I Hope She Will Be Fine

96 7 0
                                    

Alva meregangkan pinggangnya. Sudah satu jam lebih ia duduk di ruangan UKS sekolah. Ia menemani Prily yang masih pingsan gara-gara insiden di lapangan basket tadi.

Tapi walaupun sudah lebih dari satu jam cewek itu masih juga belum siuman. Kata Dokter sekolah sih keadaan Prily baik-baik saja.

Hanya perutnya saja yang kram karena terbentur bola. Tapi kenapa ia masih belum siuman juga? Alva jadi khawatir.

Jam pelajaran Olahraga sudah lama berakhir dan jam istirahat pun sudah berlalu. Sebenarnya Alva gak perlu menemani Prily seperti ini. Harusnya Alva kembali ke lapangan basket setelah ia mengantarkan Prily ke UKS.

Tapi karena ia merasa bersalah telah membuat perut Prily terbentur bola. Akhirnya Alva pun menemaninya seperti ini.

Lagian, kenapa sih cewek ini bodoh banget? Ia gak pernah bertemu cewek seperti Prily ini sebelumnya. Cewek ini sering membuatnya kesal. Tapi anehnya kenapa bisa ia selalu bersama cewek ini?

Seperti ada benang takdir yang membuatnya terlibat kesialan dengan Prily. Sekarang gak ada lagi hari-hari yang tenang dalam hidupnya. Setiap harinya ada saja yang membuatnya dalam masalah.

"Ternyata kamu masih di sini ya, Alva?"
Alva kaget, ia buru-buru menolehkan kepalanya, ia lalu tersenyum saat tahu siapa yang berada di belakangnya.

Dokter Mirtha, dokter UKS di sekolah mereka. Kebetulan Dokter Mirtha ini teman mamanya, jadi ia lumayan mengenalnya dengan baik.

"Iya Dok, teman saya ini masih belum siuman" jawabnya.

Dokter Mirtha manggut-manggut. "Ini sudah lebih dari satu jam, kan? Harusnya teman kamu ini udah siuman" kata Dokter Mirtha sambil berjalan mendekati Prily yang terbaring di tempat tidur. Ia memeriksa Prily dengan seksama dan lantas tersenyum sesaat setelah ia menyadari sesuatu.

"Kenapa Dok? Apa teman saya ini keadaannya parah? Apa kita harus membawanya ke Rumah Sakit?" tanya Alva khawatir. Bisa-bisa ia disalahkan oleh keluarga Prily kalau sampai keadaan Prily bertambah parah.

Dokter Mirtha menggelengkan kepalanya, senyumnya masih bertahan di wajahnya. "Sepertinya kamu bisa kembali ke kelas sekarang, Va. Karena temanmu ini tidak pingsan melainkan tertidur karena kelelahan"

"Apa?!" seru Alva kaget.

"Tadinya mungkin ia memang pingsan tapi kemudian ia siuman, mungkin karena terlalu lelah ia tidak bisa membuka matanya dan akhirnya malah tertidur seperti ini" Dokter Mirtha menjelaskan.

Alva melongo mendengar penjelasan Dokter Mirtha. Cuma tidur? Tau begini ia sudah kembali ke kelas dari tadi. Cewek ini, kenapa nyebelin banget sih?!

Tanpa berpikir dua kali, Alva segera pergi dari UKS. Sepanjang jalan menuju kelas ia gak henti-hentinya menggerutu karena merasa terbodohi oleh Prily.

***

"Uwaaaaaah...." Prily menggeliat. Ia menguap lebar-lebar dan kemudian membuka matanya sedikit demi sedikit. Ia mengerjab-ngerjabkan matanya.

Tunggu, di mana ini?

Prily bangkit dan duduk dengan tegak. Ia melihat ke sekitarnya dengan bingung. Bukannya ini UKS sekolah? Kenapa ia bisa berada di sini? Tadinya ia berpikir kalau ia sedang berada di tempat tidurnya di rumah.

Tapi kalau diingat-ingat lagi bukankah ia tadi sedang berada di lapangan basket? Kenapa ia malah berada di sini?

"Sudah bangun ya?" tanya Dokter Mirtha yang baru saja masuk ke ruangan itu.

Prily dengan cepat tersenyum sambil setengah membungkukkan badannya pada Dokter itu sebagai bentuk sapaan penuh hormatnya. Ia memandang Dokter Mirtha dengan bingung.

"Bu Dokter, sedang apa saya di sini? Seingat saya, tadi saya berada di lapangan basket"

Dokter Mirtha tersenyum kecil, ia berdiri di samping tempat tidur sambil kembali memeriksa keadaan Prily. "Kamu lupa, ya? Tadi kamu pingsan di lapangan basket, teman kamu yang membawa kamu ke sini"

Prily mengerutkan keningnya. Pingsan? Dirinya? Benarkah? Ia tidak bisa mengingatnya. Rasanya ia cuma tidur. Tidur yang nyenyak.

"Teman kamu baru saja pergi setelah tahu kamu tidak lagi pingsan melainkan karena tertidur karena kelelahan" sambung Dokter Mirtha.

"Eeeh? Jadi benar ya saya tertidur? Saya kira hanya perasaan saya saja"

"Tentu saja. Kamu tertidur nyenyak. Makanya teman kamu itu kembali ke kelasnya. Tadinya ia sangat khawatir padamu karena dipikirnya kamu pingsan dan tidak siuman"

Teman? Ahh, sepertinya Talitha dan Kinal, bathin Prily. Namun meski begitu ia tetap bertanya pada Dokter Mirtha. "Teman saya? Siapa ya, Dok?"

"Alva, kalau tidak salah nama lengkapnya Alva Revaro. Dia teman sekelas kamu, kan?" jawab Dokter Mirtha.

Jawaban Dokter itu tentu saja membuat Prily kaget. Matanya melebar. Alva??? Cowok sadis itu? Kok bisa sih? Gak mungkin! Dokter Mirtha pasti salah orang.

Bersambung...

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang