16 - Heavy

5.6K 368 1
                                    

 "GILA LO?!"

Visi menutup kedua telinganya ketika Ina disebelahnya teriak tidak jelas. Pasti kaloan sudah bisa menebak kenapa seorang Ina bisa berteriak seperti itu di pagi hari yang cerah ini. Visi mengembungkan kedua pipinya lantas memakan roti bakar yang baru ia beli di depan gerbang sekolah. Sepertinya dia memang kelaparan, entah kenapa roti bakar seharga dua ribu lima ratus itu sangat nikmat. Padahal isinya hanya selai kacang.

"Terus gimana tuh?"

"Ya gak gimana-gimana, na. Awalnya dia baliknya ngajak gue bareng, ya ogahlah, yakali gue ninggalin adek kelas." Visi kembali mengigit roti itu. Pagi hari ini sangat sepi karena rata-rata anak kelas sepuluh banyak yang tidak hadir dikarenakan masih terbawa suasana camping kemarin.

"Dia bawa mobil? Ke hutan?" Visi mengangguk. Awalnya ketika Visi hendak masuk ke mobil tentara FIlan menahannya. Mengajak cewek itu untuk pulang dengannya menaikki mobil yang dibawa cowok itu. Tentu saja Visi menggeleng, apalagi mereka menjadi tontonan. Filan mengangguk mengerti dan akhirnya dia mengendarai mobilnya sendirian. Berhubung Putra, Tino, dan Rendy menumpang di mobil guru dan tadinya mereka memberikan waktu luang untuk Filan. Memang dasarnya Visi ingin meng-iya-kan ajakan itu, tapi tatapan yang lainnya seolah-olah membuat Visi takut.

"Padahal lu ikut aja. Gak usah peduli sama pikiran yang lain. Toh, denger dari cerita lo si Filan nggak seburuk itu." Ina melipat kedua tangannya. Entah apa yang harus dia nasehati lagi dari seorang Visi.

"Gue emang mau, tapi ..."

"Gengsi?"

"Apa?"

"Malu?"

Visi terdiam. "Gini ya, kalo lo mau, mauin aja. Jangan bohong sama diri lo sendiri, Visi. Kalo lo suka akuin lo suka, kalo nggak akuin lo juga nggak suka. Intinya jujur sama diri lo sendiri." Visi masih terdiam. Kini roti bakar itu seperti hambar. Tidak ada rasanya.

"Nanti lo les?" Visi menggeleng. "Kayaknya nggak. Gue ... kayaknya masuk angin." Ina menatap Visi dengan cemas. Memang dibanding anak PMR lain sebenarnya kondisi fisik Visi cukup lemah. Ina ingat betul Visi pernah tidak masuk sekolah sebulan waktu SD karena terkena gejala demam berdarah sehingga membuatnya selama dua minggu dirumah sakit. Visi juga pernah cerita, dulu saat SD dia sering sakit-sakitan.

Bukan itu saja, bagaimana jika ada alasan lain mengapa Visi sakit-sakitan? Seperti masalah mental?

"Visi. Lo dulu kenapa SD sakit-sakitan?" Visi menoleh kearah Ina dengan cepat. Cewek itu mengerutkan dahinya.

"Gue waktu itu korban bullying."

Ina membelalakan matanya. Lantas cewek itu memegang kedua pundak Visi.

"Itulah sebabnya, gue nggak bisa percaya sama orang dengan mudah. Tapi ke cowok itu, rasanya kata 'percaya' itu gampang banget keluarnya. Gue takut. Gue takut hal yang bikin gue trauma kejadian lagi." Ina mengusap pelan pundak Visi. Dia menjadi ikut khawatir juga. Cewek sepolos Visi dan tidak punya pengalaman dengan cowok itu membuat Ina khawatir. Apalagi cowok misterius bernama Filan itu yang tiba-tiba hadir dikehidupan Visi.

"Mungkin ... ini jalan keluar lo."

Visi menatap Ina. Ina tersenyum kecil dan melanjutkan perkataannya. "Mungkin ini cara Tuhan kasih tau ke elo gimana rasanya mulai terbuka sama orang lain. Mulai percaya sama orang lain. Karena nggak semua orang harus jadi musuh lo. Nggak semua orang musuh lo, terkadang lo harus tau pahitnya percaya sama orang lain, kalo udah, gue jamin. Lo bakalan tau mana orang yang pantas lo kasih kepercayaan dan tidak."

"Tapi kenapa harus dia?" Visi menatap ina dengan berkaca-kaca.

"Mungkin rasa percaya lo berawal dari dia. Lo harus siapin mental lo. Siap untuk jatuh atau tidak. Karena kalo lo terus-terusan gini, lo gak bakalan move on dari masalah lo. Kita udah mau lulus, gue berasa jadi teman yang nggak becus kalo gue nggak bisa kasih saran apa-apa ke elo." Ina tersenyum kecil. Cewek itu lantas melepaskan kedua tangannya yang masih bertengger di bahu Visi.

Afterglow [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang