Chapter 3

1.4K 78 44
                                    

      Duduk santai sambil mengamati lukisanku, itulah yang aku lakukan sekarang. Sementara Ega dan Stella berbincang-bincang, membicarakan bisnis mereka.

    Aku mengarahkan pandanganku menghadap meja di seberang tempat dudukku, saat Stella memanggil namaku.

"Ellen, sekarang Ega adalah patnermu! Dia begitu berbakat sama sepertimu. Aku tinggal kalian sebentar untuk berbincang" Stella beranjak keluar dari ruangan, ingin sekali aku membantah perkataan Stella, tapi ku urungkan saat Ega beranjak duduk di depanku.

"Hai Ellen, bagaimana kabarmu? Kau memang pelukis berbakat!"

"Aku baik-baik saja! Kau terlalu berlebihan"
Ingin sekali aku merutuki diriku yang terlihat gugup di depannya. Oh, ayolah Ellen, satu tahun tanpa dia, kau pasti bisa melupakannya.

"Apa kau punya kata-kata bagus untuk  lukisanmu?"

"Tidak. Aku pikir kau yang akan melakukannya!"

"Yah, aku hanya meminta saranmu saja, tapi kau begitu percaya padaku" Dia tersenyum sekilas dan menyerahkan selembar kertas padaku. "Apa kau setuju dengan ini? Kami telah membicarakannya dengan Stella dan dia menyetujuinya."

  Dengan malas ku terima kertas itu, tapi tidak benar-benar ku baca dan mengembalikannya kembali.

  Aku sudah tidak sanggup dengan matanya yang selalu menatap setiap pergerakanku, seperti yang sering dia lakukan dulu.
"Cukup bagus."

Hanya itu yang dapat aku katakan, berharap semua ini segera selesai, agar aku bisa pergi dari sini. Jantungku sudah bergetar setiap kali dia membuka mulutnya, aku takut dia berkata....

"Kau menemukan penggantiku di kota besar ini?"

  Pertanyaan yang mengarah kesini yang selalu ku takutkan, akhirnya keluar juga dari mulutnya. Ku buang keterkejutanku atas perkataannya. Hatiku meneriaki ingin berkata 'aku tak dapat menemukan penggantimu, karna aku masih mencintaimu' , tapi otakku masih waras untuk tidak berkata seperti itu.
"Belum."

"Apa se-susah itu mencari penggantiku?" Alisnya terangkat dan tersenyum miring, dia tau bahwa aku tidak bisa melupakannya?

"Apa kau berniat untuk tidak melupakanku?" Lagi lagi kata-katanya membuatku seperti kucing yang sedang ketahuan mencuri ikan, apa aku terlihat seperti itu? Tapi nyaris tidak ada yang salah.

"Apa maksud dari perkataanmu? Jauh sebelum ini aku telah dapat melupakanmu, tapi sebenarnya kau lah yang tidak dapat melupakanku." Aku berbohong, mana mungkin aku jujur aku masih belum bisa melupakannya. Kata-kata terakhir tadi bukan bermaksud meremehkannya, tapi aku ingin tau kebenarannya, apa dia telah melupakanku? Apa dia sekarang telah memiliki pacar?

"Ya, ku akui apa yang kau katakan benar"

Mataku terbelalak kaget, apa aku harus senang? Atau justru aku harus bahagia? Jawaban dari kedua pertanyaanku 'harus'. Tapi apa aku dapat mempercayainya?

"Aku selalu mencari tahu tentangmu di akun sosmed mu, dan hampir semua kegiatanmu disini aku mengetahuinya!"

  Sial, mengingat aku sedikit rada lebay yang mempublis kegiatanku setiap harinya di akunku, membuatku merutuki kelebayanku. Tapi ini tidak sepenuhnya salah kelebayanku, tapi juga salah kebodohanku yang lupa mem-blok akun nya.

    Mendengar tawa ringannya lamunanku buyar. Aku menatap nya dengan sebelah alisku terangkat, seperti berkata 'apa ada yang lucu ?'

"Tidak usah terkejut seperti itu, wajahmu sangat lucu!"

"Sejak kapan kau membuntutiku?" Tawanya kali ini pecah. Dia terhibur dengan perkataanku? Kau membuat pertahananku meleleh setelah susah payah setahun ini aku membangunnya, hanya dengan melihat tawamu aku ingin sekali memelukmu.

"Haha...kau lucu sekali. Aku tidak mungkin mengikutimu selama setahun kan? Tapi kedengarannya menarik."

"Tapi...agar kau tidak salah paham, akan aku jelaskan! Aku tidak pernah mengikutimu Ellen, aku baru saja sampai dari Jakarta. Aku kesini karena Stella menelponku, karena aku seorang pembuat Artikel untuk semua jenis karya orang lain, mewawancarai beberapa orang penting untuk sebuah Artikel"  

   Aku seperti semut kecil yang di siram air panas, rasanya sakit saat kita kegeeran di depan mantan yang masih kita inginkan. Berlagak masih di pentingkan, hingga dengan pede nya mengatakan dia membuntutiku? Oh, tuhan! tenggelamkan aku.

  

Akhirnya aku bisa bernapas lega saat Stella datang dan melempar senyum kearah kami berdua. Ku balas senyumnya dan beranjak mengambil air putih di pojok ruangan ini. Tenggorokanku sangat membutuhkan air, rasanya seperti dehidrasi berbicara dengannya.

"Kurasa Ellen menyukai artikel yang akan aku buat nanti."

   Walau aku masih berada beberapa meter dari mereka, tapi aku masih mendengar perkataan Ega kepada Stella.

Kapan aku bilang aku menyukai artikelnya? Dia masih sama, lelaki bermulut dua dan manis.

"Ya, karyamu memang sangat bagus!" Puji Stella dan melanjutkannya lagi, "Apa kalian masih membahas tentang Artikel itu?"

Mungkin Stella berpikir dia terlalu cepat menghampiri kami, aku tidak mau membuat dia merasa bersalah. Dan langsung menghampirinya setelah meletakkan gelas bening yang ku pengang ke tempatnya.

   Karna dia penyelamatku saat ini, jadi akan aku ambil kesempatan ini untuk pergi.

"Tidak, bertepatan kau datang kami selesai membahasnya" Ujarku  sambil tersenyum se-manis mungkin ke arah Stella dan mengambil tas ku yang berada di atas meja ku.
"Baiklah Stella, aku harus pulang!"

"Apa kau tidak perlu tumpangan?" Tawar Stella setelah melihatku sudah ingin bergegas.

"Terimakasih. Aku lebih baik naik Taksi saja"

"Sepertinya aku perlu tawaran itu Stella" Aku menoleh ke arahnya, jika dia berniat yang tidak-tidak pada Stella, akan aku pecahkan kepalanya. Karna si mata kerancang ini sangat tahu mana wanita bening seperti Stella. Gadis berumur 28 tahun, tapi tidak berdampak pada tubuh dan wajahnya. Jika orang melihatnya, pasti akan mengira Stella masih berumur 20 tahun.

"Kau ingin mencari Apartemen, Ega?" Tanya Stella ramah.

"Yah. Sepertinya aku perlu beberapa hari di kota ini, mengingat aku sudah memiliki kontrak kerja denganmu Stella"

"Baiklah, akan aku antar kau ke Apartemen yang bagus. Jika kontrakmu telah habis, kau masih boleh datang kesini untuk reunian dengan patner kerjamu seperti aku, Ellen dan beberapa orang lain disini"

 
     Ega tersenyum manis menanggapi perkataan Stella. Stella memang gadis cantik, ramah, dan baik hati. Tidak heran dia memiliki banyak teman, dan di sukai patner kerjanya.

   Aku pamit lagi ke Stella dan Ega. ku langkahkan kaki ku keluar gedung ini. Tanganku melambai saat sebuah Taksi melewati depan gedung ini.

Taxi membawaku ke rumah Trisya, entah kenapa aku takut jika Trisya mengetahui soal Ega. Tapi aku tak pernah bisa bohong padanya, dia tau gerak gerikku jika aku sedang gelisah seperti sekarang.

  Oh, tuhan! Kenapa harus dia patner kerjaku? Apalagi yang akan terjadi padaku? Begitu susahnya kah untuk move on, dari pacar pertama? Bahkan satu tahun belum bisa membuatku melupakannya, bahwa aku masih sangat mencintainya, Ega Pratama Surya.

Bersambung😁

**vot dan comennya kak😍
Respon kalian sangat mempengaruhi mood Author abal-abal ini.

Move On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang