11.Failed

2.3K 140 15
                                    

"FEREYA KHAIRA APRILIA!" Teriak Arka di ambang pintu kamar Khaira.

Dalam selimut, Khaira mendengus. Ia sudah tahu siapa yang meneriakinya. Siapa lagi kalau bukan Arka, abangnya.

Khaira segera bangun. Jika ia tidak bangun sekarang, maka abangnya itu akan menyiraminya seember air yang dinginnya bak es batu sambil meneriaki nama lengkapnya.

Arka tersenyum melihat Khaira sudah bangun. "Bagus. Gue gak perlu ngambil air dingin seember."

Khaira mencibir. "Udah, sana lu keluar. Gue mau mandi."

"Gue tunggu dibawah. Hari ini, gue yang nganterin lo." Ucapan Arka membuat Khaira memutar bola mata malas. Lalu, Arka segera keluar dari kamar sang adik.

Khaira mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi. Tidak ada ritual apapun yang dilakukan Khaira selama mandi.

Tidak butuh waktu lama, Khaira sudah selesai mandi. Ia segera memakai seragamnya. Lalu, mengeluarkan buku pelajaran yang kemarin lalu memasukkan buku pelajaran hari ini.

Setelah selesai, ia segera turun ke bawah sebelum abangnya itu meneriaki namanya.

Khaira menuruni anak tangga satu persatu. Tinggal satu anak lagi, tetapi ia tidak melihat abangnya di meja makan.

Khaira melihat jam diarloji ungunya yang melingkar cantik ditangan kanannya.

Masih pagi.

"Abang kemana, Ma?" Tanya Khaira sambil duduk manis di meja makan.

"Gak tau." Mamanya sibuk merapikan meja makan dan meletakkan piring-piring.

"Ma, abang itu kalau bangunin aku berisik banget sih." Khaira mengadu kekesalannya kepada sang mama tercinta. Mamanya tertawa geli.

"Lain kali, yang bangunin aku, Mama aja deh. Bang Arka berisik kalau bangunin. Bawel pula. Cowok kok bawelnya ngalahin cewek. Mama aja bawelnya gak kayak Bang Arka."

"Oh gitu ya?" Suara itu membuat Khaira menegang. Ia tahu suara itu. Itu pasti suara abangnya.

Khaira menoleh ke belakang. Ternyata benar dugannya. Suara itu adalah suara Arka. Khaira mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya sehingga membentuk huruf 'V'. Lalu, ia menyengir kuda.

Arka memasang wajah temboknya. Ia duduk di sebelah kanan Khaira. Abangnya tidak berbicara apapun. Mamanya yang melihat kelakuan kedua anaknya hanya menahan tawa.

Kalau abangnya sudah marah, pasti ia akan didiami. Tapi, kali ini ia berusaha cuek. Kali-kali ia balas perbuatan abangnya itu.

'Biasanya ia ngerayu gue,' batin Arka.

Papa mereka pun datang dan duduk di sebelah Arka. Ia bingung melihat kedua anaknya yang saling diam. Biasanya, mereka akan saling mendebatkan hal yang tidak penting.

"Mereka kenapa, Ma?" Tanya Arga -papa Arka dan Khaira- kepada istrinya.

"Tanya langsung aja, Pa," ucap sang istri sambil mengambilkan sarapan untuk sang suami.

Papanya mengendikkan bahunya. Biarkan sajalah. Kali-kali ia sarapan dengan tenang tanpa mendengarkan mereka berdebat yang biasanya dilakukan tiap pagi.

****

Khaira keluar dari mobil papanya. Ia tak jadi diantarkan oleh Arka. Ia tahu, pasti abangnya masih marah. Jadi, Khaira meminta papanya untuk mengantarkannya.

Setelah papanya melesat pergi, Khaira segera memasuki gerbang sekolah. Ia berjalan sepanjang koridor yang masih ramai.

Pasang mata menatapya. Menatapnya dengan tatapan tidak suka. Ia sendiri juga heran. Tapi ia tak mau ambil pusing.

Dear Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang