Mike menatap prihatin kearah sahabatnya yang sudah berdiam diri duduk menatap jendela di kamar tidurnya dengan tatapan kosong sejak 4 jam yang lalu.
Mike harus menarik sahabatnya itu turun dari panggung karena laki-laki itu terlihat tidak berjiwa semenjak Rika menamparnya di tengah panggung, lalu membawanya ke rumah. Mike tidak bisa mengembalikan Rei ke keluarganya dalam keadaan seperti ini. Mike tidak tahu apa yang harus ia jawab kalau-kalau Keluarganya menanyakan apa yang terjadi pada semata wayang mereka.
"Rei, kau yakin tidak mau makan?" Tanya Mike setelah diam cukup lama memperhatikan Rei.
Tidak ada jawaban yang Mike terima. Mike terpaksa melangkah mendekati Rei, menepuk pundak laki-laki itu dan menariknya ke alam kesadaran sebelum raganya dimiliki oleh makhluk lain, dan itu menakutkan!
"Rei." Panggil Mike lagi.
"Apa yang harus aku lakukan lagi untuk membuktikan perasaanku pada Rika, Mike?" Gumam Rei. Itu adalah kalimat terpanjang pertama setelah ia terdiam.
"Mungkin Rika hanya terkejut melihatmu tiba-tiba naik keatas panggung, Rei." Mike mencoba membela Rika meski kalau ia pikirkan lagi, tidak ada reakso terkejut yang seperti itu kecuali kalau gadis itu kecewa.
"Rika membenciku, kan?" Tanya Rei pelan. "Kau sering bersamanya, kau pasti tahu kalau Rika membenciku sepenuh hatinya, kan?"
Mike menggeleng, namun karena gelengan itu tidak bisa di lihat oleh Rei, maka Mike menegaskan sangkalannya melalui ucapan. "Rika tidak seperti itu."
Rei menoleh, tatapannya antara suka dan tidak. Suka karena Mike benar, Rika bukan tipe orang pendendam. Tidak suka karena Mike yang mengingatkannya akan hal itu mengenai Rika.
"Lalu apa yang harus ku lakukan? Apapun yang kulakukan sekarang, tidak pernah terlihat baik di mata Rika. Apapun yang kulakukan seakan memiliki mata pisau yang selalu menyakitinya lagi... dan lagi... apapun yang kulakukan, aku tetap tidak bisa mengembalikan rasa percaya Rika padaku." Lirihnya mampu memilukan siapapun yang mendengar suaranya termasuk Mike yang tidak pernah melihat sahabatnya berada pada tahap separah ini dalam patah hati.
Tidak ada Rei si Idola sekolah, atau Rei yang angkuh dan disegani. Sekarang di depan matanya hanya ada Rei yang rapuh, lemah hanya karena seorang wanita yang menolaknya.
"Aku tidak mau mengatakan ini, Rei. Karena ini hanya akan terkesan menuduh tanpa suatu bukti. Tetapi... perubahan Rika, sepertinya ada hubungannya dengan apa yang Alika katakan pada Rika saat pertandingan dulu." Ucap Mike ragu.
Mata Rei melebar, seakan seluruh kesadarannya sudah kembali berkumpul, ia langsung berdiri dan berhadapan dengan Mike. "Apa yang Alika katakan?"
Mike menggeleng. "Aku tidak tahu. Rika hanya mengatakan kalau apa yang kau ucapkan di lapangan dulu, dan apa yang Alika katakan, sama. Rika mengucapkan sesuatu seperti batu loncatan atau sebagainya. Kurasa kau sebaiknya bertanya langsung-"
"That witch!" Geram Rei seraya mencengkram erat lengan Mike hingga Mike mengaduh tanpa suara. "Aku tidak pernah menjadikan Rika sebagai batu loncatan! Aku mencintai Rika, karena aku memang mencintainya! Aku harus menemui penyihir sialan itu!"
"Rei tunggu!" Seru Mike menahan lengan Rei. "Ini sudah malam."
"Aku harus segera menyelesaikannya, Mike! Aku tidak mau Rika salah pahan terlalu lama padaku. Aku tahu Rika mencintaiku, dan aku tahu rasa sakitnya terus menyangkal rasa itu." Sahut Rei tidak sabaran.
"Ada hal yang lebih penting dari itu sekarang, Rei." Teriak Mike tegas. Rei berhenti bergerak dan memperhatikan Mike dengan mata penuh tanya.
Apa lagi yang lebih penting dari Rika sekarang ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
She's (Not) My Fiancee
Teen FictionChapter di PRIVATE Acak! Ketika Cinta dan penyesalan datang secara bersamaan. Dan kata 'memiliki' bukan lagi menjadi sebuah Jaminan. Hingga Berjuang dan Tidak menyerah bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. You never know how much you lov...