Delapan Belas

2.9K 312 26
                                    

#CaptureTheFlag

**

Seperti apa rasanya makan malam bersama seseorang yang kau sukai? Menyenangkan!

Yah. Meski bukan makan malam berdua, tapi kebahagiaan itu terasa hangat.

Kongpob tak bicara banyak dengan Arthit saat makan malam bersama. Bukan karena tidak ada pembahasan, tapi karena Arthit seakan memasang tembok tebal disekitarnya, seolah tak membiarkan Kongpob bicara dengannya.

Jika Kongpob sedang bicara, Arthit akan pura-pura sibuk dengan ponsel atau bicara pada orang lain. Tak sekalipun Arthit memberikan ruang pada Kongpob untuk bicara padanya. Tapi bagi Kongpob selama jarak mereka dekat, dia tetap senang. Itu sudah sangat cukup.

"Bagaimana dengan kalian yang tahun pertama? Kenapa memilih untuk belajar teknik di kampus ini?" pertanyaan Tum disambut dengan tawa ringan Yu.

"Karena kampus ini dekat dengan rumahku" jawabnya membuat yang lain tertawa.

"Itu alasan yang bagus nong" sahut Phone, pandangannya beralih pada Kongpob, "Lalu N'Kongpob bagaimana denganmu?"

"Aku sebenarnya ingin belajar ekonomi P', tapi ibuku ingin aku belajar teknik jadi aku kemari"

Mendengar jawaban Kongpob, tanpa sadar Arthit mendengus tak suka, hatinya timbul rasa kesal.

"Aw nong, kenapa tidak memilih apa yang kau suka? Belajar sesuatu yang tidak sesuai minatmu itu melelahkan, apalagi kau harus belajar 4 tahun. Itu cukup membuang waktu" kata Phone memberitahu.

"Benar P'. Seseorang juga mengatakan hal itu padaku" sahut Kongpob, "tapi aku tidak merasa membuang waktu, ada hal yang ingin aku cari jadi ku pikir tidak ada salahnya belajar teknik" lanjutnya.

"Baiklah, kau bisa belajar teknik tahun ini dan belajar ekonomi tahun depan. Karena kau juniorku, aku tetap akan menjagamu" kata Tum.

"Terima kasih P'Tum"

Kongpob pun memilih diam saat pembicaraan itu terus berlanjut.

Membicarakan soal impiannya masuk jurusan ekonomi kadang terdengar menyedihkan.

Sejak dulu dia ingin kuliah ekonomi, mengingat ayahnya menempuh pendidikan tinggi ekonomi yang sukses mengembangkan usahanya sendiri. Selain itu, ayah Kongpob juga dipercayai menjadi dosen dan penasehat pemerintah untuk urusan ekonomi-- tak ayal hal itu justru memotivasi Kongpob untuk melakukan hal yang sama.

Jika saja di hari interview universitas waktu itu Kongpob tak bertemu dengan seseorang yang membuatnya merubah pilihan jurusannya, dia mungkin sudah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan ekonomi.

Kongpob sadar kalau dia terlalu cepat merubah keputusan hanya karena terbuai perasaan aneh yang menyelinap masuk dalam hatinya——untuk orang itu.

Saat ini dia belum menjumpai rasa menyesal karena merubah pilihannya, tapi entahlah di masa depan nanti? Siapa bisa jamin Kongpob akan mendapat balasan yang setimpal dengan pilihan yang dia ambil?

Kongpob menghela nafas berat, menyesal atau tidak, aku tak ingin memikirkannya saat ini. Bahagia yang aku rasakan saat ini harus dinikmati, bukan untuk disesali.

Dan Kongpob menoleh ke sebelahnya, diam-diam memandangi sosok Arthit yang tampak sedang merenung diujung sana.

Acara makan bersama antar senior-junior itu berlangsung lama. Mereka saling berbagi cerita, suka-duka sebagai anak teknik juga pengalaman selama masa kuliah.

Tak ada yang menyadari bahwa Arthit menjadi pendiam setelah mendengar Kongpob ingin kuliah Ekonomi.  Tak ada yang sadar kalau Kongpob pun hanya tersenyum atau tertawa kecil sebagai respon, tanpa ingin membalas ucapan mereka. Karena sekian kalinya, Kongpob sedih mengingat keinginannya untuk kuliah ekonomi.

[Republish] Another Story of: SOTUS the seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang