36. Keraguan.

7.6K 772 42
                                    

"Sampai kapan kau mau mendekam disini, Rika-chan?" Tanya Mike sambil menyandarkan punggungnya di dinding. "Rei masih menunggumu di depan."

"Aku tahu." Ujar gadis itu. Tatapannya masih menerawang ke depan dan kosong.

"Lalu apa yang kau lakukan disini? Matahari sudah hampir terbenam, dan aku yakin Rei tidak akan percaya kalau kau sedang berdiskusi pembagian peran untuk pentas seni nanti kalau Rei tahu, anggota regu yang hadir hanya kau dan aku." Mike terkekeh geli. "Rei memang bodoh, tapi kurasa dia tak sebodoh itu."

Rika meringis menangkap sindiran yang Mike sampaikan secara tidak langsung. Ia memang sengaja menghindari Rei sepanjang jam pulang sekolah dengan alasan rapat. Memang ada rapat pembagian peran, dan rapat itu sudah berakhir 2 jam yang lalu.

Rika masih merasa aneh dengan perubahan sikap Rei yang drastis. Bahkan Rei yang dulu, tidak akan sesabar ini menunggu Rika. Rei yang dulu akan meninggalkannya, membiarkannya pulang sendiri, dan tidak akan peduli apakah Rika lecet atau tidak.

Bukan perasaan tidak nyaman yang menjadi alasan Rika menghindar. Melainkan sebaliknya. Rika takut hanyut dalam kenyamanan yang Rei tawarkan.

"Sudahlah, Rika-chan." Mike menegakkan tubuhnya dan menghampiri Rika yang masih memangku dagunya dengan kedua tangan di atas meja. "Saatnya menghadapi Rei."

Rika menatap Mike sebelum ia menghela nafasnya, "Maaf jadi membuatmu pulang selarut ini." Gumam Rika pelan. Ia mengalah dengan kekeras kepalaannya dan memilih mengalah untuk menghadapi Rei.

Perjalanan pulang kali ini pasti akan terasa lama. Mungkin Rika akan pura-pura tidur selama perjalanan agar ia tidak perlu lagi berinteraksi dengan Rei seperti tadi.

Menyelamatkan sisa-sisa hatinya agar tidak kembali tersakiti oleh orang yang sama. Mungkin ini pilihan terbijak sekaligus tersulit untuk Rika lakukan.

Parkiran mobil sudah sepi, hanya tersisa dua mobil. Satu milik Mike, dan satu lagi milik Rei.

Rika sebenarnya tidak yakin, tapi Rei seharusnya tahu kalau Rika sedang menghindarinya ketika ia tidak kunjung keluar setelah 2 jam berlalu. Tapi Rei masih menunggu tanpa menyemprotkan api kemarahan seperti biasanya.

Lagi-lagi Rika terus melakukan perbandingan.

"Kalau begitu aku kembali. Kau hati-hati di jalan dan sampai bertemu lagi besok." Mike mengacak rambut Rika dan berlalu pergi menghampiri mobilnya yang terparkir sedikit lebih jauh.

Rika menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum menghampiri mobil Rei disertai debaran jantungnya yang kembali berulah.

Rika menggigit bibir bawahnya ragu saat tangannya meraih handle pintu mobil Sport itu, dan membukanya.

Rika sudah menguatkan batinnya untuk mendapati wajah masam Rei juga omelannya, tapi seketika ia tercengang saat melihat wajah pulas Rei di bangku pengemudi. Kaca mobil di sisinya sedikit terbuka agar ada pergantian udara.

Rei menunggunya sampai tertidur, bukan masuk mencarinya dan memaksanya pulang seperti apa yang seharusnya Rei sering lakukan. Memaksakan kehendaknya.

Degup di dada Rika semakin menggila. Mata gadis itu terasa panas dengan bayangan airmata yang mengancam turun.

Kenapa Rei rela menungguku?

Detik berlalu menjadi menit. Rika terus menatap wajah Rei lekat. Hingga dirasanya cukup, Rika memutuskan untuk membangunkan Rei dengan menggoyang bahu Rei.

"Rei." Panggil Rika pelan. "Rei." Ulangnya.

Kerutan di kening Rei menandakan kalau kepulasannya terganggu, dan tidak lama matanya terbuka untuk melihat pengganggu kepulasan tidurnya, dan sedetik kemudian, bibirnya tertarik di kedua sisi.

She's (Not) My FianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang