanji.
Rei mengepalkan tangannya, menahan emosinya yang membeludak, menahan keinginannya untuk memeluk Rika.
Ia menatap jam tangannya dan menghela nafas. Satu jam lagi, ia harus sudah berada di bandara. Itu artinya ia harus meninggalkan Rika sekarang.
Disaat kondisi Rika seperti ini.
Tapi tadi ayah Rei mengatakan kalau dia sudah menghubungi ibu dan juga Kakeknya. Itu artinya sebentar lagi mereka akan segera sampai. Jadi seharusnya Rei tidak perlu khawatir, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
She's (Not) My Fiancee
Teen FictionChapter di PRIVATE Acak! Ketika Cinta dan penyesalan datang secara bersamaan. Dan kata 'memiliki' bukan lagi menjadi sebuah Jaminan. Hingga Berjuang dan Tidak menyerah bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. You never know how much you lov...