.

8.8K 236 2
                                    

"Aku ibaratnya matahari dan kamu bulan, selalu ingin bertemu tapi tak bisa bertemu."

-Daniel

***

"Enggak!"

Abraham menaruh map merah di atas meja kerjanya atau lebih tepatnya meja kerja milik dokter Rian. Pria itu tak memiliki ruangan di rumah sakit itu sebab ia bukanlah staff rumah sakit itu maka dari itu ia tak memiliki ruangannya sendiri.

"Saya mohon, apa anda tega tak memenuhi permintaan seseorang yang sakit parah seeprti itu." Mohon Daniel.

Abraham tersentak mendengar permohonan Daniel, ia kemudian memijit pelipis-nya pusing. Lalu, ia menatap Daniel dengan intens.

"Kamu udah tau?" Tanya Abraham.

Daniel mengernyit bingung tak mengerti maksud dari pertanyaan Abraham barusan. "Tau apa?" Tanyanya.

"Tidak jadi." Abraham membuang pandangannya dengan memilih sibuk membuka-buka berkas di map warna hijau.

"Apaan sih, kasi tau saya apa yang tidak saya ketahui." Bujuk Daniel menatap papan nama dari kayu tersimpan di atas meja kerja milik dokter Rian.

Abraham sepertinya salah bicara, bodohnya dirinya itu. Dia merutukki dirinya terus menerus.

Tak ada jawaban, rasa penasaran Daniel semakin menggebu-gebu. Kemudian, ia bangkit dari kursinya. Melangkahkan kakinya mendekati Abraham yang nampaknya tengah sibuk dengan map satu ke map lainnya.

"Apa yang tidak kamu ketahu itu sebaiknya tidak kau ketahui, sebab ini adalah rahasia antara pasien dan dokternya. Saya sebagai dokter profesional  harus memegang teguh hukum dan peraturan sebagai dokter." Kata Abraham dengan nada sedikit dingin dan tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali dari map.

Daniel bungkam, memang saharusnya ia tak terlalu banyak tanya sebab itu bukanlah urusannya ditambah Daniel ini hanyalah sebatas teman tanpa kepastian. Tanpa status, apakah ia ini teman atau kekasih.

Kemudian ia bebalik, melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu. Sebab, ia sudah mendengar keputusan Abraham yang tak bisa diganggu gugat.

Kliek....

"Tunggu." Daniel berbalik, ia melihat Abraham mendekatinya.

"Apa?"

"Saya bakalan izinin kamu bawa pasien saya keluar, tapi dengan satu syarat." Sumpah demi apa dan puji kerang ajaib, Daniel tak bisa berkata-kata lagi. Akhirnya Abraham yang tdinya mencibir dan kepala batu itu mengijinkannya untuk membawa Rain untuk menikmati udara segar alam bukannya bau obat-obatan dan bah khas rumah sakit.

"Beneran?." Pekik Daniel memegang kedua tangan Abraham, menggenggamnya dengan kuat serta mata yang berbinar penuh harapan.

"Saya belum selesai, lepaskan tangan saya." Daniel melirik ke arah tangannya, dengan reflek ia melepasnya sambil cengengesan.

Abraham menghela nafasnya kasar, "Syaratnya, kamu harus bersedia membawa pasien beserta alat bantu-nya.........." Daniel terus mendengar ucapan Abraham, merekamnya agar tak ada yang terlupakan.

Hingga esok harinya Daniel dan kawan-kawan melaju ke rumah sakit, hendak menjemput Rain. Keadaan dalam mobil ricuh serta penuh dengan lelucon sebab itu semua gara-gara pelawak andalan mereka si duo teri Andre dan Angga.

Tok....tok....tok.....

Daniel menyisir jambulny agar terlihat rapih dan penampilannya makin tampan.

Will You Be Mine? [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang