That Girl

73 6 0
                                    

Talitha? Prily terpaku pada sosok Talitha yang sedang duduk di kursi, mengerjakan tugas sambil menempelkan handphone ke telinga. Talitha jelas lagi ngobrol di handphone. Tapi kan... gak mungkin!

Prily kenal Talitha. Talitha itu sahabatnya. Gak mungkin Talitha mendukungnya naksir Alva kalau Talitha pacarnya Alva. Talitha juga gak akrab dengan Alva. Mereka jarang banget ngobrol. Dan yang pasti, Talitha gak berambut panjang. Jadi gak mungkin Talitha pacarnya Alva.

Prily kembali mengedarkan matanya. Ia kemudian menyadari bahwa ada dua orang lagi di kelas itu yang sedang mengobrol di handphone. Aldo, si kapten futsal, dan... Mila.

Prily terhenyak. Ia memandangi Mila. Cewek yang kemarin membullynya itu punya ciri-ciri yang sesuai dengan pacarnya Alva.

Rambut panjang sepunggung dan badan ramping dan tingggi semampai. Persis seperti pacarnya Alva. Astaga, apakah ini nyata? Mila pacarnya Alva??

Prily langsung terduduk di kursinya. Kenyataan ini terlalu memukul hatinya. Mila yang membullynya adalah pacarnya Alva. Kalo gitu sih... wajar aja Mila membullynya, karena Mila cemburu.

Prily menghela napas. Menoleh kembali pada Mila. Cewek itu masih mengobrol di handphone sambil senyum-senyum sendiri. Terlihat sangat bahagia.

Tiba-tiba aja Prily merasa iri. Ia merasa marah. Dadanya seperti terbakar. Panas. Buru-buru ia membuang muka.

Prily lantas bangkit dari kursinya. Ia berjalan menuju meja Kinal sambil membawa buku tugas fisika miliknya. Daripada ia melihat Mila yang bertelponan ria dengan Alva mending ia menyontek tugas fisika-nya Kinal.

"Nal, nyontek ya?" tanya Prily saat ia sudah sampai di meja Kinal. Ia melirik sekilas pada Talitha yang sedang mengobrol di handphone dengan wajah serius. Duduknya agak membelakangi mereka.

Kinal manyun. "Ahh elo, nyontek mulu. Sekali-sekali usaha dong, Pril," omelnya.

"Otak gue lagi buntu." Prily menyahut. Ya kan, sakit hati begini mana bisa disuruh mikir. Apalagi soal yang mau dijawab itu soal fisika, perlu pemikiran keras.

Meskipun mengomel, Kinal tetap membiarkan Prily menyontek. Kinal bahkan mau berbagi kursi. Satu kursi diduduki berdua. Yeah biar Prily gak menyontek sambil berdiri gitu...

Prily baru menyontek sekitar lima menitan saat ia menyadari bahwa Talitha gak ada di sebelah Kinal. Pergi ke mana tuh anak?

"Nal, Talitha ke mana?" tanya Prily sambil terus menyontek.

"Gak tau. Tadi dia ngomel-ngomel pas ngobrol di handphone. Gak tau ngomelin siapa." jawab Kinal, juga sambil terus menulis.

Prily mengerutkan keningnya. Agak kaget mendengarnya. Setahunya Talitha itu marah kalau ada sesuatu yang gak bisa ditolerirnya. Gak seperti Prily dan Kinal, Talitha termasuk tipe orang yang blak-blakkan. Marah ya marah. Sedih ya sedih.

Prily pun membuat kesimpulan. Lawan bicara Talitha di handphone pastilah orang yang menyebalkan.

Prily lantas menolehkan kepalanya pada Mila. Sekedar ingin tahu, Mila masih telponan sama Alva atau gak. Tapi lho kok gak ada? Tadi kan Mila masih telponan di kursinya. Ke mana tuh anak?

Hatinya tiba-tiba saja mengatakan sesuatu. Prily pun  buru-buru menengok ke belakang, ke mejanya. Dan menemukan fakta bahwa Alva juga belum balik ke mejanya.

Tunggu, jangan-jangan...

***

Di tempat lain, tepatnya di atap gedung sekolah. Alva sedang duduk di kursi panjang yang cuma ada satu-satunya di sana. Matanya memandang lurus seorang cewek yang sedang berdiri di depannya.

Suasana di atap gedung sekolah itu sangat sunyi. Sehingga menjadi tempat yang tepat bagi siapa saja yang ingin melakukan pertemuan secara sembunyi-sembunyi. Seperti mereka berdua ini.

"Jadi lo maunya apa?" tanya Alva pada cewek itu.

"Menurut lo?" cewek itu balik bertanya. Selain suaranya yang ketus, tatapan matanya yang tajam juga menyadarkan Alva bahwa sekarang cewek itu sangat marah padanya.

Alva tersenyum kecut. "Gue gak bisa membaca pikiran orang jadi gue gak tahu apa yang sekarang lo pikirkan..."

Cewek itu langsung mendengus mendengar ucapan Alva. "Semua orang juga gak bisa membaca pikiran orang kali, Va. Tapi semua orang bisa mikir, apa yang baik dan apa yang gak baik untuknya. Gak kayak elo, yang lo lakuin pasti salah!"

"Gue selalu salah? Masa? Bukannya di mata lo itu walaupun gue benar tetap aja gue lo anggap salah?"

"Elo selalu salah!" Suara cewek itu meninggi. Ia lalu tersenyum. Bukan senyuman manis, melainkan senyuman merendahkan. "Kata orang lo itu jenius, tapi menurut gue, otak lo itu gak ada isinya."

Mendengar ejekannya itu Alva langsung bangkit dari kursi. Ia memandang cewek itu dengan jengkel. Bukannnya takut, cewek di depannya malah balas memandangnya dengan berani.

"Kenapa sih lo benci banget sama gue? Apa selama ini permintaan maaf gue masih belum cukup buat lo? Apa perlu gue berlutut biar lo bisa maafin gue?" tanya Alva beruntun.

Cewek itu gak menjawab. Ia malah membuang muka. Terlihat jelas bahwa ia menghindari pertanyaan Alva.

Alva pun akhirnya hanya menghela napas. Ia gak tahu kenapa cewek itu selalu bersikap kasar padanya setiap kali mereka bertemu. Sudah lupa kah cewek itu kalau dulunya mereka bersahabat? Sahabat sehati yang selalu melakukan apapun bersama-sama.

"Ini udah bertahun-tahun sejak kejadian itu..." ucap lirih, sesaat kemudian.

Ucapannya membuat cewek itu kembali memandangnya. "Ini emang udah bertahun-tahun tapi luka yang elo buat dulu masih belum sembuh sampai sekarang."

Alva terdiam. Gak lagi membuka suara. Dalam hati ia juga mengakui bahwa luka yang tercipta beberapa tahun yang lalu itu masih terbuka lebar. Bahkan ia juga masih merasakan sakit yang sama.

Untuk beberapa saat hanya ada keheningan di antara mereka. Baik Alva maupun cewek itu sama-sama membisu dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Oke. Gue mau ketemu lo di sini bukan karena gue berminat ngomongin masa lalu sama lo. Gue ke sini karena urusan lain..." kata cewek di depannya, memecah keheningan.

Mereka beradu pandang. Lalu sejurus kemudian Alva menghela napas, menyerah, cewek di depannya ini sepertinya memang gak tertarik membahas masa lalu mereka. Alva lantas memandang ke bawah, ke halaman sekolah yang saat itu tampak kosong.

"Terus sekarang apa mau lo?"

Bersambung...

Haaai, gimana ceritanya? Pasti pada nebak-nebak sesuatu ya kan?
Jangan lupa votenya ya readers ^_^v
Oh iya, mulai sekarang You And First Love bakalan update tiap hari selasa. So, sampe ketemu selasa depan ya guys. Dan lagi-lagi, makasih udah mampir ke sini. I love you Readers-nim~~~

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang