"Filan." Sudah lima kali Visi memanggil cowok itu. Filan masih menatap tajam danau didepannya. Visi tahu Filan marah, dapat dilihat dari tatapan cowok itu dan rahangnya yang mengeras.
"Ando." Akhirnya Visi memanggilnya dengan nama itu.
"Gue gak tau kenapa lo niat ikut campur urusan keluarga gue." Katanya dengan dingin. Visi membelalakan matanya. Jantungnya seperti tertusuk pisau, sangat sakit. Visi tidak ada niat untuk ikut campur, dia hanya akan menyampaikan pesan Roland.
"Gue gak ikut campur!" Kata Visi tidak terima.
"Oh ya? Setelah lo pura-pura jadi pacar gue, sekarang lo jadi burung penyampai pesan keluarga gue, gitu?"
"Tai." Umpat Visi pelan. Membuat Filan menoleh dengan cepat kearahnya. "Apa lo bilang?"
"Lu tuh tai!" Kata Visi sambil membentak Filan. Filan berdiri dari sandarannya di pohon. Menegakkan tubuhnya dan menatap Visi dengan tidak percaya.
"Gue juga nggak mau gini! Lo pikir gue bisa ngebiarin aja Roland ditengah jalan?! Dalam keadaan mabuk?! Gue juga manusia! Punya empati dan simpati!" Visi berteriak didepan Filan. Pandangan Visi mulai kabur, nafasnya memburu, dadanya sangat sesak. Mungkin memang dari awal Filan tidak peduli padanya. Ah, bukan. Dia memang tidak peduli dengan orang lain.
"Bisa gak sih dikit aja lo punya rasa peduli?"
"..."
"Gue baru tau. Ternyata bagi seorang Filando gak ada yang lebih penting selain keegoisannya sendiri." Visi menepis air mata yang lolos dan jatuh ke pipinya dengan kasar. Wajahnya memerah menahan amarah. Percuma jika ia memarahi Filan saat ini. Filan sangat keras kepala dan Visi berharap dia sedikit saja mau mendengarkan orang lain. Tidak diam dan sibuk dengan dunianya sendiri.
"Percuma nilai lo bagus tapi kalo kelakuan lo nggak." Visi menunduk. Dia ingin pulang.
"Silahkan lo cerna info dari gue. Gue gak peduli walaupun lo mau nyebur ke danau. Percuma gue peduli sama orang yang gak peduli sama orang lain." Visi berbalik. Cewek itu memantapkan niatnya untuk pulang sendiri menaikki angkot yang lewat di jalan utama. Dia hanya ingin membantu. Hanya itu.
Visi tahu, memang dari awal ini semua kesalahannya. Mulai dari sore itu hingga pertemuan-pertemuan dengan Filan. Masalah dengan cewek yang mengaku pacar Filan, masalah barusan membuat Visi menyadari dia tidak lebih berharga dari rumput liar yang tidak sengaja tumbuh didalam lingkup bunga.
Visi kira Filan akan memaklumi bantuannya, namun sepertinya cowok itu tidak menyadari apa yang dilakukan Visi.
Keegoisan dan sikap pendiam Filan memang melekat kuat. Biang onar yang tetap menjaga prestasinya itu tidak pernah tergerak untuk berusaha keluar dari cangkangnya. Visi beruntung tahu hal ini lebih cepat.
Langit memang tampak indah, tapi kita tidak tahu apa yang sedang bersembunyi dibaliknya.
###
Visi berjalan dengan tatapan kosong. Matanya menelusuri lapangan yang sangat sepi. Membiarkan wajahnya dibelai angin pagi yang membekukan kulit wajahnya. Sesekali Visi membayangkan bagaimana kehidupannya saat ini jika dia tidak pernah berurusan dengan Filan. Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Langkah cewek itu menuntun tubuhnya ke arah rooftop sekolah. Mungkin memang orang sinting saja yang pergi ke rooftop sedangkan saat ini masih pukul enam pagi. Bahkan matahari belum terbit sepenuhnya. Visi sengaja berangkat pagi-pagi dengan ojek online, untung saja kedua orang tuanya percaya bahwa Visi sedang ada urusan dengan berkas-berkas keperluan untuk melanjutkan ke universitas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow [Completed✔]
Teen FictionVisi sangat senang ketika ia mengetahui akan mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah. Baru saja hari pertama dirinya sudah dibuat heran sekaligus penasaran dengan seorang cowok yang selalu menunduk sambil memainkan ponsel. Filan, cowok itu terli...