Rain

66.1K 1.4K 38
                                    

Aku takut merusak suasana
Jika mengatakan apa yang dirasa

-Rain

Revisi

Rain benci bangun terlambat---juga benci jika harus bangun pagi. Baginya, kedua hal itu harus ia hilangkan dari hidupnya tetapi apa dayanya.

Dia sendiri bukanlah Tuhan ataupun alam semesta yang dengan senang hati bisa mengatur seluruh susunan planet-planet yang ada di galaksi bima sakti.

Oke, waktunya ia berhenti untuk menggerutu dan terus menerus menyalahkan pagi dan bangun awal.

Jarum jam di dinding sudah menunjuk ke angka enam, masih ada waktu tetapi kalian tidak mengenal siapa Rain ketika sudah berada di kamar mandi.

Jika kebanyakan wanita menghabiskan waktunya untuk berdandan--maka beda dengan Rain yang malah menghabiskan banyak waktu di kamar mandi.

Entah apa yang dilakukamnya didalam, tidak ada yang tahu. Mungkin...ia sedang berbicara didepan cermin---berlagak ala selebgram yang sedang mempromosikan sebuah produk.

Kurang lebih seperti itu. Pintu kamar mandi terbuka, sebuah handuk kecil melilit di kepalanya seperti sorban.

Perempuan yang hanya memiliki tinggi sekitar 156 itu terlihat menyeret bangku kecil sebagai injakan untuknya agar dapat memudahkannya meraih hairdryer yang sengaja ia simpan di atas lemari.

Sangat bodoh bukan? Sudah tau pendek masih aja simpen barang ditempat tinggi.

"Kalau ada cara yang sulit kenapa harus yang mudah?"

Mungkin prinsip itu melekat dalam diri Rain. Dua puluh menit berlalu dan wanita itu sudah siap dengan seragam putih abu-abunya.

Secepat itu ia tak perlu memerlukan polesan bedak atau make-up apapun di wajahnya, sebab ia sudah cantik jadi untuk apa semua itu?

Rain tidak membutuhkannya. Iyain, orang cantik mah bebas. Usai merapikan letak dasinya, wanita itu langsung turun ke bawah---bersiap untuk ke sekolah.

"Bibi" panggil Rain.

Wanita paruh baya itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap gadis cantik bername badge Raina Sharron. A itu.

"Ada apa, Non'?"

"Papa sama Mama mana? Kok, gak sarapan?"

"Nyonya sama Tuan baru aja pergi ke Kantor, Non," jawabnya.

"Hah? Kantor? Kok, bisa?"

"Saya juga gak tau, Non. Mungkin ada yang penting, makanya mereka buru-buru ke kantor," jelasnya kemudian kembali ke dapur.

Sepenting itukah urusan kantor dibandingkan dengannya? Anaknya sendiri---hingga berani mengingkari janjinya untuk sarapan pagi?

Ohiya, Rain lupa. Memang---perusahaan jauh lebih penting darinya tidak heran mereka lebih peduli dengan perusahaan itu dibanding dia.

Rain hanya bisa mendesah pelan, matanya yang tadi bersinar berubah menjadi sendu. Padahal, alasan ia bangun pagi dan sesemangat ini karena sarapan pagi bersama kedua orangtuanya.

Will You Be Mine? [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang