Oh Em Ji!

145 15 0
                                    

Prily menggeliat sambil menguap lebar. Matanya masih merem melek. Dan semua anggota badannya masih betah nangkring di tempat tidurnya.

Hari ini adalah hari pertamanya sebagai murid kelas IX. Di sekolah ada acara pembukaan semester baru jam 07.45 WIB nanti.

Jam dinding kamarnya masih menunjukkan pukul 06.00 WIB pagi, masih terlalu pagi untuk mandi.

Prily menggeliat lagi lalu berbaring terlentang, menatap langit-langit kamarnya yang ditempeli foto-foto hasil jepretannya selama ini. Tadi malam, sebelum tidur ia sudah menempelkan semua foto pemandangan malam kota Bandung yang kemarin diambilnya bersama Reddy di sana.

Prily tersenyum sendiri melihat semua hasil jepretannya kemarin yang kebanyakan menampilkan lampu-lampu hias itu.

Prily memang senang segala sesuatu yang bercahaya. Gak heran kebanyakan hasil jepretannya selama ini pasti berhubungan dengan lampu, bulan, bintang, sunshine dan sunset.

Tiba-tiba mata Prily mendadak melek 100% saat matanya menangkap sebuah foto. Foto Alva yang duduk di pinggir kolam air mancur.

Kemarin malam ia sempat ragu untuk menempelkan foto itu di langit-langit kamarnya atau tidak. Tapi setelah menganggap foto itu sebagai salah satu karya yang memiliki nilai seni yang tinggi ia memutuskan untuk menempelnya.

Dan sekarang, setelah mengamati foto itu lagi Prily jadi kembali penasaran siapa sosok cewek yang kemarin bersama dengan Alva.

Pacar Alva kah? Tapi siapa siswi di sekolahnya yang ada kemungkinan bisa jadi pacarnya? Atau hanya seorang teman? Tapi kan kalo disebut sebagai teman, bukankah mereka terlalu mencurigakan?

Ahh, disebut sebagai pacar juga gak terlalu tepat, sekarang kalo diingat-ingat lagi Alva dan cewek itu gak menunjukkan perilaku yang bisa dicurigai sebagai orang yang pacaran, toh mereka cuma bertengkar, sesama teman pun bisa bertengkar seperti kemarin itu.

Eh, tapi kan Alva mau ngasih cewek itu kado?? Alva juga bilang mereka gak bisa terus-terusan berpura-pura gak kenal. Ahhh, pusing...

Prily mengacak-acak rambutnya. Ia menghela nafas dengan agak berlebihan.

Bodoh, kenapa juga ia harus repot-repot memikirkan soal cewek misterius itu? Ini kan sama sekali bukan urusannya.

Tapi, dalam hati Prily mengakui, sosok cewek misterius kemarin itu cukup mengganggunya, entah kenapa.

Prily lantas menutup matanya rapat-rapat. Ia membuat dirinya sesantai mungkin agar semua pikirannya tentang cewek misterius itu pergi dari pikirannya. Ya, sesantai mungkin...

***

Prily mencengkram tali tasnya dengan erat sembari melarikan kakinya memasuki halaman SMP Narendra. Sekolah itu sudah sepi.

Dan itu artinya ia benar-benar sudah terlambat dihari pertamanya ditahun ketiganya di sekolah itu.

Tentu saja terlambat, jam tangannya menunjukkan bahwa ia memasuki area sekolah tiga puluh menit lebih lambat dari biasanya. Acara pembukaan semester baru pun pasti sudah lama selesai.

Prily terus berlari dengan kencang saat ia menaiki tangga menuju lantai tiga. Dan saat di koridor lantai tiga yang masih asing baginya, ia juga masih tetap berlari. Nafasnya sudah ngos-ngossan namun ia gak punya waktu untuk istirahat.

Apalagi saat membayangkan omelan dari guru barunya, rasa capeknya langsung hilang. Pokoknya ia harus secepatnya menemukan kelas barunya, kelas IX-A.

Prily membaca dengan cepat setiap papan identitas kelas ditiap kelas yang dilewatinya. Jam terus berjalan sementara ia juga masih belum menemukan kelasnya. Prily mulai frustasi.

Harusnya tadi ia berangkat pagi-pagi agar bisa mencari kelasnya dan bukannya malah sibuk memikirkan cewek misterius yang bersama dengan Alva. Ia benar-benar sangat bodoh!!

Hari ini ia pasti bakal habis dibantai guru barunya. Malahan bisa-bisa dia dimasukkan ke dalam catatan blacklist untuk murid bermasalah dihari pertamanya disemester ini. Huaaa, tidaaaaaaak~~~~~

Kelas IX-A dimana kamu? Raung hati kecil Prily. Disaat ia hampir menyerah. Akhirnya matanya menangkap tulisan IX-A di papan kecil di sebuah ruangan paling ujung koridor. Dengan cepat ia melarikan kakinya ke sana.

Ia menghentikan larinya tepat di depan pintu kelas IX-A. Ia menarik nafas berkali-kali dan mengeluarkannya dengan gugup.

Bagaimana sekarang? Pintu kelas itu sudah tertutup rapat. Namun dari dalam kelas terdengar suara berat seorang laki-laki.

Mampus!! Ternyata gurunya adalah laki-laki! Biasanya sih Guru yang pertama kali masuk di semester baru ini adalah wali kelas mereka.

Ini sih namanya bencana! Guru laki-laki kan pantang berbelas kasihan pada murid.
Prily mendekatkan telinganya ke pintu. Sepertinya guru itu sedang memberikan pengarahan.

Tidak apa-apa kah kalau ia masuk sekarang? Atau ia tunggu saja sampai guru itu selesai bicara? Pilihan mana yang paling bagus?

Ahhh, Prily jadi pusing sendiri! Ia gak mau membuat masalah di hari pertamanya di tahun ajaran baru ini.

Ia bertekat menjadi murid yang meskipun gak terlalu pintar, namun dinilai sebagai murid yang patuh dan baik dimata guru-gurunya. Tapi sekarang ia dengan sukses menghancurkan tekatnya itu sendiri.

Tiba-tiba sebuah tangan terulur dari arah belakangnya untuk membuka pintu kelas. Prily kaget melihatnya.

Prily dengan cepat melangkah mundur dan sukses menabrak orang yang berdiri di belakangnya itu, disaat yang bersamaan buku-buku milik orang yang ditabraknya berjatuhan, suara jatuhnya terdengar memecahkan kesunyian di koridor itu.

Sadar ia sudah membuat buku-buku orang yang berdiri di belakangnya itu terjatuh, Prily dengan cepat membungkukkan badannya untuk meraih buku-buku milik orang itu.

Ia meraihnya dan dengan cepat kembali berdiri tegak sambil menyodorkan buku-buku yang baru saja diraihnya pada orang yang berdiri di belakangnya.

Namun, mulutnya ternganga lebar saking kagetnya, tepat sesaat setelah ia menyadari siapa orang yang ditabraknya itu.

Alva Revaro !! Astaga, kenapa bisa-bisanya ia menabrak cowok itu?! Ini sih masalah baru namanya!!

Eiiits, tunggu, tunggu dulu deh. Ngapain Alva di sini? Oh My God, jangan bilang mereka sekelas!

Bersambung...

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang