Pagi ini adalah pagi yang tidak menyenangkan. Prily duduk kaku di kursinya, sementara di samping mejanya Talitha dan Kinal berdiri dengan canggung. Dan di depan mereka, Alva masih menunjukkan ekspresi penuh tanda tanya.
Prily menelan ludah. Daripada salah menjawab, ia lebih memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Alva. Ya, diam itu emas.
Namun...
"Lengan lo kenapa, Pril?" tanya Alva.
"Eh?" Prily tersentak. Rupanya Alva sudah melihat bekas cengkraman di pergelangan tanganny. Mungkin Alva melihat saat Prily mencoba menutupinya dengan sweeternya tadi.
"Ohh itu..." Panik. Prily menoleh pada Talitha dan Kinal, meminta bantuan. Siapa tahu mereka berdua punya jawaban yang cukup bagus. Ya, walau bagaimanapun ia gak mau Alva sampai tahu kenyataan yang sebenarnya.
Talitha maju satu langkah, berhadapan dengan Alva. Prily langsung merasa senang. Senyumnya mengembang. Ohh, kayaknya Talitha punya jawaban yang bagus.
Tapi...
"Kenapa lo gak tanya langsung aja sama Mila dan gengnya? Para penggemar lo itu lebih tau kok!"
What? Prily terhenyak. Senyumannya seketika pudar. Sontak Prily bangkit dari kursinya. Memandang Talitha dengan wajah syok. Kok Talitha menjawabnya seketus itu sih?
Sama dengan Prily, Kinal juga terlihat sama syoknya. Ya, jawaban Talitha bukannya membantu, malah semakin memperjelas bahwa Mila dan gengnya ada kaitannya dengan bekas cengkraman di lengan Prily.
Namun, berbeda dengan mereka, Talitha dan Alva tampak biasa saja. Tidak ada perubahan sedikit pun di wajah mereka. Datar. Seperti ucapan ketus tadi adalah hal yang biasa terjadi.
Bahkan tanpa mempedulikan kekagetan Prily dan Kinal, Talitha menarik tangan kedua sahabatnya itu. "Yuk ke kantin, gue belum sarapan." Ia kemudian membawa mereka menjauh dari Alva. Keluar dari kelas.
Kantin tidak begitu ramai. Mungkin karena masih terlalu pagi. Mereka duduk di meja pojok. Tempat yang strategis untuk membicarakan hal apa saja.
"Kok lo gitu, Tha?" tanya Prily. Ia menatap Talitha. Ekspresi kecewa tidak bisa disembunyikannya.
Talitha gak menjawab, malah mendengus. Membersihkan meja di depannya dengan tisu. Jelas terlihat enggan menjawab pertanyaan Prily.
"Tha!" Prily menghentikan gerakan tangan Talitha. Namun sahabatnya itu menyentakkan tangannya.
Talitha balas menatap Prily. "Apa? Menurut lo gue salah bilang kayak tadi? Pril, Alva harus tahu kenyataannya."
"Tapi kan masalahnya jadi tambah luas, Tha. Gue yakin Alva pasti bakalan nanya sama Mila, trus ujung-ujungnya gue bakalan dikeroyok lagi."
Talitha menggeleng. "Gue gak akan biarin mereka ngeroyok lo lagi!"
"Oh ya? Gimana caranya? Stay di dekat gue? Tha, mereka bakalan ngeroyok gue lagi saat lo gak ada."
"Kalo gitu gue-"
"Stop!" Kinal menengahi. "Kok lo berdua jadi ngotot-ngototan gini sih?"
Prily mendengus, Talitha juga. Mereka kemudian sama-sama membuang muka.
Melihat itu Kinal cuma bisa menghela napas. Ia memijit keningnya. Kepalanya jadi sakit melihat kedua sahabatnya berantem kayak gini.
Dan akhirnya sarapan pagi itu menjadi momen sarapan paling gak nyaman. Prily dan Talitha menolak untuk bicara pada satu sama lain. Kinal pun pasrah. Ia hanya bisa berharap kedua orang terdekatnya itu cepat berbaikan.
