Tiga Puluh Satu

3.6K 316 58
                                    

#You and Me and You

______________________________________

Terakhir kali Arthit menyambangi kedai mie ini bersama Tum, katanya ini adalah kedai mie favoritnya dan Phone. Dan hari ini, Arthit bersama Kongpob makan mie di sini. Seperti pengulangan cerita antara code nomor 0206 dan 0062.

Keduanya duduk berhadapan setelah memesan makanan. Satu meja kecil di antara mereka, terlalu kecil hingga Arthit bisa mencium aroma parfum Kongpob, begitupun sebaliknya. Mereka saling diam, Kongpob pura-pura melihat ke sekitar sedang Arthit sesekali mencuri pandang melihat Kongpob.

Selalu mencari celah dalam diri anak ini, Arthit melewatkan banyak hal. Dia tahu Kongpob tampan, tapi baru ia sadari setampan ini. Mata jernihnya tengah menatap sendu ke arah jalanan, wajah tampannya tampak muram, beberapa kali Arthit menangkap pemuda di depannya ini menarik nafas gusar.

Apa yang Kongpob pikirkan? Arthit ingin tahu.
 
 

Pesanan keduanya tiba di meja. Arthit langsung melahap mie nya dengan tenang, berbeda dengan Kongpob yang hanya mengaduk-aduk mie tanpa berniat makan.

"Kong, kau suka daging kan?" tanya Arthit.

Kongpob tak menjawab, ia menatap wajah Arthit bingung.

Arthit memindahkan beberapa potong daging dari mangkuknya ke mangkuk Kongpob. "Makan yang banyak" ujarnya kemudian.

Sikap baik ini kembali membuat Kongpob tak tenang. Ia melepas sumpit yang dipegang, kini berani menatap Arthit langsung, tatapan matanya tak terlihat ramah.

"Apa yang sedang P' coba lakukan"

"Melakukan apa?"

"Jangan pura-pura P'!" Sungut Kongpob.

Arthit mengerti. Dia sangat paham kalau Kongpob bingung dengan tingkahnya, karena dia pun sama saja, sedang bingung. Dia hanya ingin melakukan hal ini.

"Makanlah.. Nanti mienya dingin" kata Arthit berikutnya.

Kongpob menyerah.

Dia tak mau lagi bertanya atau Arthit hanya akan membuatnya semakin terlihat bodoh. Pemuda ini tak perlu bersikap baik hanya untuk tampak baik, percuma jika akhirnya Kongpob terus yang menderita.

Arthit mungkin sedang menghibur Kongpob yang sedang kecewa karena ulahnya. Kongpob hargai itu, jadi ia biarkan hatinya menerima kebaikan Arthit hari ini. Karena bisa jadi ini terakhir kali Kongpob bertindak mengikuti perasaan cintanya untuk Arthit.

Selesai menghabiskan makan malam, Arthit kembali mengajak Kongpob berjalan kaki. Pemuda itu tetap memimpin jalan, Kongpob setia mengikuti.

Jika bisa, malam ini akan Kongpob jadikan malam terakhirnya untuk mengenang Arthit sebagai seseorang yang begitu ia cintai.

Kongpob mengikuti kemana Arthit melangkah. Perlahan dia mulai melupakan rasa sakitnya, dia senang berjarak dekat dengan Arthit. Dia terlanjur percaya pada seniornya ini, jadi kemanapun Arthit membawanya—— Kongpob tak masalah, dia tidak takut.

Selamanya mungkin akan seperti ini, dia hanya bisa berada di belakang. Hanya mampu memandangi, memuja, mencintai pemuda yang punggungnya tak pernah berbalik untuknya. Arthit dan Kongpob tak pernah bisa berjalan beriringan, apalagi saling menggenggam tangan masing-masing? Itu hanya sebatas mimpi indah bagi Kongpob.

Malam makin larut dan mereka terus berjalan di tengah hiruk pikuk kota Bangkok. Jalanan Jembatan Rama VIII tampak ramai seperti biasa— Kongpob menikmati suara deru kendaraan juga aliran sungai di bawah bak menikmati lagu sedih yang dinyanyikan untuknya. Dia suka menikmati perjalanan kecilnya bersama Arthit.

[Republish] Another Story of: SOTUS the seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang