"Mending daripada lo rungsing gini tanyain aja langsung ke anaknya." Tino memberikan saran. Filan segera bangun dari kursinya. Berjalan cepat keluar kelas. Meninggalkan Tino dan Putra yang saling lirik lalu mengikuti cowok itu.
Filan berjalan dengan cepat menuju kelas Sarah. Beberapa siswi berjengit kaget karena wajah Filan sangat-sangat jutek. Apalagi langkah cowok itu yang cepat-cepat.
"Sarah mana?" Kata Filan dengan dingin di ambang pintu kelas Sarah. Sarah yang sedang cekikikan segera membulatkan matanya. Tidak menyangka Filan akan menghampirinya. Namun senyum cewek itu segera memudar kala melihat ekspresi wajah Filan.
"Apa?" Kata Sarah dengan biasa saja.
"Ngomong apa lo ke Visi kemaren?" Sarah berdecih. Cewek itu menatap Filan tidak percaya. "Oh? Cewek itu ngadu macem-macem ke elo? Wah, parah banget." Perkataan Sarah barusan malah membuat Filan geram.
"Dia nggak ngomong apa-apa. Tapi gue tau ada apa-apa kemaren. Apa asumsi gue salah?" Sarah diam. Filan memang seperti memaksa Sarah untuk buka suara.
"Gini deh. Mending lo belajar Matematika yang rajin. Capek tau gak gue dipanggil guru terus gara-gara nilai lo yang dibawah rata-rata? Lo tau kan gue sangat menolak ngajarin lo? Gue dengan senang ngebantu yang lain, tapi lo? Malesin." Filan berkata dengan dingin.
"Emangnya salah kalo gue cinta sama lo?" Sarah menatap Filan dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Filan tetap diam saja. Tidak peduli kalau mereka menjadi tontonan saat ini.
"Hanya ada dua pilihan dalam cinta, bahagia atau kecewa. Sayangnya kali ini lo harus kecewa. Karena gue gak cinta sama lo."
Cinta? Sinting kali. Bullshit. Batin Filan.
Filan lalu pergi. Tino dan Putra melihat kearah Sarah.
"Cinta sama obsesi itu dua hal yang beda. Menurut gue lu terobsesi sama Filan." Kata Tino lalu diikuti Putra yang ikut meninggalkan tempat itu.
TING!
Ponsel Filan bergetar. Cowok itu segera meraihnya dari saku celananya. Mengerenyitkan alisnya ketika nama Ina muncul. Maklum, mereka ber-empat sudah saling tukar kontak.
'Lan, ada masalah. Tentang Visi.'
Dan Filan segera tahu maksud pesan itu.
###
Filan berdiri menyender di samping motornya. Tangannya menggenggam ponselnya seraya menunggu pesan chat dari Ina. Filan tidak tahu alasannya, tapi kesalahpahaman ini mengganggunya. Mungkin dia harus menjelaskannya secara rinci kepada Visi. Walaupun Filan sendiri tidak tahu kenapa ia harus melakukannya.
Akhirnya, sosok yang ditunggu Filan muncul. Visi sedang cengengesan dengan Ina dan Ikky dikedua sisinya.
"Ekhem."
Ketiga orang itu langsung menoleh kearah Filan. Filan berdeham dan melirik Ina memberinya kode dengan menaik turunkan alisnya.
"Oh ya, Visi pulang sama Filan aja. Kan kalian hari ini les tuh. Bareng aja."
"Lah? Gue mau sama abang tercinta. Dia tadi mau traktir batagor."
"Iya. Si Visi sama gue aja." Kata Ikky tidak sadar situasi dan cowok itu malah menatap Filan curiga. Filan hanya berdeham lagi.
"Kenapa lo? Batuk?" Kata Ikky dengan juteknya. Visi tertawa kecil, disampingnya Ina berusaha menahan tawanya.
"Yaudah deh, lu les sama Filan aja. Gue mau ngumpul sama anak-anak." Ikky mendorong pelan punggung Visi. Visi tersentak tidak percaya. Saudaranya malah menyerahkannya dengan mudah. Sudah tahu dia sedang menghindar dari Filan atau Ando itu. Visi melirik sinis Ina, sudah pasti ada apa-apa.
"Yaudah gue bolos les aja, gue mau ikut ngumpul."
"Eh buset. Nanti gue yang diceramahin! Nggak! Lo gak boleh bolos les kecuali ada kejadian yang mengharuskan lo gak les."
"Sekali-kali bolos boleh dong ya?" Visi masih melakukan tawar-menawar dengan sepupunya itu.
"Nggak. Lo itu anak rajin."
"Gue gak serajin yang lo pikirin."
"Oh ya? Dulu waktu MOS kakel nyuruh bawa kacang ijo 2014 biji dan dengan telitinya lo bener-bener ngelakuin itu. Diitung satu-satu. Apa gue salah?"
"Ya kebo. Kakel nya kan galak. Daripada lo, disuruh nyari guru sama anak OSIS malah nangkring di kantin. Bikin masalah mulu kan." Visi tidak terima jika ia harus menjadi orang yang disalahkan. Bagaimanapun dulu kakak kelas menurut Visi adalah sosok yang patut dihormati, apalagi dengan jaket merah khas anak OSIS dan MPR sekolah mereka bikin nambah was-was. Tapi itu sepertinya tidak membuat beberapa anak takluk.
Dari awalpun Visi tidak berniat ikut organisasi. Setelah dia melihat bahwa syarat mendaftarnya adalah menghafal seluruh staff sekolah dan ikut menginap semalam di hutan. Bagi Visi sekarang mungkin itu hal yang seru, namun bagi Visi yang dulu hal itu patut dihindari.
"Eh inget gak? Dulu kan banyak anak yang ngatain kakel lewat sosmed?" Ikky membuka pembicaraan.
"Inget lah! Gue kan korbannya anjir!! Gue dipanggil kedepan dong. Padahal gue Cuma nulis 'MOS pembodohan public, f*ck you.' Gitu doang, nama twit gue terpampang di layar proyektor."
"Oh inget! Jangan-jangan lo anak cewek yang nangis ya???" Kata Ikky sambil menunjuk wajah Ina. Ina mengangguk pelan. Itu adalah hal yang paling memalukan. Tapi kenyataannya bukan hanya dia saja yang kena. Masih banyak yang lain dan dengan kata-kata yang lebih kasar darinya.
"Kalo gue mah kalian tau dong ya?" Ikky malah menyombongkan dirinya.
"Iya. Lo yang nembak Kak Rere pake bunga di meja guru. Mantap." Kata Visi dengan datar sambil berdecih. Tidak percaya bahwa Ikky melakukannya, habisnya salah dia sendiri hanya ada satu tanda tangan di buku MOS-nya.
"Gila, kenapa gue mau aja ya? Demi ngedapetin tanda tangan doang." Kekeh Ikky mengenang ke masa-masa awal putih abu-abu mereka.
"Dan sekarang itu hanyalah kenangan. Kita bakalan lulus dari sini." Visi menanggapi. Jujur saja, Visi merasa bahwa masa itu baru terasa kemarin. Tapi kenyataannya sudah hampir tiga tahun lalu. Dulu mereka masih memakai putih biru kesekolah ini.
"Gila. Gue jadi kacang banget." Filan berkata dengan dingin lalu berbalik memakai helm. Ina menahan pergerakan Filan dengan berteriak sedikit keras. Lalu Ina mendorong Visi kearah Filan. Seperti paham maksud Ina, Filan segera menarik lengan Visi dan menyuruh cewek itu duduk dibelakangnya. Visi berdecih sesaat.
"Ada yang mau gue omongin."
Mendengar nada dingin itu sontak Visi segera mengikuti keinginan Filan. Takut? Iya. Pake banget.
Filan menghidupkan mesin motornya dan melesat pergi bersama Visi. Meninggalkan Ina yang tersenyum kecil. Disamping Ina terdapat Ikky yang terheran-heran.
"Lo! Jelasin ke gue!" Tuntut Ikky kearah Ina. Ina mengangguk paham lalu mengikuti Ikky yang berjalan masuk ke gedung sekolah.
###
Mood nulis ancur karena hari ini (13 Juni 2017) penguman SBM.
And you know, hidup itu tidak selalu sesuai rencana :')
Aku tidak lolos gengz, tapi semoga apapun yang aku rencanain selanjutnya bisa terwujud. masih ada Plan B yang harus aku jalanin. Dan aku percaya bahwa mungkin ini rencana Tuhan YME. I'm okay. Keluarga aku mendukung aku terus-terusan. Jadi, aku ingin bilang, kegagalan hanya sebuah kesuksesan yang tertunda. Mainstream banget kata-katanya hehe.
Tetap semangat ya! aku aja semangat apalagi kalian!
Salam hangat ^ ^
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow [Completed✔]
Teen FictionVisi sangat senang ketika ia mengetahui akan mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah. Baru saja hari pertama dirinya sudah dibuat heran sekaligus penasaran dengan seorang cowok yang selalu menunduk sambil memainkan ponsel. Filan, cowok itu terli...