***
Saat di kelas, Prily berusaha untuk meminta maaf pada Alva atas sikap ketus Talitha tadi. Namun rupanya, situasi tidak terlalu mendukung. Alva terus saja berdiam diri sejak jam pelajaran pertama dimulai.
"Va..." panggil Prily setelah guru fisika yang mengajar mereka keluar dari kelas. Agak nekat sih. Secara Alva masih menunjukkan tanda-tanda gak mau diganggu.
Alva yang tengah mengerjakan tugas fisika langsung menoleh. "Apa?" tanya Alva tanpa ekspresi.
"Mm, anu Va... Maaf... Gue gak ngira Talitha bakalan seketus tadi..." kata Prily. Penyesalan terlihat jelas di wajahnya.
Alva tersenyum kecut. Ia kembali menulis di buku. "Dia itu selalu ketus kok sama gue..." ujarnya pelan. Sangat pelan sehingga Prily gak berhasil mendengar ucapannya.
"Eh?? Tadi lo bilang apa" tanya Prily bingung.
Alva menggelengkan kepalanya. "Bukan apa-apa..." sahutnya. Ia kembali menoleh pada Prily, sambil menunjuk ke buku tugas Prily. "Lo gak ngerjain tugas fisika? Ah, atau otak lo gak mampu buat menjawab soal-soalnya?"
Prily manyun mendengarnya. "Gue ngerjain kok." Ia meraih buku paket fisika miliknya sendiri -yang terbuka lebar di depannya- dan mulai mengerjakan soal nomor satu.
Heran deh. Mau sampai kapan sih Alva ngomong nyelekit kayak gitu? Dasar cowok sadis! Tapi sadis-sadis gitu kok gue tetap suka ya? Hihi... Prily jadi senyam-senyum sendiri sambil mengerjakan tugasnya.
Setengah jam kemudian, handphone Alva yang diletakkan persis di perbatasan mejanya dan meja Alva bergetar. Saking dekatnya Prily langsung bisa melihat ke layar handphone.
Drrrrt... drrrrt...
'That Girl' is calling...
Drrrt... drrrt...
Prily tertegun. That Girl?
Alva buru-buru meraih handphonenya dan menjawab telpon. Sayangnya, Alva beranjak dari kursinya saat ia mulai mengobrol dengan si penelpon.
That Girl? Prily memandang Alva yang berjalan keluar dari kelas. Berbagai macam pikiran berkecamuk di otaknya.
Siapa 'That Girl'? Bukannya nama asli, Alva malah menyimpan nomor si penelpon dengan nama inisial. Kenapa? Apa karena Alva ingin merahasiakan identitas si pemilik nomor itu?
Ahh!! Ya, pasti 'That Girl' itu pacarnya Alva. Cewek yang selama ini backstreet dengan Alva. Cewek yang tentu saja juga berasal dari kelas ini!
Prily terhenyak. Otaknya menyimpulkan sesuatu dengan cepat. Alva yang lagi mengobrol di telpon kan pasti memegang handphone, jadi pacarnya juga pasti melakukan hal yang sama.
Seketika Prily bangkit dari kursinya. Matanya menyapu ke segala penjuru kelas dengan cepat. Cewek yang juga sedang mengobrol di handphone sekarang pastilah pacarnya Alva. Ini kesempatannya untuk mengetahui identitas pacar Alva.
Matanya kemudian tertuju ke seorang cewek. Ohh itu dia!! Tunggu, tapi kok?
Bersambung...
Penasaran gak? Well, selamat menunggu bab selanjutnya ya, kkkk xD
Dan yah, lagi-lagi terima kasih sudah membaca bab ini. Silahkan vote secara suka rela. Gak maksa kok tapi kalo bisa sih vote, wkwkwk ^_^v
KAMU SEDANG MEMBACA
You And First Love
Teen FictionWARNING!!! Ini adalah novel, bukan wattpad stories biasa. Silahkan keluar kalau kamu bukan pecinta novel ^^ Series Pertama dari antologi 'First Love'. Suara 'pluk' cokelat yang dilemparkan Alva Revaro ke tong sampah membuat semua orang yang ada di s...