Entah apa yang aku lakukan pada perahu ini sehingga kami nyaris jatuh ke sungai. Baik bagi kami karena Xena dapat mengatur keseimbangan sehingga kami selamat sehingga kalau dipikir-pikir Xena amat membantu dalam perjalanan maut kami. Kami melalui perjalanan mengarungi sungai ini selama kurang lebih setengah jam. Untung saja setelah sepuluh menit, arus sungainya tidak terlalu kuat, jadi kami bisa bersantai sedikit dan tidak perlu khawatir. Selama perjalanan itu pula, Leena tertidur pulas. Entah apa yang dilakukan cewek ini semalam—mungkin dia tidak bisa tidur, seperti yang dia ceritakan padaku, yang lucunya juga ikut membuatku tidak bisa tidur—sehingga dia mengantuk dan tidak bangun meskipun kami sudah menabrak batu besar sekitar lima kali. Mungkin dia memang lelah.
Atau dia memang tidak sadar alias mati suri.
"Teman-teman, itu yang di sebelah sana rumah, kan?" kata Xena tiba-tiba saat kami sudah sampai di atas permukaan arus sungai yang jauh lebih tenang.
Kami semua, kecuali Leena, segera melihat ke arah yang ditunjuk Xena. Benar, itu sebuah rumah. Sebuah rumah yang tampak kumuh. Atapnya terbuat dari jerami dan rumah—atau rumah-rumah itu—itu secara keseluruhan dibangun dengan berbagai jenis kayu yang tidak aku ketahui namanya. Tapi menurut Xena, kayu-kayu yang digunakan adalah kayu-kayu yang memang umum digunakan dalam pembangunan rumah. Ada Johar, Keranji,Bendaru, Balau, dan masih banyak lagi. Ternyata, tidak hanya satu rumah itu yang terdiri dari berbagai macam kayu. Di belakang, samping kiri dan kanannya juga mengikuti jejak rumah itu. Xena benar. Ini benar-benar sebuah pemukiman tempat tinggal yang walau kecil tapi entah mengapa memberikan kesan hidup bagi kami yang melihatnya.
Setidaknya itu yang kami rasakan setelah semalaman tidur satu van dengan orang sinting dan nyaris terbunuh dua kali keesokan harinya.
Kami mendayung lebih cepat agar bisa sampai ke desa itu. Xena membangunkan Leena yang masih asyik tertidur sementara aku dan Dylan berusaha mendayung lebih kuat lagi. Kawasan desa ini tampak suram. Ada kabut yang mengelilingi rumah-rumahnya, belum lagi tempat ini seperti minim penerangan. Aku yakin mereka pasti benar-benar terpencil sekali, sampai tidak diketahui oleh orang-orang di luar hutan ini termasuk kami. Bahkan kabut yang kupikir hanya berada di sekitar daratan dan rumah-rumah itu pun mulai bergerak mendekati kami, mengalirkan sensasi dingin yang tidak bisa kami jelaskan dengan kata-kata.
Sungai semakin dangkal saat kami mendayung semakin dekat dengan desa itu. Aku melihat kepulan asap yang ke luar dari sebuah rumah, dan rumah-rumah lainnya. Mereka juga membuat api unggun, mungkin untuk menghangatkan diri walaupun sekarang masih jam setengah dua belas. Walaupun begitu, aku rasa aku bisa memahami alasan mereka. Dengan angin yang berhembus pelan namun terasa seperti kepulan kabut kecil yang menguap dari permukaan es batu, aku yang hanya mengenakan baju tanpa lengan mulai merasa "dingin".
"Sudah sampai, ya?" tanya Leena sambil membetulkan rambutnya.
Aku mengangguk. "Sepertinya begitu. Aku rasa Xena benar. Memang ada sebuah desa di sini, walaupun kecil. Kamu lihat rumah-rumah itu?" tanyaku sambil menunjuk sekumpulan rumah yang ada didepan kami. "Hanya berjumlah tujuh rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED : "The Runic Forest" (2013)
Aventura[ BUKU SATU ] Completed ☑ Entah bisa dikatakan sebagai sebuah kesialan atau bukan, empat remaja terperangkap di sebuah hutan yang tidak terdata di peta mana pun di dunia. Seseorang dari van di tengah hutan menceritakan sebuah kisah yang menunjukka...