Then

49 4 3
                                    

Di Lab. Biologi,

"Alva, Prily mana ya? Kok gue gak lihat?" tanya Kinal yang menghampiri meja penelitian Alva setelah pelajaran biologi selesai. Ia datang bersama dengan Talitha.

"Prily pulang duluan. Kayaknya tadi habis jatuh..." Alva menjelaskan seadanya. Meskipun ia sendiri gak percaya Prily terjatuh namun ia tetap mengatakannya seperti itu. Ia lalu menyerahkan alat tulis milik Prily pada Kinal. "Nih, punya Prily..."

"Jatuh? Kok bisa ya?" Kinal mengerutkan keningnya sambil menerima alat tulis milik Prily. Nada heran jelas terdengar dalam suaranya.

Seperti yang Alva duga. Kemungkinan Kinal juga gak percaya dengan 'alasan' jatuh yang Prily berikan.

Kinal menoleh pada Talitha. "Emangnya ada lubang atau apa gitu ya di sekolah kita ini?"
Talitha mengangkat bahu. "Setahu gue sih gak ada."

"Lah? Trus tuh anak jatuh di mana?" tanya Kinal.

"Mana gue tau. Yuk, Nal. Kita ke kelas," sahutnya sambil menarik tangan Kinal untuk segera berlalu dari sana.

"Duluan ya Alva," Kinal nyempat-nyempatin pamit. Beda dengan Talitha. Cewek itu menoleh pada Alva aja enggak.

Alva menganggukkan kepalanya. Diam-diam ia menghela nafas.

***

Besoknya.

"Hah??? Mila sama geng-nya ngeroyok elo, Pril???" Talitha dan Kinal sontak heboh setelah Prily selesai menceritakan kejadian kemarin.

"Ssssttt!!" Prily dengan cepat menutup mulut kedua sahabatnya itu. Ia lalu menoleh ke sekitarnya, untunglah saat itu kelas masih sepi karena hari masih pagi, belum banyak teman sekelasnya yang datang. "Heh, jangan keras-keras, ntar ada yang dengar gimana?"

Talitha melepaskan tangan Prily dari mulutnya. Hal yang sama yang juga dilakukan oleh Kinal. Talitha bahkan langsung bangkit dari kursi sehingga kursinya hampir saja jatuh akibat gerakan mendadaknya.

"Ntar kedengeran yang lain gimana maksud lo? Justru kita harus hebohin soal ini. Biar cewek-cewek itu tau rasa!"

"Tapi Tha gue-"

"Mereka di kantin kan? Biar gue labrak mereka sekarang juga!" Talitha beringsut dan bermaksud keluar dari kelas namun Prily menahan tangannya.

"Tha, jangan!" Prily menggeleng dengan kuat. "Gue gak mau anak-anak lain pada tau. Udah, lo gak usah ngelabrak mereka."

"Gak bisa gitu dong, Pril. Mereka itu harus dibalas!"

"Tha, please..." Prily memandang Talitha dengan pandangan memohon. "Gue gak mau ada keributan. Malu. Masa ribut gara-gara cowok sih?"

"Tapi kan Pril-"

Kinal menyentuh bahu Talitha. Ia juga memandang sahabatnya yang tengah emosi itu. "Hargai keputusannya Prily, Tha."

Talitha membuka mulutnya untuk bereaksi pada ucapan Kinal. Namun apapun itu yang ingin dikatakannya, ia membatalkannya. Ia memandang mereka berdua. Sesaat kemudian dengan berat hati ia berucap, "Oke..."

Prily lega mendengarnya. Ia melepaskan tangannya dari lengan Talitha. "Thanks Tha. Gue hargain niat baik lo yang mau ngebelain gue. Tapi beneran Tha, masalah ini tuh gak bakalan ada habisnya kalo kita saling membalas."

Kinal mengangguk. "Gue setuju sama ucapannya Prily, Tha. Udah, biarin aja. Ntar juga mereka pasti kena batunya."

Talitha menghela napas. Yah, mungkin yang diucapkan Prily dan Kinal memang ada benarnya. Tapi tetap aja Talitha gak ikhlas sahabatnya dikeroyok seperti kemarin.

"Tapi menurut gue, Alva harus tau fakta kalo Mila dan gengnya ngeroyok lo gara-gara dia," kata Talitha.

"Apa? Mila sama ngeroyok Prily gara-gara gue??" tiba-tiba seseorang bertanya dari pintu kelas.

Sontak Prily cs menoleh ke sana. Mereka sangat kaget begitu melihat ada Alva yang sedang berdiri di sana. Lebih kaget lagi karena Alva langsung menghampiri mereka.

Prily lantas buru-buru memakai sweeter rajutnya. Takut bekas cengkraman kemarin dilihat oleh Alva. Bukannya mau melindungi Mila cs, tapi Prily gak mau Alva merasa terbebani gara-gara ulah fansnya.

Alva menatap mereka satu persatu dengan tatapan menyelidik. Namun ketiga cewek di depannya itu kompak melihat ke arah lain. Enggan bertemu mata dengannya. Suasana pun jadi canggung.

"Bener Mila sama gengnya ngeroyok lo?" tanya Alva sejurus kemudian. Matanya lurus tertuju pada Prily.

Yang ditanya tidak langsung menjawab. Prily malah bungkam. Ia gak tau harus jujur atau gak pada Alva.

Bersambung...

Thanks udah baca bab ini ^.^v
Suka?
Jangan lupa vote ya

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang