Dua Puluh Empat

3.7K 296 40
                                    

#GearOrHeart
_______________________

Jika beberapa minggu lalu ada upacara mengikat tali. Malam ini adalah upacara pemberian gear. Sebuah tradisi kecil dikalangan anak teknik yang telah dilakukan sejak dulu-- di kampus manapun.

Gear merupakan lambang mahasiswa teknik. Mereka harus menjaga benda itu dengan sepenuh hati layaknya barang berharga, selama mereka menjadi mahasiswa teknik.

Angin malam yang dingin, ditambah deru ombak yang tak jauh dari lokasi kegiatan, tak mengurangi nuansa hangat yang tercipta diantara para senior dan junior itu. Mahasiswa angkatan baru berbaris rapi berhadapan dengan para hazer.

Arthit memimpin barisan hazer. Dia memandangi adik tingkatnya dengan raut wajah tenang tanpa dendam. Entah hilang kemana si macan yang nyaris lepas tadi siang, kini Arthit memancarkan aura tenang bersahabat. Dia memberikan sepatah dua kata sebagai pembukaan kegiatan itu, dengan intonasi yang sangat menenangkan.

"Ini adalah tugas terakhir kami yaitu memberikan gear pada kalian. Kami mempersilahkan kalian mengambilnya, tapi setelah ini tolong jaga baik-baik gear ini karena benda ini juga merupakan identitas kalian yang harus dijaga dengan baik"

Hazer membentuk formasi seperti jembatan yang akan dilewati oleh adik tingkat mereka. Diujung jembatan, Dear bersiap dengan tugasnya memberikan gear pada junior. Satu per satu junior berjalan melewati jembatan untuk sampai kepada Dear, hingga giliran Kongpob tiba.

Arthit menatap pemuda itu sekilas sebelum Kongpob bersiap melewatinya. Mereka berdua terlalu sering bersitegang, masalah yang datang selalu tentang Kongpob. Namun Arthit paham, bahwa saat Kongpob melewatinya nanti--- tandanya Arthit tak berhak lagi bersikap egois dan seenaknya seperti selama ini dia lakukan pada Kongpob. Arthit harus menurunkan egonya, menyambutnya dengan baik sebagai junior.

Sejujurnya, Arthit sedih membayangkan Kongpob bukan lagi maba yang dia atur-atur. Ada rasa kehilangan yang timbul dalam hatinya. Tapi dia lega, Kongpob sudah membuktikan bahwa dia pantas berada disini.

**

"Jangan main jauh-jauh Arthit!" kata Prem memberinya salep pereda nyeri.

"Sialan! Kau pikir aku anak kecil?? Kau tinggal menelponku, apa susahnya" decak Arthit beranjak meninggalkan teman-temannya yang sedang menghabiskan makan malam mereka di kedai milik penginapan.

Arthit berjalan sendirian menuju pantai. Dia memilih duduk tak jauh dari bibir pantai, ingin berenang lagi tapi dia takut hilang dimakan setan laut. Ya, maafkan Arthit, fantasy nya memang tak pernah logis.

Sambil mengoles pereda nyeri pada lengannya, Arthit bersenandung riang, dia suka mendengar deru ombak, melihat lautan, langit malam dan bintang-bintang. Komponen ini jarang dia saksikan di Bangkok, sudah sepantasnya dia menikmati hal ini sampai puas.

Hingga telinganya mendengar langkah kaki seseorang mendekat.

"P'Arthit khab"

Kongpob!

Arthit menengadah menatap Kongpob yang berdiri di dekatnya, "ada yang ingin aku sampaikan"

Arthit mendengus, tak menjawab tapi juga tidak mengusir. Biasanya saat mereka berdua terlibat percakapan, pasti akan berakhir dengan pertengkaran, tapi kali ini Arthit sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun.

Kongpob mengambil duduk di samping Arthit. Entah kenapa malah terdiam beberapa saat.

"Kau ingin bilang apa?" tanya Arthit setelah lama diam.

[Republish] Another Story of: SOTUS the seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang