Chapter 14

380 15 0
                                    

      Mobil yang kami naiki meluncur dengan cepat ke suatu Restoran yang katanya ternama. Dan benar, aku tercengah begitu turun dari Mobil. Mataku menyapu sekeliling, wuuahhh  sangat bagus dan cantik.

Ferel berjalan masuk di ikuti aku dan Trisya. Kami duduk di tempat paling sudut, karena hanya bangku ini yang tersisa. Yang lainnya sudah di penuhi puluhan pengungjung.

    Trisya memilih menu makanannya setelah di yakinkannya Ferel bahwa aku akan menyukainya. Dia bilang tak mungkin aku akan menolak pesanannya. Ya benar, mana mungkin aku menolaknya kan? Walaupun aku tidak suka, tapi aku menghargainya.

Beberapa pelayan menghampiri meja kami, menghidangkan makanan dengan berbagai bentuk aneh. Mungkin karna aku belum pernah memakannya. Tapi yang ku harap, rasanya tidak seaneh penampilannya.

Aku mulai memotong stick di piringku dengan pisau di sebelah kananku. Namun tiba-tiba suara dering ponselku membuatku meletakkan pisau yang ku pegang.

Dari dalam tas, saat ku dapat benda pipih itu tertera nama pemanggil yang membuat jantungku bekerja lebih maksimal. Dan aku membiarkan benda itu berbunyi.

"Kenapa kau tak mengangkat ponselmu?" Aku menoleh ke sebelah kiri melihat orang yang berbicara padaku.
"Tidak terlalu penting!" Jawabku kepada Ferel.

Saat aku ingin mengambil pisau ku kembali, lagi-lagi dering ponselku membuatku mengurungkan niatku. Di depanku Trisya dengan pandangan sinisnya menatapku, aku menelan ludahku gugup. Mungkin acara makannya terganggu dengan dering ponselku yang bertubi-tubi.

Dengan terpaksa aku beranjak berdiri, menjauh dari mejaku. Bisa gawat jika aku mengangkatnya disitu.

"Ega, kau menelpon di waktu yang tidak tepat! Ada apa?" Aku sedikit mengeraskan volume suaraku, Ega sangat menyebalkan mengganggu hariku saat ini.

"Aku mengganggumu?" Suara Ega masih terdengar santai di seberang sana, membuatku malas meladeninya. Jika tidak ada hal penting untuk apa?

"Aku sedang makan malam bersama Trisya," aku berkata jujur, tapi hanya mengatakan satu nama saja.

"Dan.....kakaknya?" Mataku terbelalak, dari mana dia tahu? Apa dia ada disini?

Mataku sibuk menatap sekeliling, tapi tidak ada ku lihat ke beradaan Ega. "Dari mana kau tahu?" Kataku, setelah benar-benar tidak ku temukan tanda-tanda Ega berada di sekitarku.

"Aku mengetahui semua tentangmu, Ellen!"   Aku mengerang prustasi, lagi lagi kata-katanya membuatku berpikir bahwa di memang selalu menguntitku.

"Sudahlah Ega, aku merasa tidak enak meninggalkan mereka terlalu lama. Jika tidak ada hal yang penting yang ingin kau sampaikan, akan aku tutup Teleponnya sekarang!"

"Kenapa begitu?"

Aku menghembuskan napas kasar mendengar pertanyaan bodah dari Ega, "Oh, Tuhan! Kenapa susah memberitahumu? Ayolah, tolong mengerti."

"Baiklah, selamat makan malam!"

Setelah Ega mengatakan kalimat terakhirnya, sambungan di matikan Ega secara sepihak. Aku meredam amarahku yang hampir mencapai puncak saat menghadapi Ega.

Tapi aku tahu, Ega sangat kecewa padaku karna aku tidak ingin di ganggunya saat ini. Tapi setelah ini, aku akan menghubunginya meminta maaf.

Aku berjalan santai menuju meja tadi, menarik kursiku dan duduk.

"Ada apa, Ellen? Siapa yang menghubungimu?" Tanya Trisya saat aku baru mendaratkan bokongku ke kursi.

Aku tersenyum kepada Trisya, "Tidak siapa-siapa, Trisya! Teman lamaku menanyakan kabarku."

Move On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang