04-Telat.

160 54 91
                                    

Ara menutup pintu mobil yang ia kendarai dengan keras. Berjalan santai namun cepat ke arah gerbang sekolah. Sesekali ia melirik jam tangan bundar warna putih yang melekat.

07.15, dan artinya Ara sudah telat 15 menit.

"Woi, tungguin!"

Renia berteriak dari belakang sambil berlari-lari kecil.

"Hosh, hosh.."

Nafas Renia terengah-engah, Ara hanya diam tak merespon. Bahkan Ara saja santai walaupun sebenarnya agak deg-degan.

Ini baru pertama kalinya, Ara telat datang ke sekolah. Dan kali ini, alasannya cukup sinting karena tadi ia harus menunggu Renia mandi. Bahkan Renia mandi saat jam sudah menunjukkan pukul 06.30, bagaimana tidak telat?

Belum lagi, Renia yang sibuk touch up, mengingat itu benar-benar membuat mood Ara turun drastis.

"Denger gue gak?!"

Suara Renia yang terkesan menyentak membuat Ara agak menjauh, Renia berteriak tepat dikuping sebelah kanannya. Huh, untunglah, telinganya masih bekerja dengan baik.

"Ngomong apa?"

Terlihat seperti orang dungu, namun memang begitu kenyataan. Karena pikiran Ara melayang-layang memikirkan alasannya telat. Raut wajahnya boleh tenang, tapi Ara justru sedang berusaha menahan debaran jantung.

"Kita lewat belakang aja anjir!"

Ara menaikkan alisnya sebentar lalu menggeleng, "Lari dari kenyataan, hm?"

Renia mendengus, tapi tetap mengikuti jejak adiknya. Ya kali ini, Renia ingin mengalah sebab dirinya lah mereka berdua harus terlambat datang ke sekolah. Apalagi, Ara sudah ngebut, trobos sana, trobos sini saat menyetir tadi.

Kaki Ara terhenti saat sudah berada digerbang hitam sekolahnya. Baru saja Ara ingin membuka suara, pintu gerbang sudah terbuka sendiri.

Loh?

Kening Ara berkerut jelas, lalu setelahnya ia mendapati seseorang sedang berdiri menatapnya.

"Wow, anak teladan bisa telat juga, marvelous!"

Ara memutar bola mata malas, "Lo yang bukain?" tanya Ara pada cowok bernama Raka Denarka Levano, most wanted bertubuh tinggi, dengan kulit sedang serta rambutnya yang berjambul. Ini, Raka, abang kelas Ara.

Raka—satu dari orang yang mati-matian mengejar Ara.

Raka tersenyum bangga, "Jelas, hehe, pak satpam nya lagi kebelet. Cepetan gih."

Ara diam lalu menatap kearah Renia yang berdiri dibelakangnya. Ara menaikkan alisnya, sebagai kode kalau ia harus pergi duluan. Renia mengangguk menyahut, lalu sedetik selanjutnya yang terjadi adalah Ara yang langsung pergi dengan santainya.

Tanpa mengucapkan terima kasih pada Raka, padahal hal itu yang sangat ditunggu Raka.

Renia yang melihat punggung Ara kian lama kian mengecil terkekeh tidak enak sambil mengusap tengkuknya, "Rak, sorry ya, tapi suer makasih banget!"

Raka menghela nafas lalu terkekeh paksa, "Ah aman, santai aja."

Renia menyengir tak enak, siapa yang tak tau Raka menyukai-bahkan sangat menyukai Ara?

"Atas nama Ara juga makasih deh."

Raka mengangguk lemah, "Udah masuk ke kelas aja mending, gue bentaran ke kantin ya!"

Renia mengernyit, "Loh emang gak ada guru?"

"Gak, semua guru rapat." sahut Raka sambil terkekeh, "Ara udah sarapan belom, Ren?"

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang