16-It's Real?

81 21 32
                                    

Aku sadar, perasaan ini masih sama. Masih indah namamu yang ada dalam hatiku. Aku sadar, kamu nyata, kamu kembali. Aku sadar, mungkin harusnya aku sadari dari dulu, bahwa kamu yang terbaik.

Karena aku tak pernah menjumpai siapapun yang terbaik selain kamu.

Alasannya, karena sedari dulu aku tak pernah memikirkan ada orang yang dapat menggantikanmu.

Yang kutahu, kamu yang terbaik, lalu bagaimana aku menemukan sosok pengganti yang lebih baik?

***

Suara ketukan pintu dan beberapa kali salam terdengar dari dalam rumah. Sisil yang sedari tadi sedang merias diri pun akhirnya tergopoh-gopoh menghampiri pintu. Hendak melihat siapa tamu yang datang malam ini.

Begitu pintu terbuka, sosok lelaki dihadapannya tersenyum manis, "Assalamualaikum, tan.." sapanya ramah.

Sisil pun membalas sahutan itu, lalu seperti mengingat-ingat, siapa gerangan didepannya dan mengapa pula wajahnya begitu familiar.

Seakan tersadar, "Eh, saya Alva, tante." ucap Alva lalu mencium punggung tangan Sisil.

Raut wajah Sisil berubah kaget, senyum sumringah langsung menghiasi wajah cantiknya, "Ya ampun, tante lupa! Mau cari Ara ya?" tanya Sisil kegirangan lalu mempersilahkan Alva masuk.

Sisil selalu senang dengan Alva dari dulu. Selain baik, Alva juga pendengar dan teman ngobrol yang asyik. Dulu, Ara sering mengajak Alva bermain ludo dan monopoli dirumahnya. Lambat laun, Sisil akhirnya mengetahui status mereka. Namun naas, beberapa waktu setelah itu, hubungan cinta monyet mereka kandas.

"Mana Ara tante?"

Sisil langsung teringat, ia menepuk dahi sekilas dan segera menarik nafas dalam, berancang-ancang untuk berteriak, "AR-"

"Apa, Ma?" potong Ara dengan raut wajah datar. Ia melirik sekilas ke arah Alva lalu mendengus sebal.

Alva tak banyak bicara, ia hanya menikmati karya Tuhan didepannya. Balutan dress warna lavender serta flat shoes hitam yang melekat membuat Alva diam tak berkutik. Belum lagi rambutnya yang dibiarkan tergerai dan polesan make up tipis diwajah imut Ara benar-benar membuat Alva lupa diri.

Ya ampun, ada bidadari...

Ara tertawa nyeleneh, ditatapnya Alva yang memandangnya takjub sampai bergumam aneh. "Gue bidadarinya, iya?"

Sisil pun ikut tertawa, dan itu cukup membuat Alva sadar dari alam pikirannya. Alva berdecak kesal melihat raut wajah remeh yang ditujukan Ara untuknya. Malu, Alva akui itu. Apalagi dihadapannya ada Sisil.

Alva langsung gugup mengingat bodohnya dia sampai bergumam apa yang ada dipikirannya.

Sambil membuang pandangannya kearah lain, Alva menggaruk tengkuknya lalu meringis kearah Sisil, "Tan, Ara nya berangkat sama Alva ya!"

"Eh, apaan-"

"Dengan senang hati, Ra, kamu sama Alva aja ya!" potong Sisil dengan cepat untuk mengantisipasi protes Ara yang lebih panjang lagi.

Bibir Ara mengerucut beberapa senti, "Yaahh.. gak usah, Ma. Biar Ara sama Mama aja.."

Sisil menggeleng tegas, "Gak terima penolakan."

Tentu saja Alva langsung menampilkan senyum 3 jarinya, Ara menatap sebal lelaki yang sedang duduk santai disofa itu. Tatapan sebal itu berganti jadi lebih meneliti.

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang