Chapter 22

336 13 0
                                    

  

   Selesai berbicara dengan Bella, aku kembali ke kosh-an Bella. Dari jauh saat aku hampir sampai, ku lihat Ega menyendiri di depan Kosh yang terdapat satu buah kursi kayu.

   Aku menghembuskan napas jengah lalu berjalan begitu saja tanpa memperdulikan Ega dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat aku telah melewatinya ku dengar ada suara langkah kaki di belakangku, dia mengikutiku dengan langkah cepat masuk ke dalam dan menarik tanganku.

  Aku berhenti melangkah tanpa berbalik, aku tidak tahu apa maksud dirinya yang menarik tanganku.

"Ellen, aku mencintaimu!" Ujar seseorang yang benar-benar membuatku muak, dia tidak pernah membuktikan ucapannya.

Aku menarik napas dengan dalam lalu menghembuskan perlahan bersamaan dengan wajahku menoleh melihat ke arahnya.

   Aku menghentakkan tangannya yang memegang tanganku, "Tapi aku tidak mencintaimu, jangan pernah memegang tanganku lagi, kau tidak pantas untuk menyentuhnya." Ucapku dengan lantang, seolah-olah itu adalah kata-kata berbahaya yang harus di camkan.

"Ellen, maafkan aku. Aku sungguh sudah berubah. Tapi kau tidak mengerti perasaanku." Ujar Ega memelas, wajahnya seperti sangat menyedihkan.

"Saat ku dengar kau menyatakan cinta pada pria itu, aku sangat kecewa, aku sakit hati Ellen," Ega menatap kedua mataku dengan mata memerah, lalu tangannya meraih kedua tanganku. "Apa kau begitu benci padaku hingga tidak memberiku satu kesempatan lagi? Ellen, apa kau tahu? Aku selalu berharaf bisa memilikimu dan hidup bahagia denganmu. Aku ingin bersamamu lagi. Aku mencintaimu Ellen, sangat mencintaimu. Please stay with me, ok."

   Setelah menyelesaikan ucapannya yang seperti sihir untukku, Ega memelukku. Aku diam tanpa membalas pelukan Ega, dan juga tidak menolaknya.

Semakin lama dekapannya semakin kuat. Dan itu benar-benar membuatku nyaman.

  Ega melepas pelukannya setelah hampir satu menit ia memelukku dengan sangat erat. Pelukannya membuatku seperti terhipnotis. Ega menarik tanganku mendekat ke sofa. Lalu bersamaan kami duduk bersebelahan.

   Mati kami berdua saling beradu pandang, aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku, aku sepertinya sudah gila.


"Ellen, aku mohon jangan pergi! Aku mohon jangan tinggalkan aku! Aku masih mencintaimu, Ellen." Ujar Ega lembut. Tangannya meraih kedua tanganku dalam genggamannya, lalu mengecupnya singkat sembari tersenyum.

  Entah kenapa aku seperti terbuai, rasanya seperti hipnotis. Aku tak tahu apa yang terjadi dangan diriku sekarang. Aku menganggukkan kepalaku menjawab perkataan Ega. Mungkin karena rasa ini masih ada untuknya, bagaimanapun sakitnya cinta ini masih ingin bersamanya.

Mungkinkah rasa cinta ini benar hanya untuknya? Ataukah mungkin ini hanya sebatas obsesi, atau mungkin karna aku selama ini terbiasa selalu bersamanya dan hanya memikirkannya. Hingga aku merasa bahwa ini yang aku rasakan cinta. Entahlah, rasanya sulit memahami cinta bagi orang sepertiku. Dialah cinta pertamaku, dialah satu-satunya lelaki yang pernah mengisi kebahagian sekaligus kesedihan di hatiku.

  Aku telah mencoba membuka hati kepada pria lain, Ferel. Jika memang aku telah bisa melupakan Ega, tidak mungkin sampai sekarang aku masih bersama Ega, sedangkan hari pertunanganku telah di tentukan.

  Ku tidurkan kepalaku di pangkuannya, berharaf mengusir rasa gelisah dan sakit kepalaku. Aku mulai tenang saat tangan Ega mulai mengelus puncak kepalaku, dan rasanya aku ingin tertidur.


*****

   Malam hari aku terbangun, aku masih tidur diposisi yang sama di pangkuan Ega, sementara Ega masih tertidur dengan kepala menyandar pada sandaran sofa.

Move On (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang