"Memang berat melepaskan, namun demi dirimu. Aku ikhlas, asalkan kau bahagia."
-DANIEL.
***
Aron alias Mr. Agata memeluk istrinya Bara dengan erat, mereka berdua berdiri di depan pintu ruangan milik putrinya. Menunggu sesuatu yang entah akan mengakhiri ini semua selamanya atau tidak.
Kliek.......
Pintu terbuka, menampakkan sosok Dokter Abraham yang wajah-nya kini pucat pasi. Kedua pasangan itu langsung menghampirinya, ingin mendengar keputusan Rain.
Mereka berdua menatap Abraham dengan tatapan penuh harap, dada pria itu sontak sesak tentunya. Pasalnya ini sangat berat bagi mereka akhir-akhir ini, terutama mengambil keputusan untuk mengoprasi pasien Leukimia yang sudah mencapai stadium akhir dan besar kemungkinan hidup-nya saat di operasi hanya 10% dan matinya 90%.
"Kalau ini jalan terakhir, dia mau di operasi." Abraham memegang pundak Bara mencoba menguatkan hati sang ibu itu.
"Hiks.....hiks.....hiks....." tangis Bara langsung pecah, dengan segala sigap Aron memeluk sang istri dengan kuat agar dia kuat.
"Kapan operasinya?." Tanya Aron menatap Abraham dengan tatapan liris dan sendu.
"Ehem......senin tanggal 1 oktober." Jawab Abraham dengan nada dingin.
"Berarti senin ini?." Aron mencoba memperjelas karena seakan tak percaya bahwa jadwal operasi Rain secepat ini.
Abraham mengangguk, "Dengar, operasi dilaksanakan secepatnya karena penyakit Rain sudah mencapai stadium akhir yang dimana kemungkinan besar kesempatan hidupnya sangat sedikit. Terlambat saja kita bergerak, maka kita akan ketinggalan pasien." Abraham meletakkan agenda mini-nya di dalam saku jas.
"Berdoalah Mr. Agata, semoga operasinya lancar." Dokter Rian tiba-tiba datang dan berdiri di samping Abraham. Karena menurutnya ada pembicaraan serius di antara mereka.
"Dan biarkan saya dan dokter Rian mengawasi Rain saat ini sebelum hari dimana pasien akan di operasi." Rian mengangguk setuju, ia sudah mengetahui ini. Pasalnya, semalam ia dan Abaraham sudah membicarakan semua ini.
Abraham menepuk pundak Aron dan pergi bersama Rian, meninggalkan dua pasangan yang kini terpuruk.
Jam 12.23 siang, Abraham datang lagi ke ruangan Rain hanya sekedar mengecek keadaan wanita itu. Jemarinya sibuk menari bersama bolpoint merah marun di atas agenda kecil yang dipegangnya, dimana isinya tentang perkembangan dan apa saja yang di alami pasien.
Rain tertidur pulas di ranjangnya dengan alat medis di sekelilingnya. Tetapi ia kemudian bangun, karena terganggu beberapa suara bising yang di hasilkan oleh Abraham.
Ia membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke dalam matanya. Rain melirik ke samping dan benar saja ada orang disana Dokter Abraham tengah menuang air ke dalam gelas.
Dokter Abraham melangkahkan kakinya menuju kembali ke dekat Rain, namun ia langsung bertemu pandang dengan Rain.
"Kamu sudah bangun." Abraham berjalan membawa air segelas untuk Rain nanti kalau sudah bangun, namun ia sudah bangun rupanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Be Mine? [Revisi]
Teen FictionHighest Rank #1 in teenfiction ( 31. 8. 2018 ) #559 in teenfiction ( 1.12.2017 ) #419 in teenfiction ( 1.1.2018 ) #335 in teenfiction ( 14.1.2018 ) #91 in teenlit ( 11. 6. 2018 ) #89 in teenlit ( 12. 6. 2018 ) Daniel membenarkan bahwa dibalik adanya...