Dua Puluh Tujuh

2.8K 283 15
                                    

#Confession

**

Saat Kongpob ketahuan ibunya merokok  SMP dahulu, dia dihukum tak dapat uang jajan sebulan penuh. Hal itu sudah cukup membuat Kongpob berhenti merokok.

Dan baru-baru ini Kongpob kembali merokok, itupun karena Wad sedang stress lalu mengajaknya pergi melepas penat dengan rokok dan alkohol. Kongpob tak akrab dengan kedua hal ini, tapi dia cukup paham beberapa orang sukses membunuh stres lewat rokok dan alkohol.

Maka di sinilah Kongpob berada, balkon kamar, lengkap dengan sebungkus rokok, ia selesai menyesap sepuntung rokok yang tinggal setengah setelah dia menghabiskan 2 batang, ini rokok ketiganya dalam 10 menit terakhir. Mencoba peruntungannya membunuh kepenatan isi kepalanya sendiri.

Ia masih memikirkan sikap Arthit setelah makan malam mereka tadi. Pembicaraan itu bukan obrolan yang menyenangkan meski Kongpob serasa dituduh melakukan kejahatan.

Kongpob menghembus kepulan asap rokoknya, ekspresi dan pertanyaan yang Arthit lontarkan masih membuatnya risau. Rokok jelas tak membantu dalam kasusnya, apa perlu ia teguk alkohol juga?

"Kau merokok?!"

Kongpob tersentak kaget. Arthit tiba-tiba muncul di pintu balkon, bercakak pinggang sambil menatapnya tajam. Handuk disampirkan ke bahu kiri, rambut hitamnya basah dan berantakan, Arthit jelas baru keluar kamar mandi dan langsung ke balkon. 

"Iya" jawab Kongpob kaku, "P' ingin merokok?" tawarnya ragu.

"Aku tidak merokok" sahut Arthit tajam, "kau tidak kasihan orangtuamu ya? Mereka kira kau kesini untuk belajar, nyatanya kau malah merusak paru-parumu dengan rokok"

Kongpob tak tahu harus membalas apa. Rasa bersalah menggerogotinya.

"Berhenti merokok, Kong" kata Arthit sebelum berlalu kembali ke kamar, meninggalkan Kongpob sendirian diluar.

Kongpob menunduk, entah kenapa dia merasa bersalah karena melakukan hal yang tidak di sukai Arthit. Segera dia padamkan rokoknya, membuang benda itu ke tempat sampah bersama bungkusan yang isinya masih banyak. Meski Kongpob merokok karena menggalaukan Arthit, Kongpob akan berhenti juga karena pemuda ini, dia janji.

Bukan sok menasehati, Arthit selalu melarang orang-orang terdekatnya untuk merokok. Prem dan Bright tak pernah merokok jika ada Arthit, mereka kapok kena omel. Arthit tak suka bau rokok, terlebih--- dia ingin orang-orang disekitarnya selalu sehat.

Jadi apakah Kongpob salah satu orang terdekat??

Entah, Arthit bingung, yang jelas dia tak suka melihat Kongpob merokok.

Pembicaraan selepas makan malam tadi juga membuat Arthit tak nyaman. Dia sempat menilik ekspresi Kongpob ketika ia melempar tanya. Meski Kongpob berkata tidak, tapi ekspresinya terlihat menyembunyikan kebenaran.

Saat ini Arthit ingin pergi dari kamar Kongpob karena pikiran dan hatinya bergejolak tak tenang. Arthit bisa saja ke rumah Bright meski sahabatnya itu tak ada di rumah, orangtua Bright selalu menyambut kedatangannya dengan hangat. Namun pergi begitu saja itu sangat tidak sopan menurut Arthit. Bagaimanapun Arthit senior, jika sikapnya demikian kepada juniornya sendiri berarti dia memberikan contoh yang buruk. Benar bukan? Lagian Kongpob telah membantunya, harusnya dia menerima niat baik Kongpob dengan sikap yang baik juga.

Karena aku tidak ingin orang lain lebih dekat dengan P' dari pada aku. Suara Kongpob kembali menggema di kepalanya. Ingatannya tentang kalimat yang diucapkan Kongpob padanya, raut wajah Kongpob, setiap getaran suara bahkan helaan nafas pemuda itu— Arthit frustasi.

[Republish] Another Story of: SOTUS the seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang