It's First Love

100 6 0
                                    

Pulang sekolah, Prily dan Talitha berjalan berdua menuju gerbang sekolah. Kinal udah lebih dulu pulang karena keluarganya ada urusan di luar kota.

Dan sejak tadi, sejak mereka keluar dari kelas, Talitha berkeluh kesah tentang tugas biologi mereka yang sangat banyak pada Prily. Hanya saja Prily gak bisa konsentrasi menyimak keluh kesahnya karena ia sibuk membayangkan wajah Alva.

"Kalo tugasnya sebanyak itu kan kita gak bisa ngerjain tugas lainnya. Ya kan, Pril?" Talitha mendadak melempar pertanyaan pada Prily.

Bisa ditebak dong Prily cuma diam, gak merespon sama sekali gara-gara ia gak nyimak.

"Pril?" panggil Talitha lagi.

Namun Prily masih aja gak berreaksi. Cewek itu terlalu terhipnotis oleh sosok Alva yang ada dalam khayalannya. Prily bahkan gak nyadar udah senyam-senyum sendirian.

"Priiiiiil!!" panggil Talitha setengah berteriak karena keki dicuekin.

"Eh iya? Apaan, Tha??" tanya Prily kayak orang linglung. Ia langsung memandang Talitha dan sama sekali gak tahu kenapa Talitha memasang wajah masam saat memandangnya.

"Lo gak dengerin gue ngomong ya?"

"Ummm....?" Prily membalas pertanyaan Talitha dengan wajah bingung.

Talitha jadi menghela napas. "Kenapa sih lo cengar-cengir sendirian kayak gitu?"

"Maksud lo? Enggak ada apa-apa kok," Prily berbohong. Padahal nih kedua pipinya bersemu merah dan itu tentu saja membuat Talitha yang jeli semakin penasaran.

"Hayoooo, jangan bohong lo! Gak ada apa-apa atau ada apa-apanya???"

"Serius gak ada apa-apa."

Talitha menatap Prily dengan tajam. Menatapnya langsung ke mata. Rasanya tubuh Prily seperti mengecil ditatap seperti itu. Ia khawatir Talitha tahu apa yang sedang disembunyikannya.
Prily buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Saat itulah matanya gak sengaja menangkap sosok Alva yang sedang berjalan agak jauh di depan mereka.

Otak Prily konslet kembali. Ia senyam-senyum sendiri sambil terus memandangi Alva. Ulahnya ini berhasil ditangkap oleh Talitha.

Talitha langsung nyengir usil. "Ooh, jadi ceritanya lo udah mulai naksir nih sama si Alva?"

Prily sontak kaget. Matanya membelalak saat memandang Talitha. Astaga! kok temannya ini pintar banget sih? Namun meskipun udah ketahuan Prily tetap berkilah.

"Enggak kok! Diiih, siapa juga yang naksir sama Alva? Sadis gitu."

Tawa Talitha seketika meledak.  Ia lalu merangkul Prily.

"Udah deh gak usah bohong. Kelihatan kok dari wajah lo. Sejak lo kembali dari UKS tadi wajah lo udah gak berhenti merona merah kayak gini." Talitha mentowel pipi Prily.

Prily langsung memegangi kedua pipinya. Memberi Talitha pandangan gak percaya.

Namun Talitha cuek. Ia malah kembali berkata, "Gue yakin, seyakin-yakinnya, lo pasti merasa terharu plus tersanjung karena Alva udah nolongin lo. Iya, kan?"

"Diiih, enggak kok. Gue emang merasa berterima kasih sama dia tapi gak sampai terharu kok. Lagian, tersanjung? Tersanjung apaan? Elo kira sinetron. Elo lebay ah Tha!"

Talitha berhenti berjalan. Ia menarik tangan Prily agar temannya itu juga berhenti berjalan. Talitha memandang Prily dengan wajah serius. "Lo yakin?"

"Yakin dong." Prily melepaskan tangannya dari tangan Talitha dan lantas memperbaiki letak tas punggungnya.

"Padahal kalo lo naksir Alva juga gak apa-apa kok Pril. Gue sama Kinal bakalan mendukung lo."

Prily menghela napas. Udah mulai jengah dengan interogasi Talitha. "Gue nggak naksir Alva. Titik. Gak pake koma."

Talitha melipat kedua tangannya ke depan dada. "Coba deh lo mikir sekali lagi. Bener lo gak naksir sama Alva? Padahal Alva udah menggendong lo sambil lari-larian gitu dari lapangan basket sampai ke UKS. Lo yakin gak naksir sama dia?"

Prily tersentak. Matanya melebar. "Alva ngegendong gue?"

Pertanyaannya itu langsung dijawab anggukan kepala oleh Talitha. "Yap, ngegendong lo sambil lari-lari. Tadi kayaknya dia cemas banget sama lo, Pril."

Prily langsung tertegun. Ia jadi gak tahu harus ngomong apa lagi. Seorang Alva menggendongnya? Astaga. Ini mimpi ya?

Tanpa bisa dicegahnya, Prily merasa seolah terbang ke langit biru. Ia tersanjung-jung-jung. Senyuman di wajahnya aja sekarang udah selebar pintu.

Talitha nyengir, sadar pancingannya kena. Ia lalu menunjuk ke arah Alva.

"Bayangin deh, Pril. Seandainya elo bisa jalan pulang bareng sama dia. Romantis, kan?"

Jalan bareng sama Alva pas pulang sekolah? Prily langsung mengkhayalkannya. Ia dan Alva pegangan tangan sambil menyusuri jalan menuju gerbang sekolah. Hyaaa! Talitha benar. Itu sangat romantis.

Talitha ngakak melihat Prily memandang Alva sambil cengar-cengir seperti itu. Ia lantas menepuk bahu sahabatnya itu dengan keras sehingga Prily langsung melonjak kaget.

"Nah, tuan putri. Tolong stop mengkhayal," ujarnya, gak peduli pada Prily yang mengomelinya karena sudah mengagetkannya.

"Stop mengkhayal dan do it!" Talitha menambahkan. "Gue bakalan dukung lo kok, Pril. Selamat udah nemuin cinta pertama lo."

Pipi Prily kembali merona. "Apaan sih lo, Tha." Ia buru-buru melanjutkan langkahnya.

"Apanya yang apa-apaan?" Talitha tergelak sambil menjajari langkah Prily. Ia juga lagi-lagi mentowel pipi Prily.

"Cieee akhirnya elo terkena sumpah gue. Makanyaaa, gak usah pake sumpah gak bakalan naksir segala deh. Karma kan jadinya hahaha..."

Prily gak menggubris Talitha. Ia terus berjalan. Talitha kalo diladenin malah makin menjadi.

Tapi Talitha juga benar. Ia udah menemukannya. Cinta pertamanya.

Yap, cinta pertamanya. Perasaan yang campur aduk ini, perasaan yang bahkan gak bisa dideskripsikannya.

First love, it's a simple feel but also a hard feel and it's on the same time, an undefined feel...

Bersambung


Readerku tersayang, makasih ya udah membaca ^^
Jujur, vote dari kamu adalah senyumanku.

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang