Hari ini benar-benar membuatku tidak mood. Setelah susah payah aku menolak ajakan Trisya untuk berlibur, tapi tidak berhasil.
Aku menghembuskan nafas lelah, harusnya hari ini aku beristirahat merebahkan diriku di ranjang tempat tidur. Tapi kini aku malah menenteng koper hitam kecil yang berisi barang-barangku.
Aku, Trisya dan Ferel kini sudah berada di dalam mobil Ferel setelah berpamitan kepada kedua orang tua Trisya. Aku tak tau entah pergi berlibur kemana yang mereka maksud, aku memilih diam.
***
Setelah menempuh perjalan yang menurutku cukup panjang, akhirnya kami tiba di sebuah Hotel besar mewah berbintang.
Kulihat Trisya tidak ada hentinya tersenyum, bahkan dia mengoceh sepanjang perjalanan. Sedangkan aku, aku diam dan memilih tidur selama perjalanan.
"Kalian tunggu aku disana!" Ujar Ferel menunjuk kursi panjang di dekat pintu masuk, "Aku pesan kamar kita dulu."
Trisya menganggukkan kepalanya dan menarik tanganku menuju kursi yang di tunjuk Ferel tadi. Apa enak nya berlibur di hotel seperti ini? Rasanya kamar yang ku tempati juga seperti kamar hotel!
Ferel menghampiri kami setelah berbicara pada resefsionis "Kamar kita di lantai 3, kita bisa kesana sekarang, aku lelah sekali!"
Lagi-lagi aku menurut melangkahkan kaki mengikuti kakak beradik ini.
Kini aku berada di depan pintu kamar yang telah Ferel pesan, aku menunggu Trisya yang masih berbincang dengan kakak nya.
"Ck, padahal kamar kakaknya ada disebelah, kenapa harus mengobrol sekarang? Sial"
Aku mengumpat dalam hati, keadaan seperti ini tidak seperti yang ku inginkan. Lebih baik aku berada di dalam kamar berjam-jam, daripada harus berada di posisi seperti ini.
"Ayo kita masuk!"
Trisya membuka pintu kamar dan yang pertama kali ku lihat, waw....
Ini dua kali lipat lebih besar dari kamar Trisya. Ku pikir kamar Trisya lah yang paling besar, ternyata salah.
Aku mulai meletakkan baju-baju ku di lemari besar dan panjang menjulang keatas, sementara Trisya merebahkan dirinya di kasur dan mulai memejamkan mata, meletakkan begitu saja koper besarnya tergeletak di lantai.
Aku menggelengkan kepalaku, walau aku sangat lelah, tapi aku memindahkan bajuku dari koper ke-lemari, menyusunnya dengan rapi.
*****
"Ellen, lupakan masalah pekerjaan untuk sementara waktu, kita disini untuk berlibur!"
Suara Trisya membuatku memberhentikan aktivitas membaca buku favorit ku. Aku tersenyum kearahnya yang mulai duduk di sampingku. Sekarang ini kami sedang di balkon kamar hotel.
"Beristirahatlah!" Sekali lagi aku tersenyum kearah Trisya yang tak pernah berhenti perhatian kepadaku.
"Aku hanya sekedar membaca Trisya. Kau tenang saja,"
"Tidak, ku tau kau belum beristirahat sedari tadi. Ayo!" Trisya menarik tanganku, aku terpaksa beranjak mengikutinya menuju ranjang.
Tanpa di suruh aku tau apa maksud Trisya membawaku kesini. Aku mulai merebahkan tubuhku, memejamkan kedua mataku yang sangat kelelahan. Dan setelahnya aku benar-benar tertidur.
***
Drett... drett..
Suara getaran ponsel membuat Trisya menoleh mencari sumber suara. Tapi dia tidak menemukan benda yang berbunyi itu.
Tapi getaran itu terus berbunyi, membuat Trisya beranjak dari sofa meletakkan majalah yang tadi sedang ia baca.
Dahi Trisya menyerngit heran, setelah dia menemukan ponsel Ellen di dalam ranselnya tertera Nama Ega yang sedang menghubunginya.
Tanpa pikir panjang Trisya langsung mengangkat ponsel Ellen.
"Hallo Ellen, kenapa kau lama sekali mengangkat teleponku, kata Stella kau tidak masuk kerja hari ini!" Trisya menghembuskan napas mendengar suara dari dalam telepon, saat dia berpikir semoga itu bukan Egaa yang di maksudnya, nyatanya dia benar-benar Ega."Hallo, Ega. Sebaiknya kau menjauh dari Ellen, karna sebentar lagi Ellen akan bertunangan dengan kakakku" Ujar Trisya tegas.
"A..ap apa? Bertunangan?" Terdengar Ega sangat syok disana,
"Ya. Ellen sangat bahagia dengan kakakku! Jangan pernah mengganggunya, dan berhentilah menghubunginya lagi!" Trisya menekan setiap kaliamat yang dia lontarkan dan langsung mematikan telepon secara sepihak tanpa memberi kesempatan Ega untuk berbicara lagi.
Trisya menoleh ke arah Ellen yang tertidur pulas, kepala Trisya menggeleng tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Dia harus bertindak cepat.
Ponsel Ellen di letakkannya ketempat semula, lalu kakinya beranjak keluar kamar.
****
Sore hari aku terbangun, ku dapati Trisya dengan Ferel bercanda tawa di balkon kamar . Ellen tak perduli sejak kapan Ferel ada di kamarnya melihat ia tidur sangat pulas tadi.
Ku langkahkan kakiku menuju lemari, mengambil handuk bergegas ke kamar mandi.
Setelah selesai, aku berjalan ke arah balkon kamar. Aku tersenyum ke arah mereka dan kakak beradik itu membalas senyumanku.
"Kau terlihat cantik dengan pakaian santaimu!" Gumam Ferel setelah aku mendaratkan bokongku ke bangku di sebelah Trisya.
"Terimakasih, Ferel" Jawabku ramah, sembari tersenyum. Ferel menatap lekat wajahku ikut menyunggingkan senyumannya.
"Ehem. Udah deh puji-pujiannya! Sekarang kita makan malam dimana?"
Aku dan Ferel sontak mengalihkan pandangan kami ke arah lain. Trisya tersenyum geli melihat ke arah kami.
"Ellen, kau ingin makan dimana?"
Aku menoleh menatap Ferel yang bertanya padaku. "A..ak ku?" Gumamku tak percaya.
"Ya, kau. Kau tidak suka makan-makanan khas america, kau lebih suka makan di sebrang jalan yang banyak memasak masakan luar!"
"Ak...."
"Apa? Benarkah itu Ellen?" Trisya memotong ucapanku dengan pandangan tak percaya, "Ellen, kau harus coba makanan berkelas. Ayo aku akan membawamu kesuatu tempat yang takkan pernah kau lupakan!" Ujar Trisya berkata mantap,
"Trisya, kau tidak boleh memaksa, Ellen."
"Kak, Ellen pasti menyukainya" Trisya menatap Ferel dengan tatapan memohon, akhirnya Ferel mengangguk. Dia tidak akan mungkin menolak ke inginan adik kesayangannya itu.
Trisya tersenyum ceria, aku dan Ferel hanya menggeleng melihat tingkah Trisya seperti anak kecil.
Saat aku ingin beranjak, sesuatu menyentuh tanganku. Tangan itu adalah tangan, Ferel. Dadaku berdesir saat mengangkat kepalaku ternyata Ferel tersenyum manis kepadaku.
Aku membuang muka menatap ke arah depan, Trisya telah hilang ntah kemana. Jantungku semakin berpacu kencang saat Ferel menggiringku berjalan beriringan sambil memegang tanganku.
Begitu kami telah berada di kamarku, aku bermaksud ganti baju dan menyuruh Ferel untuk keluar lebih dulu.
Namun, belum sempat aku berkata, Ferel lebih dulu angkat suara, "Kau hendak berganti pakaian?" Ujarnya, aku mengangguk singkat. Mataku terus menatap wajah nya yang sempurna.
"Tidak perlu, kau sudah sangat cantik seperti ini. Aku menyukainya!" Jika aku bisa, aku ingin pinsan sekarang. Tapi nyatanya aku tidak bisa.
Aku sulit bernapas saat ini, wajahku terasa panas. Apa aku blushing?
***vot dan men nya kakak😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On (TAMAT)
RomansaDia datang lagi setelah hampir setahun aku berusaha melupakannya. Membuat kenangan dulu kembali terngiang di ingatanku. kenapa harus sekarang? disaat hatiku masih belum bisa menentukan siapa yang terbaik untukku. aku harus memilih 2 lelaki yang sama...