Gue dikerjain!

122 12 0
                                    

Prily mematung, ia memandang semua buku yang tadi dibawanya dengan susah payah mendaki tangga dengan pandangan kosong.

Sekarang semua buku itu berserakan sampai ke anak tangga pertama.

"Lo bodoh atau apa sih? Tuh lihat, semua bukunya jatuh kan!" semprot Alva dengan ketus. Ternyata dirinyalah yang tadi berjalan di belakang Prily.

Prily mendengus. Ia merasa gak rela mendengar ucapan Alva tadi.

Lagian kan ini bukan kesalahannya. Siapa suruh Alva mengagetkannya seperti tadi!

"Gue kaget karena elo mendadak muncul." Prily membela dirinya.

"Gue gak mendadak muncul. Elo nya aja yang gak nyadar gue berjalan di belakang elo. Lagipula, lo itu jalannya lamban sih. Perasaan gue udah lama nyuruh lo bawa semua buku-buku ini ke kelas. Kok lo malah masih di tangga?" Alva gak mau kalah.

"Lo kira buku-buku itu gak berat apa? Harusnya semua buku-buku ini elo yang bawa. Kan lo cowok, kenapa malah gue yang cewek yang bawa? Jadi jangan protes kalo gue lamban bawanya. Gue gak sekuat cowok!!"

Prily dan Alva mendengus dengan waktu yang hampir bersamaan. Mereka juga sama-sama saling melempar pandang dengan kesal.

Saat memandang Alva itulah Prily baru menyadari kalau Alva hanya membawa selembar kertas karton di tangannya.

Prily lalu menunjuk kertas karton di tangan Alva. "Elo cuman ngebawa benda seringan itu? Bukannya tadi lo bilang lo harus membawa sesuatu yang penting?"

Alva nyengir, ia lantas menggoyang-goyangkan kertas karton di tangannya ke depan wajah Prily.

"Iya, gue ngebawa ini aja. Kenapa? Lo kira gue bakal bawa benda berat ya gara-gara gue bilang kalo gue mau ngambil sesuatu yang penting dari Pak Adrian? Kertas ini memang penting kok. Ini kan struktur organisasi kelas kita..." kata Alva dengan cuek.

Prily menghela nafas dengan kesal. Ia benar-benar marah. Ia sudah menolong Alva dan mau bersusah payah membawa buku-buku paket yang berat dari ruang guru sampai ke tangga ini.

Tapi ternyata orang yang ditolongnya malah cuma membawa benda kertas karton yang super duper ringan. Tadinya Prily pikir Alva bakal bawa dispenser yang berat. Ini sih gak adil!

"Elo itu keterlaluan ya, Va. Elo kan bisa aja ngebawa kertas karton itu sekalian ama buku-buku paketnya. Kenapa lo malah nyuruh gue?? Lo senang ya ngelihat gue susah?? Atau lo emang sengaja mau ngerjain gue???"

Alva berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan-pertanyan Prily tadi. Hingga kemudian ia menepukkan kertas karton yang dipegangnya ke bahu Prily.

"Pril, gue gak senang melihat lo susah, gue juga gak bermaksud ngerjain lo kok. Cuman, karena tadi lo mau aja gue minta tolongin jadi ya artinya elo sendiri kan yang membuat diri lo kesusahan seperti ini. Seandainya tadi lo nolak dan berpikir dengan cerdas, lo gak bakalan bawa benda-benda seberat ini"

"Hah??" Prily hanya bisa melongo mendengar jawaban Alva.

Alva gak peduli dengan Prily. Ia kembali menepukkan kertas kartonnya ke bahu Prily.

"Jadi... kalo lo mau kita semua nyelesain tugas Bahasa Indonesia tepat waktu mending sekarang lo ambil lagi semua buku-buku yang lo jatuhin itu, kumpulin semuanya dan jangan ada yang tertinggal. Gue tunggu lo di kelas sepuluh menit lagi. Okay, Pril?"

Usai mengatakan itu Alva berlalu dengan santainya dari hadapan Prily.

"Dasar cowok sadis! Cowok rese! cowok gak punya hati! Gue doain lo kejedot pintu !!!" Prily meneriakkan segala sumpah serapahnya setelah Alva lenyap dari sana.

Tadinya ia hampir saja melemparkan sebuah buku paket ke kepala Alva saking kesalnya. Beruntung Prily bisa menahan emosinya. Kalo gak pasti kepala Alva udah benjol.

Prily menendang sebuah buku paket yang berada paling dekat dengan kakinya. Buku itu dengan sukses meluncur mulus ke bawah dan mendarat tepat di anak tangga pertama.

Ia lalu memandang semua buku-buku yang berserakan dengan frustasi. Sekarang ia harus kembali turun untuk mengumpulkan semua buku paket yang dijatuhkannya.

Semua itu pasti akan memakan waktu. Tapi Prily gak peduli, ia harus mengumpulkannya secepatnya sebelum Alva kembali menjelekkannya sebagai cewek bodoh.

Jadilah Prily kembali memunguti buku-buku paket yang berat itu dari anak tangga pertama. Ia ingat, ia membawanya dengan kecepatan tinggi dan berhasil membawanya secepat yang Alva pinta.

Prily bahkan meletakkannya dengan keras di atas meja Alva dan membuat cowok itu memandangnya dengan pandangan protes.

"Nih... Lo bagi aja sendiri," kata Prily dengan ketus. Ia meraih buku yang paling atas dan membawanya ke kursinya.

Detik itu juga Prily berjanji pada dirinya sendiri untuk membalas ulah Alva tadi.

Bersambung...

You And First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang