14- Flashback

31 16 2
                                    

Bagian Empatbelas

"Seharusnya Seril yang sekarang ada itu adalah anak lelaki mama satu-satunya, Yah. Padahal dulu Bunda biarin aja Seril menjadi anak Bi Wani." Ariell berteriak. Emosinya sedang menggebu-gebu.

Seril mendengar percakapan antara Ayah dan Bundanya. Ia sangat kecewa, benar-benar kecewa. Hatinya remuk ia ingin menjatuhkan dirinya dari atas loteng rumah terkutuk itu. Ia benci takdirnya sebagai anak yang tidak diinginkan oleh keluarga ini. Tenyata orangtua yang selama ini ia sangat sayangi tidak mau merawatnya, sejak ia lahir sampai ia kelas 1 SD ia diurus oleh Bi Wani,pembatu rumahnya yang ditugaskan oleh Deril mengurus Seril hingga ia berumur 7 tahun. Bahkan Bi Wani membawa Seril ke rumahnya sendiri saking besarnya kasih sayang Bi Wani kepada Seril.

Tak kuasa Seril menahan air matanya. Ia pergi dari hadapan ayah dan bundanya yang masih belum selesai berbicara. Seril tidak tahu jika ia masih mendengarkan percakapan antara ayah dan bundanya apa yang terjadi pada dirinya, hanya mendengarkan sedikit saja percakapan mereka Seril sudah merasakan hantaman besar yang tepat jatuh ke hatinya. Sehingga hatinya remuk berkeping-keping.

Ariell menangis. "Tapi, itu dulu, yah. Sekarang bunda sayang banget sama Seril. Bunda menyesal, harusnya bunda bersyukur di beri titipan sama Allah. Tapi, bunda menyia-nyiakannya" Air mata yang deras terus mengalir di pipi Ariel. Deril berusaha menenangkan istrinya yang sedang sedih tersebut.

"Udah,bun. Waktu dulu kita memang terobsesi ingin punya anak laki-laki. Jadi, biarin ini manjedi pengalaman. Yang sekarang kita harus lakuin adalah, manebus kesalahan kita pada Seril, kita curahkan semua kasih sayang kita kepada kedua anak kita,Bun" Inilah sifat Deril yang selalu disukai oleh Ariell, ia selalu memandang sisi positif dari segala sesuatu.

Dulu, waktu Seril lahir Ariell benar-benar bingung apakah ia harus sedih atau senang. Hasil USG bayi yang ada di perut Ariell adalah bayi laki-laki. Tapi, setelah ia lahirkan yang keluar adalah bayi perempuan, tentu Ariell sangat kecewa. Saking kecewanya ia tidak bisa menahan emosinya. Sehingga ia dengan lancangnya menyuruh Bi Wani untuk mengurus Seril hingga Ariell bersedia untuk mengurus anak itu.

Awalnya Deril tidak setuju dengan keputusan istrinya itu. Tapi, apa boleh buat, istrinya itu sangat keras kepala. Deril memang bisa menenangkan istrinya jika ia sedang emosi. Tapi, sekarang sepertinya ia sedang tidak bisa menenangkan hati istrinya.

dER SCHNITTER

Seril sedang menangis di kamarnya, ia tersedu-sedu mengingat percakapan ayah dan bundanya. "Gue emang gak guna lagi disini. Untuk apa gue balik ke keluarga ini? Mending gue hidup pas-pasan sama keluarga Bi Wani daripada hidup enak tapi, batin gue menderita."

Ia memukul guling yang ada dihadapannya, tembok pun ia pukul sekeras mungkin untuk menumpahkan kekesalan, ia tidak tahu harus melakukan apa. Sekarang yang ada di otaknya sekarang adalah ia adalah anak yang tidak berguna dan tidak pernah diinginkan di keluarga ini.

Tok.. Tok..

Oriell mengetuk pintu, dan masuk tanpa menunggu jawaban dari sang pemilik kamar. "Dek, lo kenapa? Pacar lo gak bales chat lagi? Kenapa-kenapa? Lo harus cerita sama gue" Oriell kaget melihat adiknya sedang menangis, biasanya jika seperti ini masalahnya tidak jauh dari 'Pacar gue gak bales chat.' atau 'Masa tadi gue dikacangin pacar gue.'

Seril tersenyum, ia tidak mungkin bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya. "Gue gapapa kok. Kak, tolong gue pengen sendiri dulu."

Oriell mengerti keinginan adiknya itu, ia segera meninggalkan kamar walaupun masih banyak yang ia ingin tahu kenapa adiknya menangis.

dER SCHNITTER

dER SCHNITTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang