22. Kedekatan Kecil.

8.8K 943 21
                                    

Rika menatap kosong buku novel di hadapannya semenjak ia membuka buku itu. Awalnya ia memang sengaja membawa novel untuk mengusir rasa bosan karena Mike melarangnya untuk berenang akibat gangguan pernafasan yang masih mengganggunya sejak kemarin.

Akan tetapi Rika tidak dapat berkonsentrasi akibat pikirannya yang tiba-tiba saja kembali mengingat wajah cemas Rei kemarin. Rika benar-benar tidak mengerti apa yang di maksud Rei dengan tatapan itu sementara Alika masih berada di sampingnya dengan tatapan tidak suka.

Kemarin ia bisa meyakinkan diri kalau itu adalah insting Rei sebagai calon dokter untuk bertindak refleks saat melihat keadaan Rika, tapi kata-kata Rei di taman kala itu merasuki pikirannya tanpa ijin untuk membangkitkan kembali sedikit harapan di hati Rika dan ketika tiba-tiba saja Rei menggenggam tangannya diam-diam saat mereka berjalan berdampingan seusai makan.

Awalnya Rika berusaha mengelak dan melepaskannya perlahan sebelum Mike dan Alika menyadarinya, namun Rei mengeratkan pegangannya. Rika sempat melirik wajah Rei yang terlihat seperti tidak terjadi sesuatu, namun genggaman tangan Rei membuktikan kalau ekspresi datar di wajah Rei hanya ilusi belaka.

Meskipun ia tidak mau mengakuinya, namun lagi-lagi ia membandingkan genggaman tangan Rei di tangan kanan dan genggaman Mike di tangan kirinya. Kedua orang yang memiliki status berbeda di kehidupan Rika, dan dua rasa berbeda yang di hasilkan genggaman tangan mereka. Sekali lagi, Rika merasa benar dengan genggaman tangan Rei yang memenuhi setiap celah jari tangannya dan kehangatan serta tekanan yang diberikan oleh Rei. Seakan mencerminkan perasaan Rei yang tidak mau melepas Rika. Namun itu tidak mungkin.

Rei tersenyum melihat Rika yang tengah melamun di kursi penonton di barisan paling atas. Rei yakin kalau Rika tengah melamun, karena buku yang sejak tadi berada di pangkuannya tidak beranjak satu halamanpun. Rei memutuskan untuk mendekati Rika yang sepertinya masih tidak menyadari kehadirannya yang berada empat tingkat di bawah bangku Rika.

Hingga saat Rei duduk di kursi sebelah Rika yang kosong, Rika masih tidak menyadari. Rei tidak memiliki maksud untuk menyadarkan Rika kembali ke alam nyata, melainkan ia terus menatap sisi wajah Rika yang bebas dari rambut panjang yang sedang diikat ekor kuda oleh Rika saat itu.

Perbuatan kecil yang memuaskan rasa rindu dan mengobati luka di dada Rei. Rei memiringkan kepalanya, menopang sisi kepalanya dengan tangan Kiri yang di sandingkan di pangkuan kakinya dan menatap Rika tanpa berkedip.

Rei tidak dapat menjelaskan bagaimana cemas dirinya saat mengetahui kalau Rika alergi terhadap asap rokok dan melihat Rika yang kesusahan bernafas kemarin. Ia bahkan mengabaikan setiap protes Alika saat ia mengantar Alika pulang kemarin. Pikirannya penuh dengan Rika dan kondisinya.

Ia bahkan memberanikan diri menggenggam tangan kecil Rika dan berharap kalau sentuhannya dapat menyampaikan pesan seberapa takut ia kehilangan diri Rika saat itu. Dan saat momen itu juga, Rei menyadari suatu hal. If one day i lose her, Either i'll die, or i'll be living with regrets.

Rika menghela nafas panjang dan mengerjap. Sudah berapa lama ia terus memelototi buku di pangkuannya itu? Rika menatap lurus kedepan dan melihat Mike yang masih berlari ditengah lapangan dengan anggota regu lainnya.

"Kau sudah sadar?" Tanya Rei tersenyum geli, apa lagi saat Rika terlonjak dan bergeser satu bangku menjauhinya. "Maaf..."

"Demi Tuhan! Sejak kapan kau berada di sini?" Rika mengelus dadanya yang berdebar kencang akibat perpaduan antara kaget dan juga reaksi saat ia melihat Rei.

Rei melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, "Sepuluh menit yang lalu."

"Kenapa aku tidak tahu? Maksudku... Kenapa kau tidak memberitahuku?" Rika menegakkan posisinya yang sekarang berjarak satu kursi dari Rei.

She's (Not) My FianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang