41- Pertanyaan Oriell

15 3 0
                                    

Bagian Empat Puluh Satu

Melepas lelah setelah berada di sekolah kurang lebih 7 jam, Oriell merebahkan tubuhnya di sofa. Ia ingin menonton acara kesukaannya, Asia Next Top Model. Tapi, bunda dan adiknya menghampiri Oriell seolah ingin mengintrogasi tersangka pembunuhan.

Drama ini semakin menjadi, disaat mata Ariell, bundanya melotot. "Oriell! Ayo jujur sama bunda! Kamu lagi punya pacar 'kan?"

"Mampus lo! Ketauan juga 'kan." Tambah Seril.

Sudah Oriell duga, mereka memang bekerjasama. Di keluarga Oriell pacaran memang diperbolehkan asal tidak melebihi batas dan juga harus jujur satu sama lain. Salah Oriell disini adalah ia tidak jujur bahwa ia sudah berpacaran dengan Javier bukan tidak jujur tapi, belum ada waktu yang tepat.

"Ayo jawab pertanyaan bunda." Mata Ariell sekarang sudah lebih tenang, tidak melotot lagi.

"Emm.. bun, gini lho maksud Oriell. Bukannya gak mau jujur sama bunda tapi, belum ada waktu yang tepat." Oriell menyengir.

"Alesan aja kamu ya."

"Iya, iya aku pacaran sama Javier." Jawab Oriell.

Seril dan Ariel tersenyum menggoda. "CIE.."

"Ih apaan sih kalian!" Oriell memalingkan pandangannya seolah tidak ingin berbicara.

"Tapi kok bukannya yang deket sama lo itu Loui ya bukan Javier?" Seril yang sudah berkali-kali melihat kakaknya diantar pulang oleh Loui merasa heran, kenapa tiba-tiba Javier yang menjadi pacar kakaknya itu.

"Maunya sih gitu! Tapi, ya gimana lagi. Udah ah males bahas yang kayak gitu."

"Oh.. Bunda ngerti sekarang. Jadi kamu suka sama Loui tapi, Loui gak suka 'kan sama kamu. Jadi Oriell jadiannya sama sepupu Loui deh. Haha." Ariell tertawa mendengar cerita Oriell ya walaupun Oriell masih belum bisa terlalu terbuka.

"Iya.. gitu deh pokoknya."

"Gak apa-apa kok, Riell. Javier juga baik, dia orangnya humoris." Bunda tersenyum pada Oriell.

"Ibunya Javier koma jadi, kemarin aku nemenin dia bun, makanya aku pulang malam. Aku malah dianter pulang sama Loui. Aneh 'kan?" Kemarin setelah pulanh dari rumah sakit Oriell langsung tidur dan tidak menjawab pertanyaan bundanya jadilah ia menjelaskannya sekarang.

"Hah?! Kenapa bisa sampe koma? Emang ibunya Javier sakit apa?" Sama seperti perkiraan Oriell, bundanya pasti akan terkejut.

"Kalo gak salah sakit jantung gitu deh, gatau Oriell gak ngerti."

"Alah! Modus itu mah. Bilang aja lo seneng 'kan?" Seril tertawa melihat wajah Oriell yang mulai merah.

"Heh! Diem lo bocah kecil!" Oriell menjitak kepala Seril, membuat Seril meringis kesakitan.

"Besok bunda mau jenguk calon besan aah.. HAHAHA." Ariell tertawa terbahak-bahak.

"Ih nyebelin! Tau ah aku mau ke kamar, males di sini banyak kompor!"

Bunda dan adiknya pun tertawa melihat tingkah Oriell yang malu-malu seperti itu. Dalam hati Ariell bersyukur Seril telah berubah kembali.

dER SCHNITTER

Pagi yang cerah membuat perempuan satu ini semangat menjalani hari, walaupun ia lagi-lagi harus menaiki kendaraan umum untuk pergi ke sekolah.

Oriell menjalani ritual paginya, sama seperti orang lain tidak ada yang terlalu berbeda dengan orang lain seperti mandi, sarapan dan lain-lain.

Setelah sarapan Oriell pamit pada kedua orangtuanya. "Yan, Bun. Oriell pergi dulu ya." Oriell mencium tangan ayah dan bundanya itu.

"Nanti kalo Mang Sardi udah kesini, kamu gak perlu naik kendaraan umum lagi. Lagian kenapa gak mau nyetir sendiri sih, kan ada mobil juga." Tawar ayah Oriell, Deril.

"Gak mau ah, males kalo macet ntar malah cape dijalan. Yaudah kalo gitu Oriell pergi dulu ya."

Setelah mendapat jawaban dari orang tuanya Oriell pun berjalan menuju gerbang rumahnya tapi, ada yang aneh. Mobil jazz berwarna putih sudah terparkir di depan gerbang rumah Oriell.

Karena penasaran akhirnya Oriell memberanikan diri untuk mengetuk kaca mobil. Tak lama, si pemilik mobil membuka kacanya.

"Cepet masuk, keburu telat."

Oriell yang masih kaget tidak manjawab si pemilik mobil ia masih diam di tempatnya.

"Cepet, atau gue berubah fikiran." Nadanya begitu dingin dan ketus. Tidak perlu dijelaskan siapa pemilik mobil putih ini.

Daripada naik kendaraan umum, lumayan kan dapet tumpangam. Oriell lalu berlari kecil dan masuk ke dalam mobil itu.

"Jangan dulu geer. Gue cuman kasian liat lo."

Oriell tertawa, memang tidak pernah berubah sifat cowok di sampingnya ini. "Kalo gue udah terlanjur geer gimana."

"Gak usah kegeeran makanya jadi orang."

Oriell tertawa. "Gue cuman bercanda elah, Wi. Lagian lo idupnya dibawa serius mulu sih, kapan serunya kalo idup dibawa serius mulu. Satu lagi, itu hati jangan digembok mulu siapa tau ada cewek yang punya kuncinya."

"Gak usah so nyeramahin gue."

"Kalo gue masih berjuang untuk lo sampai sekarang, apa gue bisa dapetin lo? Karena jujur berjuang sendiri itu rasanya sakit, perhatian sama lo, selalu ada untuk lo, dan bahkan waktu itu gue rela nahan rasa malu demi untuk terus deket sama lo tapi, sayang waktu itu gue gak pernah dianggap. Gue ngomong gini karena gue kasian sama cewek diluar sana yang sayang sama orang kayak lo, lo dingin, jutek, gak peduli kalo ada cewek yang lagi sayang sama lo. Inget perkataan gue, Wi. Cewek yang berjuang dan mencintai dengan tulus itu gak banyak jadi, jangan pernah sia-siain mereka. "

Sebenarnya ingin sekali Loui menjawab pertanyaan Oriell itu tapi, ia hanya bisa berbicara di hatinya bahwa jika Oriell masih berjuang, sedikit lagi, sedikit saja. Loui bisa pastikan Oriell sudah menjadi pacarnya dan tidak akan ia lepas lagi. Ini semua gara-gara ancaman Regard yang membuat Loui takut untuk dekat dengan Oriell, karena itulah Loui berkali-kali menyakiti hati Oriell, hanya untuk melindungi Oriell dari bahaya ancaman Regard.

"Udah sampe. Turun gih."

Oriell mengangguk, lalu ia keluar dari mobil Loui. Ia tersenyum lalu melambaikan tangannya. "Makasih tumpangannya ya, Wi. Ntar pulang sekolah gue ikut ke rumah sakit ya."

Loui menggeleng, kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. "Dasar cewek aneh, ada aja tingkahnya yang buat gue tambah suka sama lo, Riell."

***

dER SCHNITTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang