Saved

86 7 0
                                    

Sebenarnya Prily sudah berlatih keras agar bisa mengimbangi kemampuan basket Alva yang bagus tapi karena ia bukanlah tipe orang yang tahu bagaimana caranya bermain basket, ia jadi melakukan banyak kesalahan.

Alva melemparkan bola basket dengan kasar pada Prily. Bola basket itu mengenai perut Prily dan memantul begitu saja tanpa Prily sempat menangkapnya.

Alva lagi-lagi memasang tampang kesal begitu melihat bola basket mereka kembali menggelinding di lantai lapangan. Ia berkacak pinggang dan berseru dengan keras, "Sebenarnya lo itu menguasai dasar-dasar bermain basket gak sih?"

"Maaf..." ucap Prily pelan. Sejak tadi hanya itu yang bisa diucapkannya. Ia sudah hampir menangis gara-gara Alva terus membentaknya.

Mau gimana lagi? Prily memang gak bisa bermain basket dan partnernya juga AMPUN DEH galaknya! Heran, galak-galak begini kok banyak aja yang naksir? -__-

"Maaf? Telinga gue udah terlalu sering mendengar kata itu keluar dari mulut lo!" Alva lalu menunjuk ke arah bola basket milik mereka yang menggelinding sampai ke pojok lapangan basket. "Ambil bolanya. Sekarang !"

Prily menghela nafas dengan berat. Sial banget dirinya. Ia kan sedang olahraga basket bukan sedang jadi kuli suruh-suruh. Dasar nasib apes T___T

Awas aja lo Va, gue gak akan ngebiarin lo ngebentak gue lagi. Gue gak mau direndahin terus kayak begini, gue harus membalas Alva, ingat Prily pada dirinya sendiri.

Prily membungkukkan badannya untuk meraih bola basket milik mereka. Saat itulah ia merasa perutnya sakit.

Prily meringis sambil memegangi perutnya, berusaha menahan sakit. Seingat Prily ia sudah sarapan tadi pagi, jadi gak ada alasan maag-nya kambuh.

Ahh, benar. Tadi kan perutnya terkena bola. Pasti gara-gara itu perutnya jadi sakit. Rasa sakitnya juga beda. Perutnya seperti terasa habis dipukul.

Haruskah ia melapor pada Guru dan meminta untuk beristirahat? Tidak! Kalau ia melakukan itu entah apa yang akan Alva katakan padanya. Pasti cowok itu akan semakin memakinya.

Prily meraih bola basket dengan cepat lalu membawanya kembali pada Alva. Ia menyerahkannya pada Alva tapi Alva menggelengkan kepala.

"Kita udahan aja latihan oper mengopernya, percuma. Lo sama sekali gak bisa menerima ataupun memberikan bola. Kita latihan mendribel aja" katanya.

Alva mundur beberapa langkah lalu berhenti di dalam lingkaran tiga angka. "Lo dribel dari sana ke sini lalu lemparin bolanya ke ring. Paham?"

Prily gak mengatakan apa-apa, ia hanya menganggukkan kepalanya dan memutuskan untuk memendam kekesalannya di dalam hati saja. Lagipula badannya sangat lemas, buat gerak aja susah. Ia gak bakalan bisa juga melawan kesadisannya Alva.

Prily lantas mulai menghentak-hentakkan bola basket ke lantai sebelum ia mulai berlari menuju ring. Rasa sakit dibagian perutnya semakin menjadi-jadi.

Rasa sakit itu bahkan membuat pandangannya kabur. Ia tidak bisa melihat Alva dengan jelas apalagi melihat ke arah ring.

Meski begitu ia tetap memaksakan dirinya dan mulai mendribel bola. Ia mendribel bola dan membawanya perlahan-lahan ke arah Alva.

Alva sudah tidak jauh lagi darinya. Ia cuma perlu berlari beberapa langkah lagi untuk sampai ke tempat cowok itu berdiri.

Sayangnya karena konsentrasinya yang pecah akibat menahan rasa sakitnya. Prily tidak melihat ada temannya yang latihan mengoper bola di dekatnya.

Saat temannya itu akan menerima operan bola, Prily tidak sengaja berada di tengah-tengah mereka. Prily pun memekik ngeri saat bola basket yang dioper temannya itu meluncur lurus ke arahnya.

Kejadiannya sangat cepat. Tiba-tiba saja Prily menyadari Alva sudah berada di depannya.

Bukkk...

Detik berikutnya Prily langsung mendengar bunyi yang sangat keras dari cowok itu. Sekilas Prily melihat bola basket yang memantul dari tubuh Alva.

Cowok itu melindunginya. Cowok itu menjadi tamengnya dari bola basket. Prily benar-benar gak menduga cowok itu mau melindunginya.

"Lo gak apa-apa?" tanya Alva sambil membalikkan badan dan memandangnya.

Prily ingin mengucapkan terima kasih pada Alva karena telah menyelamatkannya. Tapi rasa sakit diperutnya semakin gak tertahankan.

Dalam hitungan detik semuanya terlihat kabur. Dan sebelum ia sempat menjawab pertanyaan Alva, Prily sudah lebih dahulu ambruk ke lantai.

Bersambung...

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang