Chapter 5

935 56 18
                                    

Taksi berhenti di depan pagar besar rumah Trisya. Aku membayar tagihan Taksi sebelum keluar dan membawa ransel ku.

Sepertinya aku terlambat. Aku sudah berusaha sampai tepat waktu, tapi keadaan jalan yang sedikit ramai menghambat ke-datanganku.

Ku langkahkan kaki memasuki rumah megah Trisya. Aku gugup, jantungku berpacu kencang, ada apa sebenarnya? Kenapa diriku seperti akan memasuki panggung Olimpiade waktu SMP dulu?

Tok tok tok

Suara langkah kaki mendekat setelah ku ketuk pintu berwarna emas itu. Aku semakin kalut dan takut, "hah...aku tidak melakukan kesalahan besar, tapi kenapa seperti ini?"

Krekk...

Aku menahan napas saat sedikit demi sedikit pintu berwarna emas itu terbuka.

"Kau terlambat, Ellen!"

Hhuu... Sedikit lega saat yang membuka pintu itu Trisya, bukan Kakak laki-lakinya itu. Entah kenapa aku takut bertemu kakak Trisya.
"Maafkan aku Trisya, aku tidak sengaja."

"Ya sudahlah, ayo masuk. Akan ku perkenalkan kau dengan kakakku,"

Trisya berjalan lebih dulu, dan aku mengikuti di belakangnya menuju Ruang Utama Rumah ini.

Aku berhenti melangkah ketika mataku bertemu dengan seorang pria yang--tampan. Laki-laki itu benar-benar menakjubkan dan berwibawa.

Lamunanku buyar ketika Trisya menarik tanganku mendekati lelaki itu.

"Kak, apa kau masih ingat sahabatku sewaktu kuliah dulu di Jakarta? Yang sering aku ceritakan padamu waktu itu!"

"Oh, yaa, aku tidak melupakannya. Tapi--aku lupa dengan namanya,"

"Dasar pikun. Ini sahabatku, Ellen. Ellen, ini kakak ku, Ferel"

Kami berjabat tangan dan saling bertukar senyuman.
"Senang berkenalan denganmu."

Aku tersenyum sekali lagi menanggapi ucapan Ferel, dia terlihat seperti lelaki baik seperti Trisya. Kedua orang tua Trisya menyuruh kami duduk dan mengobrol sebelum dia berpamitan untuk menyiapkan makanan.

Cukup lama kami asyik mengobrol, akhirnya usai saat mami Trisya menyuruh kami untuk makan malam. Kami bertiga beriringan menuju meja makan. Makanan telah terhidang dengan berbagai menu makanan Khas America.

Hanya dentingan sendok yang mengisi ruangan ini tanpa di dominasi suara lain, hingga selesai barulah mami Trisya buka suara. Menanyakan segala kegiatan yang dilakukan anak lelakinya selama di prancis, tanpa terlewat sedikitpun. Semua orang di ruangan ini menanggapi cerita Ferel dengan antusias, termaksud Trisya yang sesekali tertawa bahagia dan mengoda kakak kesayangannya itu.

Hanya aku yang tidak tertarik sama sekali. Hanya sedikit tersenyum jika menurut mereka itu lucu.


Aku bosan, sama sekali tidak tertarik dengan obrolan ini. Ku akui Ferel memilimi rupawan melebihi Dewa Yunani, semua yang terlihat di tubuhnya melelehkan mata yang melihat, termasuk aku. Tapi sayang, hanya mata ini saja yang meleleh, tidak dengan hatiku.

Trisya mengajakku ikut dengannya keluar rumah, duduk di taman halaman rumah yang terdapat ayunan besar.

Aku menghargai Ferel yang juga sangat ingin kehalaman rumah jadi, untuk kali ini aku tak bisa menolak ajakan Trisya.




Disini aku tersenyum memandang bintang yang mengiasi langit malam ini. Biasanya di ayunan ini, aku sendiri duduk termenung memandang bunga bewarna-warni di depannya. Sekarang, aku di temani oleh Trisya dan kakaknya.


"Bagaimana kegiatanmu disini, Ellen?"

"Cukup menyenangkan." Jawabku pada Ferel yang membuka suara lebih dulu. Trisya hanya diam tersenyum penuh arti pada kemerlap-kemerlip bintang, se-akan kami tidak ada di sampingnya dia asyik dengan pikirannya sendiri.

"Ku dengar, Ega kemarin tiba di New York."

Aku terkejut dengan pertanyaan Ferel kali ini. Aku baru mengenalnya, tapi dia seakan telah bertahun-tahun mengenalku. Dia tahu masa laluku, ini pasti Trisya yang bocor, siapa lagi kalau bukan dia. Heh, dia seperti tuli sekarang, tak perduli dengan kecanggunganku pada kakak nya ini.

"Maaf, aku tahu tentangnya dari Trisya!" Seakan tahu kebingunganku Ferel melontarkan kata-katanya itu.

Mendengar namanya disebut akhirnya Trisya menoleh dan tersenyum manis padaku. Bahkan senyumnya itu bisa membuatku selalu memaafkannya. Dasar, senyuman beracun.

"Ega menyusulmu sampai kesini?"

Ya ampun, ternyata keluarga ini, keluarga kepo. Kekepoan Trisya juga ada pada Ferel, aku harus menghadapi dua manusia ter-kepo di dunia ini.

"Tidak. Dia mendapat panggilan dari Agenku Stella. Dia yang memperkerjakannya,"

"Dan akhirnya nostalgia menghantuinya, satu tahun tidak cukup untuknya melupakan lelaki brengsek itu,"

Oh, kali ini si kepo Trisya angkat bicara. Jika mengungkit si Ega dia selalu ajah ikut peran, dasar menyebalkan.

"Aku sudah melupakannya. Jaga mulut manismu itu sayang, jika tak mau mulut mu itu ku sumpal dengan tanah!" Jawab ku ketus. Dia benar-benar menyebalkan bukan?

"Sudahlah, jangan bertengkar" Ujar Ferel menengahi.

Kami bertengkar juga karna kekepoanmu tadi bodoh. Jika kau tak mengungkit mantanku, kami tidak akan berdebat. Karna perdebatan kami hanya jika mengungkit Ega, karena Trisya sangat membencinya.

"Kau tidak merasa terganggu? Kau kan bisa menyuruh Agen mu mencari penggantinya jika kau tidak nyaman,"

"Tidak Ferel. Tak masalah bekerja sama dengannya, aku tak apa."

"Sudahlah, kenapa membahas lelaki bajingan itu, ha? Kak, simpan kekepoanmu itu dulu. Dan kau Ellen, aku setuju denganmu asal kau tak akan terbuai lagi dengannya."

"Ingat sakit hatimu selama tiga tahun bersamanya, jangan hanya aku yang mengingat dan merasakan sakitmu. Aku ingin yang terbaik untukmu Ellen. Percayalah, dia tidak sebaik yang kau kira walau dia mengatakan telah berubah"

" Mulut berbisa itu berbahaya dari gigitan srigala, dia bisa membuatmu merasakan sakit perlahan-lahan sampai mati. Bahkan tak sampai hitungan menit kau bisa langsung mati."

Kali ini Trisya berperan menjadi peri bijak. Bagus, apa lagi perannya setelah mis kepo dan peri bijak?

"Malam semakin larut, aku kedinginan! sebaiknya kita masuk kedalam." Aku ingin menyudahi basa basi yang yang tidak bermutu ini sama sekali.


"Benar Ellen, aku berharap esok tak akan ada salju," Ferel menatap langit-langit seperti menyayangkan jika esok salju turun, "Good night Ellen, good night Trisya, semoga kalian mimpi indah"

Ferel melangkahkan kaki memasuki rumah lebih dulu setekah menucapkan selamat malam. Di susul oleh Trisya dan aku.

Bersambung☺

Whuaaa capek ali ngetiknya guys... balasannnya vot yaa😊

Move On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang