28- Penjelasan

19 11 3
                                    

Bagian Duapuluh Delapan

"Wi, tadi Mami sama Papi pergi. Mereka buru-buru jadi gak sempet pamit sama lo." Melihat sepupunya menuruni anak tangga, cowok yang sedang duduk di sofa itu langsung berucap, memberi tahu. Masih ada hawa kecanggunan di sana saat terakhir kali kejadian dimana Javier memukul Loui.

Loui menghentikan langkahnya lalu mengangguk. "Gue minta maaf Wi soal kemaren."

Baru saja Loui mau melanjutkan langkahnya ke dapur, lagi-lagi terhenti saat Javier melanjutkan berbicara lagi. "Gue paling gak bisa liat cewek nangis. Apalagi itu cewek yang gue sayang."

Entahlah, ucapan Javier mampu menohok hatinya. Mungkin karena Oriell menangis itu salah dirinya yang telah menolaknya. "Gue tau, Jav."

"Sori, gue emang brengsek." Ucap Loui kemudian.

"Lo gak perlu minta maaf ke gue. Seharusnya maaf lo itu, lo kasih ke Oriell." Sahut Javier, yang tadinya ia sedang menonton serial kartun favoritnya, kini pandangannya teralihkan ke arah Loui berdiri.

"Gue emang brengsek. Lo tau Jav? Gue lakuin itu semua karna gue gak mau cewek yang ada di deket gue tersakiti. Cukup Luha doang yang ngerasain itu. Gue gak mau ada korban selanjutnya."

Javier menyahut kembali, "Terus kenapa lo mesti ngomong kalimat-kalimat pedes ke si Oriell, Wi?!" Emosi Javier sudah tak bisa di kontrol lagi. Berbicara dengan Loui sepertinya bisa menghabiskan seluruh tenaga Javier.

"Itu semua biar dia ngejauh dari gue! Gue gak mau dia di apa-apain Regard. Dia bajingan. Dia gak peduli Oriell mantannya atau bukan. Dia nyelakain siapapun itu cewek yang deket sama gue!" Loui membentak. Ia tak kuat lagi. Regard pernah berbicara, jika ada cewek yang sedang dekat dengannya, Regard tak segan-segan akan melukai cewek itu, siapapun itu.

"Berarti lo suka 'kan sama Oriell?!"

"Iya gue suka! Kenapa?! Gue lakuin itu demi dia. Gue gak mau dia kenapa-napa." Suara Loui merendah di akhir kalimat.

Javier terenyuh oleh ucapan sepupunya itu, "Kalo lo sayang sama dia, lo gak perlu minta dia jauhin lo segala. Kalo lo sayang sama dia, buktiin ke Regard kalo lo bisa jaga Oriell baik-baik. Lo cupu, Wi! Kalo lo gak mau gue katain cupu, lo harusnya lakuin apa yang gue omongin." Seru Javier membuat Loui mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Sekarang kalo Oriell jauhin lo, itu salah lo. Lo jangan nyesel sama keputusan lo yang suruh Oriell jauhin lo. Tapi gue yakin lo bakal nyesel Wi. Mau gimanapun juga, lo udah sayang sama Oriell. Yang lo harus lakuin sekarang, perjuangin Oriell. Kejar dia, Wi. Jangan dia yang selalu ngejar lo,"

Loui bergeming di tempat akibat ucapan Javier. Kalimat Javier membuat dirinya bingung mau menjawab apa-apa. Loui diam seribu bahasa.

dER SCHNITTER

"Riell, lo kenapa sih murung mulu. Ada masalah? Bagi-bagi lah ke gue, siapa tau gue bisa bantu." Nelvi melihat sahabatnya yang sering kali kedapatan sedang melamun.

Oriell menggeleng. "Gue belum siap cerita,Nel."

Nelvi menghembuskan nafasnya, lalu ia berjalan ke arah meja Loui, Javier belum datang ia memang terbiasa datang 1 menit menjelang bel masuk berbunyi. "Wi, lo tau gak Oriell kenapa? Dia murung mulu dari kemaren, kayak ada masalah gitu."

Loui mengangkat bahunya. Andaikan ia bisa mengatakan kepada Nelvi bahwa penyebab Oriell menjadi seperti ini adalah karena Loui menolak Oriell kemarin sore. Tapi, ia tidak bisa mengatakannya, apalagi bangku yang ia duduki sangat dekat dengan bangku yang di tempati oleh Oriell.

Nelvi kemudian berlari ke arah Javier yang baru saja datang dan masih ada di depan pintu kelas. "Eh, Jav lo tau gak si Oriell ngapa tuh murung mulu. Aneh gue, dari kemaren kalo gue ngomong jawabannya geleng atau enggak ngangguk doang, berasa ngomong sama orang bisu tau gak." Jelas Nelvi panjang lebar.

Javier meletakkan tasnya lalu melirik Oriell sekilas. Javier menarik tangan Nelvi dan membawanya ke depan kelas. "Gue jelasinnya disini aja."

Nelvi mengangguk, ia sudah siap mendengarkan. "Jadi, kenapa Oriell jadi kayak gitu?"

Javier menghela nafas. "Sebenernya gue gak tau, gue berhak nyeritain ini ke lo apa enggak. Tapi, daripada lo penasaran mending gue ceritain aja yang sebenarnya."

Javier melanjutkan perkataannya. "Jadi, kemaren Oriell nyatain perasaannya ke Loui di café seberang sekolah. Dia ceritain apa yang dia rasain selama ini ke Loui. Loui kaget dia gatau harus jawab apa di sisi lain ada seseorang yang bakal nyakitin cewek yang lagi deket sama Loui. Jadi, Loui nyuruh Oriell ngejauh dari dia. Dia nolak Oriell."

Nelvi memotong perkataan Javier. "Apa-apaan tuh! Gue gak terima sahabat gue di tolak mentah-mentah kayak gitu. Gue harus nyamperin Loui sekarang!"

Javier menahan lengan Nelvi. "Tapi, ini belum selesai,Nel!"

Nelvi sudah terlanjur emosi, ia tidak terima jika sahabatnya ditolak mentah-mentah seperti ini. Jelas hal ini membuat sahabatnya sakit hati, Nelvi tidak ingin ini terjadi. Lagian, apa sih kurangnya Oriell dimata Loui? Dia cewek yang cantik baik pula.

Nelvi menghampiri Loui yang sedang mendengarkan lagu dengan tenang di kursinya. Tanpa basa-basi, Nelvi langsung saja menampar pipi Loui begitu saja. Hal itu tentu mengundang perhatian kelas ke arah mereka berdua. Untung saja tadi Oriell sedang ke kamar mandi untuk mencuci mukanya agar terlihat lebih segar. Mengingat jam masuk sebentar lagi akan berbunyi.

PLAK!!

"Apa-apaan lo?" Loui menatap Nelvi dengan nyalang. Namun Nelvi tidak takut dengan tatapan cowok itu. Ini demi sahabatnya.

"Lo sukses Wi buat sahabat gue nangis. Lo cowok brengsek tau gak?! Gue gak mau ada sahabat gue yang sakit hati. Tapi gara-gara lo, sahabat gue, Oriell, ngerasain itu!" Bentak Nelvi, amarahnya sudah di ubun-ubun. Bahkan mungkin sudah meluap.

Seusai membentak, Nelvi langsung melangkahkan kakinya untuk keluar kelas. Jika ia tetap disitu, bisa-bisa Loui kena tamparan yang kedua kalinya.

"Tunggu!" Loui berteriak, langkah Nelvi terhenti. Loui berdiri lalu menarik tangan Nelvi. Loui membawa Nelvi ke koridor kelas 11--lumayan jauh dengan kelasnya. Ia ingin menjelaskan semuanya pada Nelvi, agar Nelvi tidak salah paham lagi.

"Gue suka sama Oriell, bahkan dari awal dia nyapa gue. Dia adalah cewek pertama yang nyapa gue setelah suatu kejadian buruk terjadi pada gue. Gue memutuskan untuk merubah kepribadian gue, dan kalian sebut gue cowok aneh. Tapi, Oriell gak peduli kalo dia deket sama cowok aneh itu, itu yang gue suka dari Oriell, dia cewek yang apa adanya. Kalo ada siapapun cewek yang deket sama gue, pasti bakal ada seseorang yang nyelakain cewek yang deket sama gue itu. Dia bakal nyakitin cewek itu sampai ngebuat gue merasa bersalah lagi. Hal ini udah terjadi pada adik gue, dia meninggal gara-gara kejadian itu. Dan gue gak mau Oriell juga ngalamin kejadian ini. Gue gak mau rasa bersalah gue muncul lagi untuk yang kedua kalinya."

Nelvi tertegun mendengar penjelasan dari Loui, jujur saja ia sangat tidak menyangka keadaan buruk akan terjadi jika Loui dan Oriell bersama.

Kasihan Oriell, ia harus di tolak hanya karena dendam seseorang pada Loui.

***
a/n:
gatau mau ngomong apa.
intinya, jangan lupa untuk selalu vomment.

selamat siang,
-aulia-

dER SCHNITTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang