Tiga

2.1K 202 18
                                    

#Friends(2)

 

Pertemuan kali ini temanya adalah persatuan.

Huh! Kongpob hampir tertawa mendengar Arthit meneriakkan hal itu.

Kalau saja senior-senior itu membuka mata hati mereka lebar-lebar, sejak awal maba sudah bersatu dalam perasaan.

Yah, maksudnya——mereka punya rasa kesal yang sama setiap kali disuruh mengerjakan hal konyol oleh senior. Namun, Kongpob sebetulnya senang ikut kegiatan walaupun teman-temannya tidak. Karena dengan ikut kegiatan, Kongpob bisa leluasa memperhatikan Arthit.

Lucunya, Kongpob tetap iklas menerima segala jenis siksaan dari senior.

Namun, terlepas dari keiklasannya menjalani hukuman, kalau disuruh lari 50 putaran ditengah terik matahari begini juga konyol namanya.

Ini hanyalah orientasi kampus, bukan tempat latihan  militer, keterlaluan jika mengusung tema persatuan tapi malah disuruh lari-larian di bawah terik matahari, lalu squat jump tanpa ampun. Laki-laki saja hampir mati, apalagi perempuan?

Lihat saja Em, lari-larian sampai kakinya pincang dan ingin pingsan— tapi disebelahnya ada Oak terus menyadarkannya agar tidak pingsan, repot mengurusnya.

Hingga akhirnya, ada juga yang pingsan sore itu.

Kalau nanti Em yang pingsan, Kongpob harus menyiapkan laporan pertanggung jawaban pada Ibu Em, kenapa anaknya itu bisa pingsan? Meskipun ibunya sendiri tau kalau Em itu bocah penakut yang lebih suka pingsan dari pada di bentak-bentak senior.

Kembali pada korban pingsan sore itu, asma kambuh katanya.

Dibandingkan melihat gadis yang pingsan, Kongpob lebih memperhatikan wajah Arthit saat ini. Ketimbang takut, air muka Arthit itu pertanda kawatir dan cemas.

Senior bernama Fang dibagian kesehatan juga menangkap gelagat cemas sang head hazer, dia berusaha menenangkan Arthit agar tidak terlalu cemas.

Fang cukup tanggap dengan penanganan penderita asma. Tidak lama setelah memberikan pertolongan, maba itu sudah bisa tenang dan bernafas normal kemudian dipapah menuju ruang kesehatan.
 

“Arthit, ini sudah tidak apa-apa. Nong sudah bisa bernafas normal, tenang saja”

Arthit tak membalas ucapan Fang, dia yakin suaranya bergetar menunjukan seberapa kawatirnya dia pada gadis tadi. Arthit berusaha tenang meski rasa cemas masih membuatnya menatap kawatir maba yang tengah digotong menuju ruang kesehatan.

Arthit mengambil nafas dalam, berusaha kembali normal untuk berhadapan dengan ratusan maba yang kini saling pandang dalam keterdiaman.

Hanya Kongpob, dan mungkin selamanya memang hanya dia yang merasakan perasaan Arthit yang sesungguhnya.

Dibalik sikap kasar Arthit, seniornya itu sedang menyampaikan kekawtiran yang sama besarnya kepada maba yang lain. Dalam teriaknya, Arthit sedang berharap para maba menjaga kesehatan dan tetap kuat meladeninya. Kalau saja Arthit itu seorang perempuan, Kongpob yakin dia akan berteriak sambil menangis.

Ospek langsung diberhentikan setelah Arthit meneriaki mereka tentang pentingnya menjaga kesehatan. Kemudian senior lain memberi aba-aba kalau maba yang merasa sakit harus ke ruang kesehatan.

“Kau baik-baik saja?” Kongpob menghampiri Em yang tengah berjalan dengan kaki pincang, ditengah maba yang membubarkan diri. Oak sudah hilang entah kemana.

“Aku baik-baik saja, kau bisa pergi duluan”

Kongpob berdecak sambil memandangi kaki Em, dia merangkul bahu Em untuk berjalan bersama.

[Republish] Another Story of: SOTUS the seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang