Chapter 6

753 50 17
                                    

   Ku langkahkan kakiku menuju kamar, di susul oleh Trisya di belakangku.

  Ku rebahkan diriku melepas lelah. Sebelum ku pejamkan kedua mataku, ku rasakan Trisya merebahkan dirinya di sampingku yang memang tempatnya tidur.

  Kami memang tidur satu kamar, karna tidak mungkin kamar sebesar kosh-koshan ini hanya di huni seorang diri.

  Sebelum aku melayang terbuai dalam lautan mimpi, Trisya memanggil namaku.

"Hmm" Aku menjawab singkat panggilannya. Mata ini masalahnya sudah sulit untuk di buka, aku butuh tidur.

"Bagaimana kakakku menurutmu?"

  Sebenarnya aku malas menjawab pertanyaan yang tak bermakna ini sama sekali. Sudah cukup mendengarnya berbicara saat selesai makan tadi saja sudah membuatku sedikit muak.

  Ya, aku memang egois, tak mementingkan orang lain. Yang ku pentingkan dan prioritaskan adalah diriku sendiri, yang menyangkut kehidupanku intinya. Tapi tak mungkin aku mengabaikan dirinya yang notabennya sahabat yang paling memprioritaskan diriku sendiri, dari pada dirinya.
"Dia baik dan berwibawa."

"Apa kau tidak merasa bahwa kau cocok dengannya?"

  Aku tersenyum canggung mendengar penuturan sahabatku ini, mataku masih sulit terbuka. Apalagi rencananya? Aku sudah cukup bahagia asal dia tahu. Tak perlu memikirkanku lagi, aku sudah bisa sendiri.

"Ellen, aku berpikir harus menjodohkan dirimu dengan kakakku. Kakakku adalah orang baik, kau harus melupakan Ega!"

  Kali ini aku tak bisa acuh tak acuh mendengarkannya. Ini menyangkut tentangku, hidupku, bahkan matiku.

  Gila Trisya, sepenting itu kah aku di matanya? Hingga dia Rela menampung bebek jelek ini untuk di jadikan saudara lebih tepatnya kakak iparnya. Membayangkannya sudah membuat bulu kudukku berdiri.
"Trisya, kau tidak perlu melakukan itu, dia tidak pantas untukku. Lagipula aku telah lama melupakan Ega, kau tenang saja" Masih dengan keadaan mata terpejam aku menjawab perkataan Trisya yang menurutku tidak masuk akal.

"Kenapa kau berpikiran seperti itu? Kau sangat cocok dengan kak Ferel. Jangan terlalu merendahkan dirimu Ellen, kau hanya tidak tahu hal yang istimewa di mata kami. Lagi pula, orang tuaku tidak keberatan dengan perjodohan ini."

  Aku terlonjat kaget sampai bangkit dari tidurku. Trisya benar-benar gila,
"Trisya, kenapa sejauh itu? Kau tidak meminta persetujuan terlebih dahulu dariku, aku tidak mau. Aku ini beban Trisya, beban. Ku tegaskan sekali lagi aku tidak pantas untuknya, tidak akan pernah!" Aku sedikit membentak Trisya, masalahnya aku sangat syok setengah mati. Di jodohkan? Gila, benar-benar gila. Sejak kapan dia membicarakan hal gila ini kepada orang tuanya?

  Menjadi orang kaya memang impian ku. Tapi tidak dengan menjual cintaku. Apa-apaan ini, aku memang mengagumi Ferel, tapi tidak menyukainya, sama sekali tidak.

"Ini semua demi kebaikanmu Ellen, percayalah!"

"Tidak. Ayahku tidak akan menyetujuinya"
  Apa yang kukatakan ini memang benar adanya. Ayahku akan menolek mentah-mentah jika tau aku akan di jodohkan dengan Orang kaya raya ini. Bisa-bisa ayahku berpikir aku telah menjual harga diriku atau aku hamil, maka terpaksa orang ini merekrutku menjadi bagian keluarganya. Aku sangat yakin ayah akan bertanya panjang kali lebar.

     Aku memang miskin, aku memang ingin menjadi orang kaya. Tapi tidak dengan menjual harga diri.

"Kenapa tidak?" Trisya bangkit dari tempat pembaringannya untuk duduk tepat di sampingku. Menatap lekat ke arahku, seakan meyakinkan diriku ini, "Ingat Ellen, jika kau bersama dengan kakakku, akan menjadi baik untuk keluargamu. Emm, maksudku kau tak akan mengalami masa sulit lagi dan hidup bahagia bersama kakakkun"

   Aku tersenyum miring menanggapi perkataan Trisya yang seakan berkata "kau itu boneka busuk yang telah dibuang di tong sampah, dan di pungut oleh orang yang menyukai boneka busuk itu. Dirawat, hingga tak seperti busuk lagi."  Ha, aku tidak serendah itu. Walau aku busuk yang telah di buang di tong sampah, tapi aku masih bahagia berada di sekitar yang hampir sama denganku, dari pada di pungut dan di tempatkan di tempat yang asing dan terawat, tetapi tidak hidup bahagia. Bagaikan hama yang berada di sekitar orang-orang terpandang, lain dari yang lain. Sungguh miris sekali.

"Aku menikah karna cinta, bukan karna harta. Hartamu tak bisa membeli cintaku, tak bisa menjamin kebahagiaanku" kali ini aku berbicara tegas, aku tak ingin di paksa.

"Jadi kau pikir hanya Egalah yang berhak mendapat Rasa cintamu? yang menjamin kebahagiaanmu? Dengan cara menyakitimu, menduakanmu,  meninggalkanmu, kau masih berpikir dia pantas untukmu?"

" Maaf Ellen, aku berpikir kau belum bisa melupakan Ega. Hingga sedikitpun tak ada yang kau inginkan singgah di hatimu. Karena yang ku tahu selama ini hanya begitu dan begitu, tak  ada perubahan." Sorot mata Trisya menusuk dalam kearah mataku, aku tak bisa berkata.

  Aku terdiam. Kata-kata Trisya sangat Telak untukku. Memang semua apa yang ia katakan benar 100%.

Dia sangat perduli padaku. Masih dalam kebisuan dan kebimbangan, bulir-bulir air mata jatuh membasahi kelopak mata dan pipiku. Labil, kata itu lah yang menggambarkan diriku.

 

    Aku dilanda kebimbangan, benar aku masih menempatkan Ega di sini, di hatiku. Hingga tak ada orang yang bisa singgah, sebelum tuan pemilik pertama itu pergi, benar-benar pergi.

  Tapi aku tidak bisa bersama Ferel. Aku tidak mencintainya, akan sakit jika Ferel mengetahui aku masih mencintai Ega nantinya. Bagaimana ini?

"Kenapa kau diam, Ellen? Percayalah, kakakku tidak akan pernah menyakitimu. Dia akan membahagiakanmu, dia berjanji akan hal itu."

  Trisya menggenggam tanganku, memberi kekuatannya sebagian untukku. Tatapan matanya kini telah menghangat. Ku balas genggamannya sembari tersenyum manis menatap manik matanya yang indah. Sebelum akhirnya aku berkata---

"Baiklah. Aku setuju."

**vot dan comen kakak😙

Move On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang