Dengan cepat kukeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan menerima kembalian setelah melakukan transaksi kilat di kasir lalu segera meninggalkan minimarket itu. Aku memutuskan untuk bersepeda pagi ini karena sejak kemarin—dan sejak ban sepedaku kempis akibat ulah Si Kembar Hansel—aku tidak menyentuh sepedaku sama sekali, yang merupakan sesuatu yang tabu karena aku selalu meluangkan paling tidak satu jam setiap harinya untuk berolahraga (dan Gani selalu mengingatkank agar tidak sampai lupa karena ban sepedaku akan kempis kalau aku melupakannya barang semenit saja).
Seperti yang diakui Gani, bersepeda sudah menjadi kebiasaanku sejak kecil. Namun kata kecil itu sendiri berhenti bergerak sejak papa tidak ada: aku jadi jarang bersepeda. Untung saja mama selalu ingat kalau papa sering mengajakku bersepeda saat beliau masih ada, yang pada akhirnya mengingatkanku dengan segudang keuntungan bersepeda seperti yang dikatakan papa. Tapi aku bukannya hanya mencintai sepeda dan mengesampingkan olahraga lain. Basket, futsal, bulutangkis, voli, semuanya ada di bawah kendaliku. Tapi yang membuatku menonjol diantara anak-anak di sekolah adalah kemenangan timku dalam perlombaan voli di tingkat internasional. Karena aku sang kapten, mereka semua mengelu-elukan namaku.
Kalau aku boleh berkata jujur, aku selalu menghindari puji-pujian dari mereka. Bukannya aku congkak, tapi aku selalu tidak tahu harus merespon seperti apa setiap ada pujian yang dilayangkan kepadaku, dan sebagai refleks akhirnya aku malah bersikap cuek dengan anggukan singkat atau senyum kecil yang setengah-setengah. Aku pun tidak ingin disebut "Si Sombong Sok Tampan" atau "Kapten Tim Voli yang Sedang Mengalami Masalah Psikis Sehingga Semua Orang Diabaikan", jadi aku merespon seadanya, dengan atau tanpa bantuan dari teman-teman satu timku.
Setelah meninggalkan minimarket, aku memutuskan untuk bersepeda pulang. Jarak dari rumah dan minimarket cukup jauh, sekitar lima kilometer, jadi aku harus menggunakan sepeda, itu salah satu alasan kenapa aku memutuskan untuk kembali bersepeda hari ini. Kalau berjalan kaki saja, mungkin aku sudah koma ketika sampai di rumah.
Bersepeda sendirian melewati area hutan yang ada di sebelah kanan jalan utama ini cukup menyeramkan, tapi untung saja saat ini hari masih pagi, jam setengah sepulu. Aku berusaha menikmati angin pagi yang sejuk di daerah tempat tinggalku ini.
Pegunungan.
Aku tidak pernah tinggal di kota, desa pun tidak benar-benar pernah. Aku suka sungai. Awalnya, aku memilih untuk menetap di desa tempat kakek dan nenekku tinggal, tapi kemudian aku sadar kalau aku pasti bakalan ketinggalan jaman sekali kalau tinggal di sana, plus, tidak ada sinyal di sana, bagaimana mungkin aku bisa browsing atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan internet? Untuk mengenyam pendidikan pun akan sulit, akhirnya, mama memutuskan untuk tinggal di daerah dekat pegunungan saja. Selain karena lebih mudah bagiku untuk mengakses sekolah, mama jadi lebih mudah menjalankan bisnis rumah bunganya.
"Selamat pagi, Nak!" sapa seorang petani sayur yang lewat, menyapaku dengan senyum mengembang yang teramat kontras dengan ekspresi wajahku.
Aku berusaha tersenyum ramah pada petani itu dan melambaikan tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED : "The Runic Forest" (2013)
Pertualangan[ BUKU SATU ] Completed ☑ Entah bisa dikatakan sebagai sebuah kesialan atau bukan, empat remaja terperangkap di sebuah hutan yang tidak terdata di peta mana pun di dunia. Seseorang dari van di tengah hutan menceritakan sebuah kisah yang menunjukka...